Ummu Salamah: Ummul Mukminin Penuh Inspirasi

Oleh : Nabila Asy-syafii

MUQADIMAH


Ummu Salamah ra, wanita mulia, kisah perjalanan hidupnya dalam memperjuangkan Islam, sungguh luar biasa. Ketika cobaan silih berganti menghampiri, dihadapinya dengan keteguhan iman. kesabaran yang tiada batas, keikhlasan yang tulus, dan kegigihan yang kokoh. Sangat patut menjadi inspirasi bagi segenap kaum muslimin.

MENGENAL UMMU SALAMAH RA


Ummu Salamah ra bernama Hind binti Abu Umayyah bin al-Mughirah bin Abdullah bin Amr bin Makhzum. Sebutan Ummu Salamah karena putra pertamanya bernama Salamah. Ummu Salamah lahir 24 tahun sebelum hijrah dan wafat pada tahun 61 H. Ayahnya seorang Quraisy yang sangat dermawan, hingga dijuluki Zadurrakib, karena jika orang-orang bersafar bersamanya, mereka tak perlu membawa perbekalan. Semua sudah ditanggung oleh Abu Umayyah. Dan ibunya adalah Atikah binti Amir bin Rabi’ah bin Abdul Muthalib

Sebelum menjadi istri Rasulullah SAW, Ummu Salamah ra, bersuamikan dengan sahabat yang mulia Abu Salamah ra, termasuk lelaki yang pertama masuk Islam. Dan menyambut seruan Nabi Muhammad SAW untuk berhijrah.

Saat Abu Salamah wafat, Ummu Salamah beristirja’ (ucapan innalillahi…) dan memohon kepada Allah SWT ganti yang lebih baik dari sang suami. Meski saat itu ia bingung, adakah lelaki yang lebih baik dari suaminya. Namun keyakinan kepada janji Allah memupus kebimbangan. Ummu Salamah ra tetap mengucap doa tersebut. Allah Maha Benar akan janji Nya. Usai masa iddah Ummu Salamah dilamar oleh Rasulullah SAW.

UMMU SALAMAH RA BERHIJRAH

Abu Salamah ra dan Ummu Salamah termasuk sahabat yang berhijrah ke Habasah dan ke Madinah.

Ia datang dari Habasyah menemui Rasulullah di Mekah. Setibanya di Mekah, keadaan belum berubah. Orang-orang Quraisy masih saja menyakiti kaum muslimin. Disisi lain Abu Salamah ra mendengar bahwa di Madinah sudah ada kaum muslimin, maka iapun memutuskan untuk hijrah ke Madinah, hal ini terjadi satu tahun sebelum baiat Aqobah. Dengan demikian Abu Salamah adalah orang pertama dari sahabat Rasulullah dari bani Makhzum yang hijrah ke Madinah. Dalam peristiwa hijrahnya ini, istrinya, Ummu Salamah, mengalami penderitaan yang sangat berat.

Ibnu Ishaq meriwayatkan, bahwa Ummu Salamah radhiallahu ‘anha berkata, “Saat Abu Salamah telah bertekad untuk hijrah ke Madinah, ia mempersiapkan untanya untuk diriku, kemudian membawaku diatasnya dan anakku Salamah bin Abu Salamah ada di pangkuan. Kemudian kami berangkat. Sekelompok laki-laki dari bani al-Mughirah bin Abdullah bin Amr bin Makhzum (keluarga Ummu Salamah) mendekati kami dan berkata, ‘Tentang dirimu, kami sudah menyerah. Lalu bagaimana dengan istrimu ini? Apakah kau pikir kami akan membiarkannya pergi bersamamu ke daerah lain?” Akhirnya, Ummu Salamah dan putranya ditahan oleh keluarganya.

Ummu Salamah berkata, “Mereka merebut tali kekang onta dari tangan suamiku. Dan Mereka merebutku darinya.” Akhirnya, Ummu Salamah dan putranya tertahan. Ummu Salamah melanjutkan, “Mengetahui kejadian ini, bani Abdul Asad pun murka, yakni saudara Abu Salamah. Mereka berkata, ‘Tidak, demi Allah. Kami tak akan membiarkan anak kami (karena nasab itu dari jalur ayah) berada di sisi ibunya. Karena kalian telah memisahkan ibunya dari saudara kami’. Mereka pun berebut menarik anakku Salamah, hingga mereka melepaskan tarikannya. Bani Abdul Asad pun membawanya pergi. Aku ditahan oleh keluargaku, Bani al-Mughirah. Sementara suamiku pergi ke Madinah.”

