Mencari Pemimpin yang Layak Ditaati dan Dicintai

  • Hadis

Dari ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ ». قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ « لاَ مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلاَةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلاَتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلاَ تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ

Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendo’akan kalian dan kalian pun mendo’akan mereka. Sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” Kemudian ada yang berkata, ”Wahai Rasulullah, tidakkah kita menentang mereka dengan pedang?”   Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah-tengah kalian. Jika kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang kalian benci, maka bencilah amalannya  dan janganlah melepas ketaatan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1855)

Euforia pelantikan presiden dan wapres RI periode 2019-2024 masih terasa di berbagai media massa.  Namun di dunia nyata, pelantikan kali ini terasa hambar.  Masyarakat cenderung tidak peduli, sementara di lokasi pelantikan yang tampak justru ketegangan dengan disiagakannya sekitar 30.00 personal gabungan Polri dan TNI. Di medsos, muncul gerakan #MatikanTVSeharian. Tagar tersebut sempat menempati posisi pertama di daftar trending topic Twitter Indonesia. Hingga Minggu pukul 17.47, hashtag tersebut sudah dikicaukan tak kurang dari 19.000 kali (https://www.solopos.com/matikantvseharian-trending-netizen-setelah-hidupin-tv-presidennya-tetep-sama-1025971).

Tampak jelas, bagaimana rakyat saat ini sudah kehilangan kepercayaan terhadap sang pemimpin.  Himbauan untuk menyambut presiden baru dengan kegembiraan ditanggapi apatis, bahkan konser musik yang diadakan untuk memeriahkan pelantikan tersebut, sepi dari pengunjung.  Berbeda sekali dengan sambutan masyarakat terhadap presiden yang sama di tahun 2014, ketika masyarakat masih menaruh harapan besar akan kepemimpinannya.

Dalam Islam, banyak kita temukan aturan-aturan yang jelas tentang pemimpin dan kepemimpinan, terutama dalam hadist-hadist Rasulullah saw.  Banyaknya pembicaraan tentang pemimpin ini menjelaskan bahwa Islam juga mengatur masalah politik dan pemerintahan, bukan sekedar masalah aqidah, ibadah, dan akhlak saja.

Salah satu hadist tentang kepemimpinan adalah hadist yang diriwayatkan Imam Muslim di atas.  Asy-Syaukani di dalam Nayl al-Awthâr menjelaskan, hadis ini merupakan dalil disyariatkannya mencintai pemimpin dan mendoakan mereka. Pemimpin yang mencintai dan dicintai rakyat, mendoakan dan didoakan oleh rakyat merupakan pemimpin yang paling baik. Sebaliknya, pemimpin yang membenci dan dibenci rakyat, mencaci dan dicaci oleh rakyat, termasuk pemimpin yang paling buruk. Sebaliknya, tatkala kezaliman dan caciannya kepada rakyat menyebabkan rakyat menyalahinya dan berkata buruk tentang dia, maka dia termasuk seburuk-buruk pemimpin.

Dari hadist ini, seorang pemimpin seharusnya dapat melakukan muhasabah terhadap dirinya, apakah ia termasuk pemimpin yang baik atau tidak, yaitu dengan melihat bagaimana tanggapan umat terhadap kepemimpinannya.  Apakah rakyat banyak mencelanya, memprotes kebijakannya, mendoakan keburukan baginya? Jika ya, layak sang pemimpin segera membenahi diri agar tidak masuk dalam kategori pemimpin zalim yang diancam Allah melalui hadist Rasulullah saw :

وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ

Orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah seorang pemimpin yang zalim.” (HR. Tirmidzi).

Teks hadis ini juga menjelaskan tidak bolehnya memerangi pemimpin dan mencabut kekuasaannya selama ia masih menegakkan shalat di tengah kaum Muslim. Frasa mâ aqâmû fîkum ash-shalâh (selama dia masih menegakkan shalat di tengah kalian) maksudnya bukan selama pemimpin masih menjalankan shalat. Frasa tersebut merupakan majaz (kiasan) menggunakan uslûbithlâq al-juz’i wa irâdah al-kulli (menyebutkan sebagian, sedangkan yang dimaksud adalah keseluruhan). Maksud frasa itu adalah, selama masih menegakkan Islam, yakni selama masih menerapkan hukum-hukum Islam. Sebab, dalam Islam, wali, yaitu pemimpin yang diangkat oleh khalifah, yang wewenangnya umum tanpa mencakup masalah finansial disebut wâliy ash-shalâh, sedangkan yang khusus masalah finansial disebut wâliy ash-shadaqah.

Dengan demikian, pemimpin yang kita tidak diperbolehkan melepas ketaatan darinya adalah pemimpin yang menerapkan hukum Islam, bukan pemimpin yang menerapkan hukum kapitalis atau sekuleris.

Nabi saw bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَإِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعٌ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا مَا أَقَامَ لَكُمْ كِتَابَ اللَّهِ

 “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah meskipun kaliau dipimpin oleh hamba sahaya dari habasyi, dengar dan taatilah dia selama memimpin kalian dengan kitabullah.” (HR. Tirmidzi, no. 1706, Nasa’i, 7/154, Ibnu  Majah, no. 2328, Ahmad, 6/402 dan Al-Hakim, 4/206, ia berkata hadis shahih dan dishahihkan juga oleh Al-Albani).