Oleh : Najmah Saiidah
Liberalisme telah masuk ke dalam semua kelompok masyarakat manusia. Tidak terkecuali kaum muslimin. Indonesia sebagai Negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam pun demikian. Pengaruh liberalisme telah merasuk ke dalam semua sendi kehidupan kaum muslimin di negeri ini.Selain faktor internal kaum muslimin yang lemah dari sisi komitmen mereka terhadap agamanya, terutama persoalan yang berkaitan dengan akidah, tersebarnya aliran pemikiran liberalisme tidak lepas dari peran Barat yang sangat giat menyebarkannya melalui kekuatan politik, ekonomi dan teknologi informasi yang mereka miliki.
Liberalisasi dan sekularisasi di dunia Islam tidak hanya merusak kehidupan dan struktur sosial kaum Muslim, lebih jauh dari itu keduanya juga mengubah mainstream berpikir mayoritas umat Islam. Awalnya mereka memandang agama Islam sebagai sesuatu yang suci dan harus dilindungi. Namun kemudian, cara pandang mereka berubah, yakni justru ingin melepaskan diri dari kendali agama.Pelan tapi pasti, sebagian besar umat Islam mulai masuk ke dalam perangkap berpikir pragmatis-sekular-liberal dan mulai melupakan sudut pandang hakiki mereka, yakni aqidah Islam. Akibatnya, umat mulai lengah dan teledor dalam menjaga aqidahnya. Bahkan sebagian mereka tidak lagi memandang aqidah Islam sebagai perkara penting yang harus dijaga dan dilindungi. Mereka ini telah hanyut diterjang derasnya arus liberalisasi.
Saat ini liberalisasi tidak hanya melenyapkan hampir 2/3 syariah Islam yang mengatur urusan negara dan publik, tetapi telah mampu merobohkan sendi-sendi dasar agama Islam yaitu aqidah Islam dengan cara yang sangat halus yang di dalamnya terjadi proses pemurtadan besar-besaran dari agama Islam. Sayang, hal ini belum disadari oleh mayoritas umat Islam. Pasalnya, pemahaman mereka terhadap konsepsi kemurtadan hanya dipahami sebatas jika seorang Muslim masuk ke dalam agama Nasrani, Yahudi, Budha, Hindu atau aliran-aliran sesat saja. Mereka lupa, menyakini dan mengamalkan sekularisme-liberalisme sesungguhnya dapat melepaskan diri dari Islam, seperti halnya menyakini kebenaran konsep trinitas, panteisme, sosialisme dan atheisme.
Masih segar dalam ingatan kita, ketika kaum liberal menyerang Islam, Pada tahun 2010, terjadi peristiwa penting dalam masalah kedudukan aliran sesat di Indonesia. Sejumlah tokoh dan lembaga liberal menggunggat keabsahan UU No. 1/PNPS/1965 tentang penodaan agama. Beberapa tahun kemarin, setelah sebelumnya mengusulkan agar kolom agama dalam KTP untuk dihapuskan dengan alasan keadilan dan toleransi, kemudian mereka berulah kembali dengan mengajukan agar penghayat kepercayaan atau aliran kepercayaan bisa masuk kolom agama di KTP. Dan pada tanggal 7 November 2017 Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Nggay Mehang Tana, Pagar Sirait, Arnol Purba dkk tersebut. Ketua MK Arif Hidayat menganggap penghayat kepercayaan mendapat perlakuan yang tidak adil ketika tak bisa mencantumkan kepercayaan yang dia anut di KTP (detik.com). Belum lagi ritual keagamaan seperti ngarung laut atau upacara Ngertakeun Bumi Lamba yang digelar di gunung Tangkuban Perahu di bulan Juni kemarin, dianggap ‘tidak ada apa-apa’ bahkan pun ketika terjadi erupsi beberapa hari berikutnya dilakukan ruwatan. Sesungguhnya yang terjadi adalah kesyirikan diikuti dengan kesyirikan yang dibalut pelestarian budaya. Sungguh liberalisasi telah mencengkeram kaum muslimin.
Beberapa tahun belakangan ini semakin nampak bahwa liberalisasi aqidah yang diusung oleh penyeru Islam Liberal dengan mengatasnamakan Islam Moderat mengarah pada pluralisme agama. Paham Pluralisme Agama berakar pada paham relativisme akal dan relativisme iman. Banyak kalangan yang sudah termakan paham ini dan ikut-ikutan menjadi agen penyebar paham relativisme ini, khususnya di lingkungan perguruan tinggi Islam. Misalnya Ulil Abshar Abdalla, Ia mengatakan, “Semua agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar.” (Majalah Gatra, 21 Desember 2002). Ia juga mengatakan, “Larangan beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam denan lelaki non-Islam, sudah tidak relevan lagi.” (Kompas, 18/11/2002). Sesungguhnya paham relativisme akal dan relativisme iman ini merupakan virus ganas yang berpotensi menggerogoti daya tahan keimanan seseorang. Dengan paham ini, seseorang menjadi tidak yakin dengan kebenaran agamanya sendiri. Dari paham ini, lahirlah sikap keragu-raguan dalam meyakini kebenaran. Jika seseorang sudah kehilangan keyakinan dalam hidupnya, hidupnya akan terus diombang-ambingkan dengan berbagai ketidakpastian. Tentu saja hal ini membahayakan bagi umat.