Ummu Salamah melanjutkan, “Aku terpisah dari suami dan anakku. Selama satu tahun atau hampir setahun lamanya, setiap pagi aku pergi ke ujung Kota Mekah dengan deraian air mata. Sampai akhirnya seorang laki-laki dari putra pamanku melihatku. Ia melihat keadaanku dan merasa iba. Ia berkata kepada Bani al-Mughirah, “Apakah kalian tak membiarkan saja dia pergi? Kalian telah pisahkan ia dengan suami dan anaknya.” Keluargaku (Bani al-Mughirah) berkata padaku, “Susullah suamimu jika kau menginginkannya.” Ummu Salamah berkata, “Dan saat itu Bani Saad (keluarga Abu Salamah) mengembalikan putraku ke pangkuanku.”

Aku pacu untaku. Kugendong anakku dan kuletakkan ia bersamaku. Kami berangkat menuju Madinah untuk berkumpul dengan suamiku. Saat itu, tak ada seorang pun yang menemaniku. Aku berkata pada diriku, Apakah aku akan bertemu dengan seseorang yang bisa mengantarkanku pada suamiku? Saat sampai di Tan’im aku bertemu dengan Utsman bin Thalhah bin Abi Thalhah, keluarga dari Bani Abdud Dar. Ia berkata padaku, “Mau kemana hai putri Abu Umayyah?” Kujawab, “Aku hendak ke Madinah berjumpa dengan suamiku.” “Apakah ada orang yang menemanimu?” tanyanya. “Demi Allah, tidak ada. Hanyalah Allah dan putraku ini.”

Utsman bin Thalhah berkata, “Demi Allah, kau tak pantas dibiarkan sendiri.” Ia pun mengambil tali kekang untaku, kemudian membawaku pergi. Demi Allah, aku tak pernah ditemani seorang laki-laki Arab pun yang aku pandang lebih mulia darinya. Apabila kami sampai di tempat istirahat, ia menghentikan untaku. Kemudian ia memperhatikan keadaanku. Sampai-sampai saat aku turun dari untaku, dia pun memperhatikan untaku itu. Ia pergi dan mengikat tungganganku di pohon. Setelah istirahat selesai, ia datang lagi dan berkata, ‘Naiklah’. Saat aku telah naik, ia mendekat dan mengarahkan perjalanan kami sampai kami ke tempat istirahat berikutnya. Ia melakukan hal itu terus, sampai kami tiba di Madinah. Saat ia melihat kampung Bani Amr bin Auf di Quba, ia berkata, “Suamimu berada di kampung ini. Masukilah dengan berkah dari Allah.” Kemudian ia pergi kembali ke Mekah.

Ummu Salamah berkata, “Demi Allah, aku tidak mengetahui ada keluarga dalam Islam yang menderita seperti penderitaan keluarga Abu Salamah. Aku tak melihat orang yang lebih mulia dibanding Utsman bin Thalhah.” (Ibnu Hisyam: as-Sirah an-Nabawiyah). Akhirnya keluarga ini kembali berkumpul dengan keislaman dan keimanan mereka.

Kisah Ummu Salamah ra yang berhijrah ke Madinah ini, menunjukkan kekuatan iman dan ketabahannya dalam memegang kebenaran. Hanya memohon dan bersandar kepada Allah SWT, hingga akhirnya Allah SWT mengabulkan doa-doanya dan Ummu Salamah dipersatukan lagi dengan suami dan anaknya.

UMMU SALAMAH MENJADI JANDA

Ummu Salamah dan Abu Salamah kita bersatu lagi di Madinah, dalam keluarga yang sakinah Mawaddah wa rahmah. Pada saat perang Uhud, Abu Salamah turut terjun dalam kancah tersebut, ia terkena panah pada tangannya dan butuh satau bulan untuk penyembuhan luka tesebut .

Abu Salamah adalah seorang ksatria, begitu luka sembuh maka ia pun bergabung dalam pasukan yang ditugaskan oleh Rasulullah SAW ke Qathan.

Ibnu Sa’ad dalam kitab Ath Thabaqat Al Kubra menyebutkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kepada Abu Salamah bin Abdil Asad Al Makhzumi untuk memegang bendera pasukan menuju Qathan. Ia merupakan gunung yang terdapat mata air Bani Asad bin Khuzaimah. Alasan Rasulullah SAW menyerbu Qathan karena ada informasi terpercaya bahwa Thulaihah dan Salamah yang keduanya adalah anaknya Khawailid telah menghasut kaumnya dan orang-orang yang loyal agar memerangi Nabi Muhammad SAW.

