Crosshijaber

Pertanyaan dari ibu Atika Medan

Assalamu’alaikum.wr.wb. Ustadzah,..akhir2 ini ramai berita tentang cross hijaber. Ini  terjadi tidak hanya di kota besar tapi merata di semua daerah baik dengan alasan karena senang saja dengan cross hijabers atau untuk tindak kejahatan. Apa sebenarnya cross hijaber itu? Bagaimana pandangan Islam terhadap fenomena cross hijaber ini.  Sebenarnya Bagaimana hukum laki2 menyerupai wanita Baik untuk tindak kejahatan maupun untuk alasan kebaikan ( misal polisi menyamar untuk menangkap penjahat dll). Dan bagaimana dampak negatif nya bagi masyarakat khususnya para muslimah?

Jawab:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh. Ibu Atika yang dirahmati Allah, cross hijaber adalah sekumpulan laki-laki yang berpakaian muslimah, bahkan lengkap berupa gamis(jilbab), kerudung dan cadar.  Secara sempurna mereka meniru penampilan perempuan muslimah dalam berbusana sehingga sekilas mereka tidak ada bedanya dengan muslimah yang berpakaian sesuai syariah.

Ibu Atika yang dirahmati Allah…, Islam dengan tegas melarang laki-laki menyerupai perempuan demikian juga sebaliknya, perempuan pun haram meniru laki-laki.  Baik menyerupai dalam  gaya bicara, sikap, dan penampilan, maupun mengenakan pakaian yang dikhususkan untuk perempuan, semuanya termasuk perbuatan yang diharamkan dalam Islam.  Para pelakunya dilaknat oleh Allah dan Rasul saw  dan pasti akan mendapatkan adzab berat di akhirat.  Tidak sedikit hadits Nabi saw yang mengabarkan keharamannya.  Diantaranya adalah hadits yang terdapat dalam Musnad Imam Ahmad  yang menyebutkan:

لَعَنَ اللَّهُ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ



Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai laki-laki(HR. Ahmad no. 3151, 5: 243. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari).

Bukan hanya Allah yang melaknat laki-laki berpenampilan seperti perempuan dan sebaliknya, Baginda Rasul juga sama melaknat mereka. Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki(HR. Bukhari no. 5885).

Lafadz Allah dan Rasulullah melaknat mengandung makna celaan keras yang mengindikasikan bahwa perbuatan tersebut tergolong kemaksiatan yang diharamkan.

Sebuah perbuatan yang sudah jelas diharamkan maka tidak boleh dilakukan sekalipun niatnya untuk kebaikan seperti yang ibu contohkan: seorang polisi laki-laki memakai jilbab dengan maksud untuk menangkap penjahat.  Dalam khazanah syariah Islam ada kaidah yang sudah mashur di kalangan ahli fiqh:

الْغَايَةُ لاَ تُبَرِّرُ الْوَسِيْلَةَ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ

Tujuan tidak membolehkan wasilah (cara) kecuali dengan dalil

Berdasarkan kaidah tersebut maka sekedar niat baik saja tidak bisa menjadikan perkara haram menjadi boleh dilakukan, kecuali jika ada dalil yang menjelaskannya.  Sebagai contoh: Berbohong merupakan perbuatan yang sudah jelas keharamannya, namun dalam kondisi tertentu pelakunya tidak dikatakan sebagai pembohong seperti yang disampaikan Rasulullah saw dalam hadits berikut:

لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ ويَقُولُ خَيْرًا ويَنْمِي خَيْرًا

Bukanlah pembohong orang yang mendamaikan antara manusia, ia berkata baik dan menaburkan kebaikan “ (HR. al-Bukhâri no. 2692 dan Muslim no. 6799).

Dalam masalah laki-laki menyerupai perempuan tidak ada satu pun dalil yang membolehkannya dengan alasan apapun.  Karenanya hukumnya tetap haram.

Munculnya fenomena cross hijaber ini sudah memunculkan keresahan dan kekhawatiran di tengah masyarakat terutama para muslimah.  Dengan tampilannya yang persis perempuan, mereka bebas keluar masuk wilayah khusus kaum hawa seperti kamar mandi dan toilet umum, bahkan merekapun tak segan-segan bergabung dalam barisan sholat perempuan.  Inilah yang memicu keresahan.  Kekhawatiran akan terlihatnya aurat oleh laki-laki bukan mahramnya dan ketakutan atas ancaman kejahatan oleh para cross hijaber yang sengaja menyusup ke tempat perempuan untuk melancarkan niat buruknya.  Karenanya ada beberapa hal yang penting kita fahami:

Pertama, jika fenomena ini hanya didorong trend untuk simbol komunitas maka bisa dianggap pelecehan dan  mempermainkan salah satu hukum Allah.  Memakai jilbab bagi seorang muslimah adalah kewajiban, keikhalasan untuk mengenakannya merupakan bukti ketataannya terhadap perintah Rabb nya dan cerminan dari keimanannya. 

Kedua, andai dilakukan oleh para lelaki yang ingin diakui sebagai perempuan sehingga menunjukkan sikap dan gaya perempuan, maka bisa tergolong penyimpangan seksual yang jelas-jelas diharamkan dalam Islam.

Ketiga, patut diwaspadai juga jika fenomena ini sengaja dilakukan sebagai kedok untuk memudahkan aksi kejahatan terutama di tengah kaum hawa.  Jika fenomena ini tidak segera dihentikan maka akan terus menyebar keresahan di tengah masyarakat.  Bahkan bukan tidak mungkin akan muncul kecurigaan terhadap siapapun yang memakai jilbab sempurna.  Akibat selanjutnya ada orang yang merasa terancam jika berdekatan dengan para pemakai jilbab dan sebaliknya perempuan muslimah yang berjilbab karena ketaatan tidak mendapati kenyamanan dalam pergaulan di tengah masyarakat.  Orang yang lemah imannya bisa saja mengatakan dengan alasan kenyamanan tidak mengapa menanggalkan jilbab.   Keresahan dan kekhawatiran yang berkepanjangan bisa berubah menjadi terror yang bukan saja mengancam keamanan masyarakat, namun lebih berbahaya lagi  jika mencabut ketaatan terhadap syariat.  Penerapan syariat yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam justru dihalang-halangi  dan dituduh akan mengganggu kenyamanan dan mengancam keamanan.

Ibu Atika yang dirahmati Allah.., semoga Allah segera menghentikan fenomena cross hijaber ini, membongkar motif di baliknya, serta memberikan kemampuan kepada kita untuk mengambil  salah satu ibrahnya yakni selalu waspada terhadap makar yang akan senantiasa dibuat musuh-musuh Allah untuk menghadang penegakkan syariah kaffah di muka bumi.  Wallahu A’lam []