Menolak Khilafah, Menantang Allah!

Oleh : Najmah Saiidah

Sejak dilantiknya pemerintahan Indonesia yang baru, pembicaraan khilafah menghangat kembali… bahkan memanas. Seruan penolakan khilafah kembali ramai di media sosial. Wakil presiden dengan berani menyatakan bahwa  Khilafah tertolak di Indonesia, bukan karena islami-tidak islami, tapi menyalahi kesepakatan nasional. Karena kesepakatan itu bagi umat Islam harus dihormati. https://news.detik.com/berita/d-4776648/maruf-amin-khilafah-itu-islami-tapi-tidak-berarti-islami-adalah-khilafah

Tidak hanya itu, kementerian Agama (Kemenag) akan menulis ulang buku-buku pelajaran agama, salah satunya agar pengertian khilafah tidak disalahpahami. Dan yang lebih keterlaluan adalah penyataan Ketum PBNU Said Aqil Siroj menegaskan bahasan soal khilafah sudah basi. “Sebenarnya khilafah itu sudah basi, nggak usah dibicarakan, “kata Said di kantor PBNU Jalan Kramat Raya,Senen,JakartaPusat,Selasa(12/11/2019). https://news.detik.com/berita/d-4781998/ kemenag-rombak-buku-pelajaran-bermuatan-khilafah-pbnu-khilafah-sudah-basi.

Sungguh pernyataan yang sangat gegabah dan lancang! Menyatakan  khilafah tertolak, karena tidak sesuai dengan kesepakatan sama saja dengan menganggap lebih tinggi aturan buatan manusia daripada aturan Allah. Demikian halnya menghapus dan melarang ajaran khilafah dari buku-buku pelajaran sekolah berarti menyembunyikan ajaran Islam yang sesungguhnya.  Ini semua sama saja dengan menantang Allah sebagai Al-Khaliq Al Mudabbir, Allah sebagai Pencipta manusia dan Maha Pengatur manusia.

Padahal telah sangat jelas, para ulama terdahulu pun sepakat tentang wajibnya khilafah, karenanya Khilafah sesungguhnya bukanlah istilah asing dalam khasanah keilmuwan Islam.  Sebuah kitab berjudul ‘Al Imamah al Udzma ‘inda Ahli as Sunnah wa al Jamaah’ (1987) karya ulama besar asal Mekkah Prof Dr Abdullah bin Umar Dumaiji menyajikan olahan kitab-kitab rujukan tentang konsep kepemimpinan dalam Islam bahkan secara gamblang membahas Khilafah sebagai sistem pemerintahan yang Allah fardlu-kan atas kaum Muslim. Bahkan, Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani menjulukinya sebagai ‘taajul furudh, mahkota kewajiban. Imam Qurthubi menyebutnya sebagai ‘a’dzamul waajibat yaitu kewajiban paling agung.

Jelaslah bahwa khilafah adalah bagian dari ajaran Islam.  Karena ia bagian dari ajaran Islam, maka dituntut bagi kita untuk mewujudkannya, bukan menolaknya.  Selain itu Allah SWT berfirman yang artinya “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sungguh Aku akan menjadikan di muka bumi khalifah…” (TQS al-Baqarah [2]: 30).

Saat menafsirkan ayat di atas, Imam al-Qurthubi menyatakan bahwa wajib atas kaum Muslim untuk mengangkat seorang imam atau khalifah. Ia lalu menegaskan, “Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat khalifah) tersebut di kalangan umat dan para imam mazhab; kecuali pendapat yang diriwayatkan dari al-‘Asham (yang tuli terhadap syariah, red.) dan siapa saja yang berpendapat dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan mazhabnya.” (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 1/264). Bahkan, Nabi saw. memerintahkan agar umatnya tidak hanya memegang teguh sunnahnya, tetapi juga sunah para Khulafa’ Rasyidin. Nabi saw. bersabda: “Kalian wajib berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khalifah Rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham.” [Hr. Abu Dawud dan at-Tirmidzi].

Selain itu Khilafah adalah janji Allah, dan Allah tidak akan pernah mengingkari janjiNya.  Janji Allah pasti, karenanya upaya menghadang janji Allah pasti akan sia-sia. Firman Allah, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan memberikan Khilafah kepada mereka di muka bumi, sebagaimana Dia telah memberikan Khilafah itu kepada orang-orang sebelum mereka, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [TQS. an-Nur: 55]

Ustadz Hafidz Abdurrahman menjelaskan terkait ayat ini,  Allah memulai ayat tersebut dengan lafadz, “Wa’ada” [telah berjanji], dengan menggunakan fi’il madhi [dengan konotasi telah], yang bisa berarti janji-Nya itu pasti. Allah juga menyebut diri-Nya sebagai subjek [fa’il]-nya untuk menegaskan, bahwa yang berjanji adalah Dia, bukan yang lain. Kalau kalau Allah sudah berjanji, maka janji-Nya itu pasti, karena, “Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.” [TQS ar-Ra’d: 31]. Dalam ayat lain Allah menyatakan, “Janji Allah itu pasti terwujud.” [TQSal-Muzammil: 18].   Lalu, Siapa yang diberi janji oleh Allah? Tak lain adalah orang Mukmin [al-ladzina amanu], yang melakukan amal shalih [wa ‘amilu as-shalihat], dan tidak menyekutukan Allah dengan apapun [la yusyrikuna bi syai’a]. Inilah kriteria orang yang akan mendapatkan janji Allah. Karena itu, janji ini tidak akan diberikan kepada yang lain, selain orang Mukmin.

Lalu, apa yang dijanjikan oleh Allah kepada mereka? Tak lain adalah kekuasaan. Namun, bukan sembarang kekuasaan, tetapi kekuasaan yang khas, dan itulah khilafah. Menurut Hafidz, itu bisa diketahui dari lafadz, “Yastakhlifa”, bentuk fi’il mudhari’ [kata kerja dengan konotasi sekarang dan akan datang] dari kata dasar, “khilafah”.  Lafadz, “La Yastakhlifannahum”, menunjukkan, bahwa yang dijanjikan oleh Allah bukan sembarang kekuasaan, tetapi kekuasaan yang khas, yaitu khilafah.

Telah sangat jelas,  bahwa khilafah adalah ajaran Islam, sekaligus merupakan janji Allah.  Khilafah adalah bagian dari syariat Allah SWT, Khilafah adalah  sistem pemerintahan,  penerus negara Islam yang dicontohkan Rasulullah SAW,  yang diterapkan oleh para shahabat Rasulullah dan generasi berikutnya.  Menegakkan khilafah adalah perintah Allah dan RasulNya yang wajib ditunaikan oleh umat Islam.  Tidak ada alasan yang dapat diterima akal sehat untuk menolak Khilafah. Karenanya menolak dan menentang  khilafah sama saja dengan menolak dan menentang  ajaran Islam, sama saja dengan menantang Allah dan RasulNya !!!

Ya Allah, tuntunlah kami agar tetap berada di jalan yang lurus, karena amat penting bagi kami untuk tetap berada di jalan yang lurus itu, yaitu jalannya orang orang yang telah Engkau beri nikmat dengan hidup dalam aturan Mu yang Maha Adil, bukan berada di jalan orang yang mengatur dunia ini dengan aturan yang mereka buat sendiri.   Aamiin.

Wallahu a’lam bishshawwab.