Oleh : Dr. Rohmah
إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Yusuf ayat 40)
Sebanyak 575 wakil rakyat diambil sumpahnya dalam pelantikan anggota DPR periode 2019 – 2024 Selasa, 1 Oktober 2019. Puan Maharani terpilih sebagai Ketua DPR RI Periode 2019-2024. Berkaitan dengan pembuatan undang-undang, Puan mengatakan, bahwa di bawah kepemimpinannya, DPR tidak akan banyak menghasilkan undang-undang. “Saya ingin kerja yang produktif, tapi tidak banyak undang-undang. Terpenting produknya matang…”(https://nasional.kompas.com).
Kewajiban Manusia Mentaati Peraturan & Undang-Undang, bukan Membuatnya
Demokrasi lahir dari akidah sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Rakyat sebagai sumber kedaulatan. Karenanya rakyatlah yang berhak membuat undang-undang, diwakili oleh anggota DPR /MPR yang dipilih berdasarkan suara mayoritas. Tuhan tidak mempunyai hak untuk membuat undang-undang dan peraturan. Sekalipun undang-undang/peraturan itu bertentangan dengan agama manapun, tetap bisa disahkan asal didukung suara mayoritas rakyat, seperti peraturan yang melegalkan zina, judi, narkoba dan perbuatan-perbuatan maksiat yang lain.
Berbeda dengan akidah Islam yang mengatur semua urusan, baik urusan dunia seperti ekonomi, politik dan negara, maupun urusan akhirat semisal ibadah, maka dalam Islam hanya Allah yang berhak membuat undang-undang dan peraturan. Firman Allah dalam QS. Yusuf ayat 40:
إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”
Imam Jalaluddin menafsirkan keputusan/hukum/undang-undang itu hanyalah kepunyaan Allah saja. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia/ orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa yang demikian itu akan mengantarkan kepada azab, karena menyekutukan dan karena membuat hukum/peraturan/undang-undang.(Imam Jalaluddin, Tafsir Jalalain surat Yusuf ayat 40)
Sedang Ibn Abbas menafsirkan keputusan/hukum/peraturan berkaitan dengan perintah dan larangan, baik berkaitan dengan urusan dunia maupun urusan akhirat, itu hanyalah kepunyaan Allah, bahwa perkara tersebut semuanya ada dalam kitabNya. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama tauhid- agama yang lurus yang diridhoiNya yaitu agama Islam, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Ibn Abbas, Tanwir Miqbas-tafsir QS.Yusuf ayat 40).
Berkaitan dengan yang berhak membuat hukum/peraturan/undang-undang hanya Alloh SWT juga terdapat dalam QS. al An‘am ayat 57
إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِۖ يَقُصُّ ٱلۡحَقَّۖ وَهُوَ خَيۡرُ ٱلۡفَٰصِلِينَ
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik“.
Ibn Abbas menafsirkan menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya, yang memutuskan dengan adil dan memerintahkan dengan benar dan Dia Pemberi keputusan/keketapan/hukum yang paling baik (Tanwir Miqbas-tafsir surat Al an’am; 57).
Sementara Ibn Abdussalam menafsirkan menetapkan hukum (berpahala atau mendapat siksa), juga dalam membedakan yang benar dari yang salah itu hanyalah hak/wewenang Allah. Dia menerangkan/ menyempurnakan kebenaran dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik. (Tafsir Ibn Abdussalam, Tafsir QS. Al an’am ayat 57).
Demikianlah Alquran menegaskan bahwa yang berhak membuat hukum hanyalah Allah SWT. Disamping itu manusia yang serba terbatas tidak akan mampu membuat hukum yang paling cocok bagi semua manusia, yang menentramkan hati, memuaskan akal dan sesuai dengan fithrah manusia. Begitu pula manusia tidak akan mampu membuat hukum yang menjamin keadilan, mengantarkan kesejahteraan dan kebahagiaan dunia-akhirat.
Adapun tugas manusia adalah menerapkan hukum Allah dalam urusan apapun. Karena bersumber dari Alquran dan Hadis, maka kita percaya bahwa itu kebenaran dari Allah yang akan membawa kemashlahatan, kesejahteraan dan kebahagiaan dunia-akhirat. Baik kemaslahatan yang mungkin akal kita mampu melihatnya maupun tidak. Sehingga sikap kita terhadap hukum Allah adalah sami’na wa atha’na (aku mendengar dan aku taat).
Kepatuhan, ketundukan dan ketaatan kaum muslimin sudah selayaknya hanya diberikan kepada Allah semata. Bukankah setiap hari mereka berjanji dalam shalatnya untuk tunduk dan patuh kepada hukum Allah. Mereka berkata:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ.
Hanya kepada-Mulah kami menyembah, dan hanya kepada kepada-Mulah kami meminta pertolongan, maksudnya kami mengkhususkan hanya kepada-Mu beribadah yaitu mentauhidkan-Mu dan tidak kepada yang lain, kami memohon pertolongan dalam masalah ibadah dan lainnya. (Jalaluddin, Tafsir Jalalain QS Alfatihah Juz I, hlm 4).
Sifat dari peraturan Islam adalah mampu menyelesaikan kebutuhan manusia dan mampu menyelesaikan permasalahan manusia secara tuntas, tanpa menimbulkan masalah yang lain. Hal ini karena aturan yang diciptakan sesuai dengan kebutuhan manusia, fithrah dan kodrat manusia. (Taqiyuddin An Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam, Bogor, Pustaka Thariqul Izzah, 1993, hlm. 99-107).
Dari sinilah akan muncul kepuasan akal, ketentraman hati dan ketenangan jiwa. Inilah peraturan/hukum yang mampu mengantarkan masyarakat menjadi masyarakat yang luhur dan mulia yang terjaga dari nilai-nilai yang merusak masyarakat. (Muhammad Husain Abdullan, Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam, Bogor, Pustaka Thariqul Izzah, 2002, hlm 81-84).
Dengan demikian hanya dengan peraturan hukum Allah yang mampu mengantarkan kepada kemaslahatan, kesejahteraan dan kebahagiaan dunia-akhirat. Mari kita renungkan QS. Almaidah; 50:
أَفَحُكۡمَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ يَبۡغُونَۚ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكۡمٗا لِّقَوۡمٖ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki,(hukum) siapakah yang lebih baik dari (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin.