Khilafah, dalam Pandangan Ulama Imam Mazhhab

Oleh :  Najmah Saiidah

Beberapa tahun terakhir,  kata khilafah semakin menggaung di negeri kita. Jika pada awalnya beberapa kalangan menyampaikan suara sumbang tentang khilafah, menganggap bahwa upaya penegakkan khilafah adalah mimpi dan berpandangan bahwa khilafah tidak layak ditegakkan saat ini.  Bahkan ada yang menganggap bahwa khilafah hanya romantisme sejarah.  Tapi dakwah khilafah adalah ajaran Islam dan khilafah adalah janji Allah terus diaruskan ke tengah-tengah umat, bahkan semakin deras dengan memanfaatkan berbagai sarana, baik kajian-kajian MT, kontak individual dan media sosial, dengan idzin Allah umat Islam menjadi tidak asing lagi dengan istilah khilafah, bahkan semakin banyak orang penasaran dengan istilah khilafah.  Apa sih khilafah, ada apa dengan khilafah, dan mengapa orang-orang yang menyerukan khilafah diancam dan dipersekusi ? Dan banyak lagi pertanyaan lainnya tentang khilafah.   Tentu saja kondisi ini tidak disia-siakan, menjadi kesempatan baik bagi para pengemban dakwah yang ikhlas untuk mendakwahkan pemahaman yang benar tentang khilafah Islamiyyah ke tengah-tengah masyarakat. Dan pada akhirnya … berkat pertolongan Allah, semakin banyak umat Islam dari berbagai kalangan yang mengenal khilafah. Istilah khilafah tidak lagi menjadi istilah yang asing di tengah-tengah umat. Semakin banyak umat Islam dan tokoh umat paham tentang khilafah dan tidak sedikit yang ikut mengopinikan dan memperjuangkannya di tengah-tengah umat.  Alhamdulillaah …

Hanya saja, pihak-pihak yang tidak menghendaki tegaknya sistem Islam, tidak tinggal diam. Mereka terus berupaya mengaburkan pandangan umat Islam tentang khilafah. Memunculkan keragu-raguan tentang konsep khilafah, bahkan penguasa melakukan persekusi terhadap mahasiswa, ASN bahkan ulama atau ustadz yang menyuarakan lantang khilafah. Menkopolhukam Mahfud MD mengopininikan bahwa ia menjamin tidak ada sistem negara khilafah dalam Islam. “Yang ada itu prinsip khilafah, dan itu tertuang dalam Al Qur’an”.  Dalam Al Quran yang dimaksud khilafah adalah negara yang memiliki pemerintahan. Namun, Islam tidak mengajarkan soal sistem. “Artinya setiap negara bisa menentukan sendiri sistem pemerintahannya.”https://nasional.tempo.co/read/1264909/ acara-kahmi-mahfud-md-tak-ada-sistem-negara-khilafah-di-quran/26 Oktober 2019. 

Hal ini tentu saja tidak boleh menyurutkan langkah kita untuk terus berupaya memberikan pemahaman yang benar tentang khilafah ke tengah-tengah umat, sehingga umat semakin cerdas dan paham tentang khilafah. Tidak mudah dikelabui oleh mulut manis yang bisa meruntuhkan pemahaman yang sudah dibangun. Karenanya dalam kesempatan ini kita akan bahas kembali tentang khilafah, tentu saja dengan lebih detil.

Khilafah Bagian dari Ajaran Islam

Kewajiban mendirikan khilafah di muka bumi ini sangat rinci dalil-dalinya secara syar’iy, dalam Al-Qur’an dan hadits, sedangkan sistemnya sangat jelas sebagaimana yang direalisasikan oleh Rasulullah SAW dan khulafaur Rasyidiin serta para khalifah setelahnya.  Di dalam al-Quran  an-surat an Nisa` (4) ayat 59; QS al-Maidah (5) ayat 48 menjelaskan tentang keharusan ditegakkan hukum Allah dan taat kepada ulil amri, ini menujukkan keharusan ditegakkannya sistem Islam melalui institusi khilafah.  Selain itu Allah SWT berfirman:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً…

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sungguh Aku akan menjadikan di muka bumi khalifah…” (TQS al-Baqarah [2]: 30).

Saat menafsirkan ayat di atas, Imam al-Qurthubi menyatakan bahwa wajib atas kaum Muslim untuk mengangkat seorang imam atau khalifah. Ia lalu menegaskan, “Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat khalifah) tersebut di kalangan umat dan para imam mazhab; kecuali pendapat yang diriwayatkan dari al-‘Asham (yang tuli terhadap syariah, red.)” (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 1/264).

Kata khilâfah banyak dinyatakan dalam hadits,  “Sesungguhnya (urusan) agama kalian berawal dengan kenabian dan rahmat, lalu akan ada Khilafah dan rahmat” (HR al-Bazzar).

مَنْ مَاتَ وَ لَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً

Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada imam/khalifah), maka ia mati jahiliah.” (HR Muslim).

إِذَا بُوْيِعَ لِخَلِيْفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الآخِرَ مِنْهُمَا

“Jika dibaiat dua orang khalifah maka perangilah yang terakhir dari keduanya.” (HR Muslim)

Berdasarkan hadits di atas, menurut Syaikh ad-Dumaiji, mengangkat seorang imam (khalifah) hukumnya wajib (Ad-Dumaiji, Al-Imâmah al-‘Uzhma ‘inda Ahl as-Sunnah wa al-Jamâ’ah, hlm. 49).  Imam an-Nawawi berkomentar, “Jika dibaiat seorang khalifah setelah khalifah (sebelumnya), maka baiat untuk khalifah pertama sah sehingga wajib dipenuhi, sementara baiat untuk ‘khalifah’ kedua batal sehingga haram dipenuhi… Inilah pendapat yang benar menurut jumhur ulama.” (An-Nawawi, Syarh an-Nawawi ‘ala Shahîh Muslim, 12/231).

Jelaslah bahwa Khilafah adalah bagian dari ajaran Islam sebagaimana shalat, puasa, zakat, haji, dan lainnya. Apalagi menegakkan Khilafah adalah wajib menurut syariah Islam. Bahkan Khilafah merupakan “tâj al-furûd (mahkota kewajiban)”. Pasalnya, tanpa Khilafah—sebagaimana saat ini—sebagian besar syariah Islam di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, pemerintahan, politik, politik luar negeri, hukum/peradilan, dsb terabaikan. 

Pandangan Ulama Mazhhab tentang Khilafah

Khilafah sesungguhnya bukanlah istilah asing dalam khasanah keilmuwan Islam, hal ini dibuktikan dengan beberapa pendapat dari kalangan ulama. Syekh Taqiyyuddin an Nabhani menyatakan bahwa Khilafah adalah kepemimpinan umum atas seluruh kaum Muslim di dunia untuk menerapkan syariah dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. (Al-‘Allamah al-Qadhi Taqiyuddin an-Nabhani, Nidzam al-Hukmi fi al-Islam hal. 34). Sedangkan menurut Wahbah az-Zuhaili, “Khilafah, Imamah Kubra dan Imarah al-Mu’minin merupakan istilah-istilah yang sinonim dengan makna yang sama.” (Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, 9/881). Dr. Mahmud al-Khalidi, dalam disertasinya di Universitas al-Azhar, Mesir, menyatakan, “Khilafah adalah kepemimpinan umum atas seluruh kaum Muslim di dunia untuk menerapkan syariah dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.” [Al-Khalidi, Qawâ’id Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 226].

Bahkan, pada dasarnya di kalangan ulama mazhhab terdahulu pun tidak pernah berselisih pendapat mengenai kewajiban mengangkat seorang imam/khalifah yang bertugas melakukan tugas ri’ayah syuun al-ummah (pengaturan urusan umat).

Mazhhab Maliki, ulama besar Al-Qurthubi salah satu ulama mazhhab Maliki, ketika menjelaskan tafsir surah al-Baqarah ayat 30, menyatakan, “Ayat ini merupakan dalil paling mendasar tentang kewajiban mengangkat seorang imam/khalifah yang wajib didengar dan ditaati, untuk menyatukan pendapat serta melaksanakan hukum-hukum khalifah. Tidak ada perselisihan pendapat tentang kewajiban tersebut di kalangan umat Islam maupun di kalangan ulama (Imam al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 1/264-265).

