Disertasi Halalkan Zina, buah Liberalisasi

Beberapa waktu belakangan ini, umat Islam di seluruh penjuru Indonesia dihebohkan dengan pemikiran yang menyatakan bahwa hubungan seksual di luar nikah, dengan syarat-syarat tertentu baik sudah menikah atau belum menikah adalah halal. Sontak pernyataan ini membuat gerah dan menuai kritik umat Islam dari kalangan awam hingga terpelajar … dari kalangan grassroot hingga para pemuka agama. Betapa tidak ? Selama ini kaum muslimin sangat paham bahwa hubungan suami istri hanya boleh dilakukan oleh pasangan yang terikat dengan status pernikahan, selain itu haram. Benar, bahwa hal ini bisa dilakukan oleh seorang laki-laki dengan budak yang dimilikinya, hanya saja saat ini budak tidak ada sehingga tidak relevan pula pemikiran ini diterapkan pada kasus budak.
Adalah Abdul Azis, dosen Fakultas Syariah UIN Surakarta. Dia menulis disertasi untuk mendapat gelar doktor di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, berjudul “Konsep Milk Al-Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual “. Ia menulis disertasinya berangkat dari keprihatinan fenomena kriminalisasi terhadap hubungan seksual di luar nikah, karenanya ia coba tawarkan solusi secara akademis. Katanya, “Diharapkan dari penelitian itu bermanfaat. Tentu kalau mau memakai, namanya juga usulan. Kalau tidak, ya tidak apa-apa. Ini bukan fatwa.” (https://wartakota.tribunnews.com/2019/09/06).
Sesungguhnya kasus ini bukan yang pertama, masih segar dalam ingatan kita, pendapat yang cukup viral juga seperti pendapat bahwa semua agama benar sebagaimana yang dilontarkan oleh pengusung Islam Moderat atau pendapat tidak boleh menyebut kafir kepada penganut agama selain Islam. Menurut Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj, istilah kafir tidak ada dalam sistem kewarganegaraan dalam negara dan bangsa. Maka setiap warga negara memiliki hak yang sama di mata konstitusi. Maka yang ada adalah non-Muslim, bukan kafir. Jelas pendapat ini bertentangan dengan Al-Qur’an, bahwa Innaddiina ‘indallahi Al-Islaam bahwa Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam. Dalam QS Al-Bayyinah jelas-jelas disebutkan :  “ … Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik . . .” (QS 98:1).

Menuai Kritik
Jika kita cermati, dari latar belakang penulisan disertasi inipun sesungguhnya telah sangat jelas tidak akan bisa memberikan solusi terkait perzinahan, justru sebaliknya akan berakibat munculnya seks bebas. Dan seks bebas bagaimanapun akan memunculkan banyak permasalahan baru, kerusakan moral di tengah masyarakat, ketidakjelasan nasab anak dan sebagainya. Terlebih lagi, telah sangat jelas dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah bahwa hubungan seksual di luar nikah baik dilakukan oleh orang yang sudah menikah atau belum adalah haram dan tidak ada perbedaan pendapat tentang hal ini, karena dalilnya qoth’iy. Wajar jika pada akhirnya menuai kontra dari berbagai pihak.Dewan Pimpinan MUI menyatakan, hasil penelitian Abdul Aziz bertentangan dengan Alquran dan masuk dalam kategori pemikiran yang menyimpang. Konsep hubungan di luar pernikahan menurut MUI tidak sesuai diterapkan di Indonesia karena mengarah kepada praktik seks bebas yang bertentangan dengan tuntunan ajaran agama dan norma-norma.
Walaupun akhirnya Abdul Azis meminta maaf dan akan merevisi disertasinya, tapi telah jelas bagi kita bahwa negeri ini memberikan kebebasan kepada seseorang untuk berpendapat, apakah pemikirannya ini lurus atau tidak, selama tidak menganggu ‘stabilitas pihak yang berkuasa’, maka tidak menjadi masalah. Padahal telah sangat nyata pendapat dan pemikirannya menyimpang dari Al-Qur’an dan As Sunnah bahkan akan membawa kerusakan yang dahsyat bagi rakyat. Demikian halnya pendapat kafir tidak sama dengan non muslim. Padahal ini adalah prinsip aqidah yang mesti dipahami oleh setiap Muslim.
Sampai detik ini, penguasa dan pihak-pihak yang berwenang diam saja … Sangat berbeda perlakuan mereka terhadap upaya penyebaran pemahaman Islam yang lurus, telah sangat nyata persekusi terhadap penyeru ide khilafah dan Islam kaaffah. Liberalisasi pemikiran telah sedemikian rupa mencengkeram umat Islam di negeri ini.