Ini semua adalah buah dari sistem demokrasi liberal yang mencengkram negeri ini. Demokrasi dengan Four of Freedoms nya– kebebasan beraqidah, kebebasan berpendapat, kebebasan berkepemilikan dan kebebasan bertingkah laku – telah membebaskan seseorang untuk beragama dan berkeyakinan sesuai hawa nafsunya. Dalam demokrasi tidak menjadi masalah jika seseorang menganut aliran kepercayaan bahkan aliran sesat sekalipun.
Urgensi Aqidah Islam
Aqidah Islam merupakan harta yang tak ternilai harganya bagi seorang Muslim. Sebab, ia adalah pangkal dari seluruh keluhuran dan kebajikan. Tanpa iman, manusia laksana bangkai hidup yang tak memiliki nilai dan harga sedikitpun. Atas dasar itu, Allah dan Rasul-Nya telah mewajibkan seorang Muslim untuk menjaga aqidahnya dengan sungguh-sungguh dalam keadaan dan kondisi bagaimanapun. Aqidah Islam menjadi prasyarat amal perbuatan manusia diterima Allah SWT. Tanpa iman, perbuatan sebanyak dan sebaik apapun tidak akan mendapatkan balasan dari Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : Orang-orang kafir itu, amal-amal mereka laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi jika ia mendatanginya, ia tidak mendapati apapun (QS an-Nur [24]: 39).Ayat ini menjelaskan bahwa perbuatan orang-orang kafir tidak akan mendapatkan balasan dari Allah SWT kelak di akhirat karena perbuatan mereka tidak didasarkan pada keimanan.
Demikian pentingnya posisi aqidah dalam Islam, karenanya sebagai seorang muslim berkewajiban untuk selalu menjaga aqidahnya dan aqidah umat tetap lurus, menghilangkan semua halangan yang bisa membawa umat kepada kesesatan. Di sinilah kita berperan besar untuk membendung arus liuberalisasi yang bisa mengotori aqidah umat.
Membendung Liberalisasi
Dalam pandangan Islam, paham Pluralisme Agama jelas-jelas merupakan paham syirik modern, karena menganggap semua agama adalah benar. Padahal Allah SWT telah menegaskan bahwa hanya Islam agama yang benar dan diterima Allah SWT. “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imran: 19). “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 85).
Keyakinan akan kebenaran diinul Islam sebagai satu-satunya agama yang benar dan diridhai Allah adalah konsep yang sangat mendasar dalam Islam. Karena itu, para cendekiawan dan ulama perlu menjadikan penanggulangan paham syirik modern ini sebagai perjuangan utama, agar jangan sampai di masa mendatang lagi paham ini menguasai wacana pemikiran dan pendidikan Islam di Indonesia, sehingga akan lahir dosen-dosen, guru-guru agama, para da’i, khatib, atau kiyai yang mengajarkan paham persamaan agama ini kepada anak didik dan masyarakat. Naudzubillaah …
Di sinilah kita sebagai seorang muslim berkewajiban harus selalu waspada, menolak dan sekaligus membendung terhadap upaya musuh-musuh Islam dan antek-anteknya yang berupaya keras untuk menjauhkan umat Islam dari aqidah dan pemikirannya yang lurus. Disertai dengan terus menanamkan aqidah Islam yang lurus, memahamkan dan mencerdaskan keluarga dan umat dengan pemikiran Islam Kaaffah, sehingga tidak mudah tergoyahkan oleh upaya liberalisasi yang diusung oleh musush-musuh Islam.
Dalam interaksi keluarga, menjadikan rumah sebagai tempat dan sarana untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian islami pada diri anak. Dengan itu anak mampu membentengi dirinya dari pengaruh-pengaruh buruk yang ada di sekitarnya. Dibarengi pula dengan membangun relasi islami di antara anggota keluarga dan lingkungan sekitar dengan cara menerapkan syariah Islam dalam lingkup individu dan keluarga; juga bersama keluarga-keluarga lain bahu-membahu menciptakan suasana Islam serta menegakkan amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah keluarga dan lingkungan sekitar.
Negara pun harus berperan aktif dan turut campur dalam melindungi aqidah umat dari setiap upaya yang ditujukan untuk menggerus, menistakan dan melenyapkan aqidah Islam. Salah satu peran aktif dalam menjaga akidah umat adalah menerapkan sanksi bagi siapa saja, baik kelompok maupun individu, yang ingin merusak kesucian dan eksistensi aqidah Islam. Semua ini hanya mungkin dilakukan jika syariah Islam diterapkan secara total dalam sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah ’ala minhâj an-Nubuwwah. Karenanya berjuang menegakkan khilafah Islamiyyah menjadi agenda kita hari ini.
KHATIMAH
Sesungguhnya Allah telah memberi kabar gembira bahwa agama Islam adalah unggul diatas agama lainnya.Firman Allah SWT dalam surat At-Taubah 32-33 :
يُرِيدُونَ أَن يُطْفِؤُواْ نُورَ اللّهِ
بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللّهُ إِلاَّ أَن يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ
الْكَافِرُونَ* هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ
لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Karenanya kita wajib berpegang teguh pad atali agama Allah yang kokoh, dan mengemban risalah-Nya serta berjuang untuk tegaknya Khialafah kembali. Khilafah yang akan menyatukan umat Islam dalam satu Negara, dan akan menyebarkan Islam ke segala penjuru dunia. Khilafah akan menghancur leburkan kekufuran dan sarana-sarananya untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Wallahu a’lam bishshawwab.