Mazhhab Syafi’i, Al-’Allamah Abu Zakaria an-Nawawi, dari kalangan ulama mazhab Syafii, mengatakan, “Para imam mazhab telah bersepakat, bahwa kaum Muslim wajib mengangkat seorang khalifah.” (Imam an-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim, XII/205).Ulama lain dari mazhab Syafii, Imam al-Mawardi, dalam kitabnya, al-Ahkam as-Sulthaniyyah wa al-Wilayat ad-Diniyyah menyatakan, “Imamah/Khilafah dibuat untuk menggantikan kenabian dalam menjaga agama dan mengurus dunia.” Ia  juga menyatakan, “Menegakkan Imamah (Khilafah) di tengah-tengah umat merupakan kewajiban yang didasarkan pada Ijmak Sahabat. (Imam al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 3 dan 5).

Mazhhab Hanafi, Imam ‘Alauddin al-Kasani, ulama besar dari mazhab Hanafi menyatakan, “Sesungguhnya mengangkat imam agung (khalifah) adalah fardhu. Tidak ada perbedaan pendapat di antara ahlul haq mengenai masalah ini. Penyelisihan oleh sebagian kelompok Qadariah mengenai masalah ini sama sekali tidak bernilai karena persoalan ini telah ditetapkan berdasarkan Ijmak Sahabat, juga karena kebutuhan umat Islam terhadap imam yang agung tersebut; demi keterikatan dengan hukum; untuk menyelamatkan orang yang dizalimi dari orang yang zalim; untuk memutuskan perselisihan yang menjadi sumber kerusakan dan kemaslahatan-kemaslahatan lain yang tidak akan terwujud kecuali dengan adanya imam.” (Imam al-Kassani, Badâ’i ash-Shanai’ fî Tartîb asy-Syarâi’, XIV/406).

Mazhhab Hambali, Imam Ahmad bin Hanbal dalam sebuah riwayat yang dituturkan oleh Muhammad bin ‘Auf bin Sufyan al-Hamashi, menyatakan, “Fitnah akan muncul jika tidak ada imam (khalifah) yang mengatur urusan manusia.” (Abu Ya’la al-Farra’i, Al-Ahkâm as-Sulthâniyah, hlm.19).  Sedangkan Imam Umar bin Ali bin Adil al-Hanbali, ulama mazhab Hanbali, juga menyatakan, “QS al-Baqarah [2]: 30 adalah dalil atas kewajiban mengangkat imam/khalifah yang wajib didengar dan ditaati untuk menyatukan pendapat serta untuk melaksanakan hukum-hukum tentang khalifah. Tidak ada perbedaan tentang kewajiban tersebut di kalangan para imam kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-A’sham dan orang yang mengikutinya.” (Imam Umar bin Ali bin Adil, Tafsîr al-Lubâb fî ‘Ulûm al-Kitâb, 1/204).

Mazhhab Zhahiri, Imam Abu Muhammad Ali bin Hazm al-Andalusi azh-Zhahiri dari mazhab Zhahiri menyatakan, “Para ulama sepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah fardhu dan keberadaan seorang imam itu merupakan suatu keharusan, kecuali an-Najdat. Pendapat mereka benar-benar telah menyalahi Ijmak dan pembahasan mengenai mereka telah dijelaskan sebelumnya. Para ulama sepakat bahwa tidak boleh ada dua imam (khalifah) bagi kaum Muslim pada satu waktu di seluruh dunia baik mereka sepakat atau tidak, baik mereka berada di satu tempat atau di dua tempat.” (Imam Ibn Hazm, Marâtib al-Ijmâ’, 1/124).

Sedangkan  Imam Ibnu Hazm mengatakan, “Mayoritas Ahlus-Sunnah, Murjiah, Syiah dan Khawarij bersepakat mengenai kewajiban menegakkan Imamah (Khilafah). Mereka juga bersepakat, bahwa umat Islam wajib menaati Imam/Khalifah yang adil yang menegakkan hukum-hukum Allah di tengah-tengah mereka dan memimpin mereka dengan hukum-hukum syariah yang dibawa Rasulullah saw.” (Ibnu Hazm, Al-Fashl fî al-Milal wa al-Ahwâ’ wa an-Nihal, IV/87).

          Demikianlah penjelasan secara ringkas tentang pendapat para ulama mazhhab tentang khilafah. Jelaslah bahwa khilafah adalah bagian dari aturan Allah yang wajib ditegakkan oleh umat Islam dimanapun. Karenanya, ketika hari ini institusi tersebut tidak ada, maka upaya perjuangan menegakkannya menjadi agenda kita hari ini. Allahu Akbar !!!

Wallahu a’lam bishshawwab.