Meluruskan pandangan
Demokrasi liberal dengan ciri khasnya, empat kebebasan — kebebasan beraqidah, kebebasan berpendapat, kebebasan berkepemilikan dan kebebasan bertingkah laku – yang dengan kuat mencengkram negeri ini, menjadikan seseorang bebas berpendapat, bebas menyampaikan pemikirannya sesuai hawa nafsunya, tanpa berpikir apakah pemikirannya itu sesat atau menyesatkan orang lain atau tidak, memberikan dampak buruk di tengah-tengah masyarakat atau tidak. Selama tidak mengganggu kebebasan orang lain sah-sah saja. Inilah yang sesungguhnya membahayakan umat. Betapa tidak ? Kita ambil satu contoh pemikiran Abdul Azis saja : Zina dihalalkan bagi sudah menikah atau belum. Dari satu sisi jelas ini bertentangan dengan Islam. Karena Islam mengharamkan zina, sangat jelas dalilnya bahwa pelakunya akan dijilid 100 kali bagi belum menikah : QS An-Nuur 2), sedangkan bagi sudah menikah akan dikenai hukuman rajam (HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah). Dari sini bisa kita simpulkan, bahwa pemikiran ini menghalalkan apa yang diharamkan Allah !!! Na’udzubillah. Belum lagi jika pemikiran ini dianut oleh kaum muslimin, maka akan nampak jelas keruskannya … pergaulan akan semakin bebas, nasab anak yang tidak jelas dsb akan semakin merajalela dst
Berbeda dengan Islam, sebagai diin yang sempurna Islam tidak membiarkan tersebarnya pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Setiap orang boleh memberikan pendapatnya bahkan berkewajiban untuk mengoreksi penguasa selama tidak bertentangan dengan aqidah dan hukum-hukum Islam. Islam memandang bahwa aqidah dan syariah Islam adalah perkara penting yang harus ada dan tetap eksis di tengah-tengah masyarakat. Negara adalah institusi yang bertugas mewujudkan pandangan ini. Atas dasar itu, negara tidak akan mentoleransi pemikiran, paham, aliran atau sistem hukum yang bertentangan dengan akidah dan syariah Islam. Negara juga tidak akan mentoleransi perbuatan-perbuatan yang menyalahi akidah dan syariah Islam, semacam free sex, perzinahan, kebebasan berpendapat dan lain sebagainya.

KHATIMAH
Telah sangat jelas, bahwa liberalisasi pemikiran mengancam dan membahayakan umat. Karenanya, umat Islam harus melawan arus liberalisasi yang semakin menjadi, yaitu dengan merombak cara berfikir umat agar tidak teracuni oleh nilai-nilai kebebasan yang membahayakan. Untuk menangkal bahaya liberalisasi yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam, maka kaum muslim harus berupaya menguatkan kerja sama elemen masyarakat lebih terarah, terus-menerus memberantas upaya liberalisme baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun negara. Di samping itu terus menyerukan kepada tokoh-tokoh masyarakat, ulama untuk bersama-sama menjelaskan kepada umat tentang kerusakan dan bahaya-bahaya ide liberalisasi. Yang penting juga adalah membangkitkan semangat memperjuangkan syariah dan khilafah karena hanya dengan khilafahlah kehancuran dan kehinaan umat Islam akan bisa diselamatkan dari tekanan dan ancaman musuh-musuh Islam.

Wallahu a’lam bishshawwab.