Sepulang dari sariyyah ini, luka Abu Salamah yang dialaminya saat perang Uhud kambuh lagi. Dalam sakitnya Abu Salamah berkata kepada Ummu Salamah, ” Apakah kamu, menaatiku?” Ummu Salamah ra menjawab,” Aku tidak meminta perintah darimu kecuali aku ingin mentaatimu”, Abu Salamah ra berkata, ” Jika aku meninggalkan, menikahlah.” Kemudian Abu Salamah ra memanjatkan doa,” Ya Allah, berilah Ummu Salamah suami yang lebih baik dari padaku setelah aku meninggal, yang tidak membuatnya bersedih dan tidak menyakitinya. ” Abu Salamah mengulang- ulang doa tersebut, saat ajalnya hampir tiba. Ummu Salamah ra meriwayatkan, bahwa ketika hampir meninggal suaminya membaca doa, ” Ya Allah, gantikanlah aku untuk keluargaku dengan ganti yang lebih baik dari padaku.”

Saat Abu Salamah wafat, Ummu Salamah sangat sedih. Ia mengucapkan doa.

اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا.

innalillahi wa inna ilaihi raji’un ‘Ya Allah berilah aku pahala atas musibahku ini. Dan gantikanlah dengan yang lebih baik darinya.”

MEMASUKI RUMAH TANGGA NABAWI


Setelah Abu Salamah radhiallahu ‘anhu wafat dan masa iddah Ummu Salamah usai, ia dipinang Abu Bakar, tapi ia menolaknya. Kemudian Umar meminangnya, ia juga menolaknya. Kemudian Rasulullah meminta izin kepadanya, ia pun menerima pinangan Nabi. Dan putranya yang menjadi wali baginya. Akad pernikahan itu disaksikan sejumlah sahabat. Maharnya sama seperti mahar Aisyah: karpet tebal, kasur yang diisi serat, dan penggilingan. Nabi tinggal bersamanya pada tahun ke-4 H

Ummu Salamah adalah seorang wanita yang baik dan menjaga kehormatan diri. Ia memiliki kedudukan istimewa di sisi Rasulullah. Anak-anaknya dididik di rumah nabi. Pernikahannya dengan Nabi memiliki hikmah yang agung. Saat ia tengah sendiri setelah wafanya Abu Salamah. Tak memiliki keluarga dan pelindung. Ia dan suaminya adalah seorang yang berjuang untuk dakwah dengan segala yang mereka miliki, baik harta maupun jiwa. Pernikahannya dengan Nabi adalah pengganti dari semua kebaikan yang hilang darinya.

Ummu Salamah dan Perjanjian Hudaibiyah

Saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menandatangani perjanjian Hudaibiyah, beliau berkata kepada para sahabatnya,

قُومُوا فَانْحَرُوا، ثُمَّ احْلِقُوا

“Berdirilah dan semebelihlah hewan kurban kalian. Setelah itu gundulilah kepala kalian.”

Tak ada seorang pun dari mereka yang melaksanakan perintah nabi. Hingga beliau merasa perlu mengulangi perintahnya sampai tiga kali. Walaupun demikian, masih belum ada yang melakukannya. Karena mereka berat dengan putusan Perjanjian Hudaibiyah, dan mereka masih berharap Rasulullah berubah pikiran atau turun wahyu kepada beliau. Melihat keadaan itu, Nabi pun masuk ke tenda menemui istrinya, Ummu Salamah. Beliau ceritakan keadaan para sahabatnya kepada istrinya. Ummu Salamah merespon curahan hati beliau dengan mengatakan,

يا نبي الله أتحبُّ ذلك؟ اخرج ثم لا تكلِّم أحدًا منهم كلمة حتى تنحر بُدْنَك وتدعو حالقك فيحلقك

“Wahai Nabi Allah kalau Anda mau, keluarlah tanpa berbicara dengan seorang pun dari mereka. Kemudian sembelihlah hewan Anda. Panggil tukang cukur Anda, dan cukurlah rambut Anda.”

Nabi pun keluar tanpa berbicara sepatah kata pun kepada mereka hingga beliau melakukan apa yang dianjurkan Ummu Salamah. Beliau sembelih hewannya. Memanggil tukang cukurnya dan mencukur rambutnya. Saat melihat beliau melakukan itu, para sahabat pun berdiri dan menyembelih hewan mereka. Sebagian mereka mencukur sebagian yang lain. Mereka sibuk melakukan yang demikian (Ibnu Katsir: as-Sirah an-Nabawiyah )

Para sahabat sadar bahwa keputusan beliau tak lagi berubah. Dan tidak turun wahyu tentang hal ini. Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Anjurannya kepada nabi pada hari Hudaibiyah ini menunjukkan kecerdasan akalnya dan benarnya pandangannya.” (Ibnu Jakar al-Asqalani: al-Ishobah fi Tamyiz ash-Shahabah )

KHATIMAH

Seakan tiada habis hikmah dan inspirasi dari kisah hidup Ummu Salamah ra. Sosok muslimah yang memahami dakwah, mengimaninya dan mengorbankan segala yang dia punya untuk membelanya, terasa ringan baginya derita perpisahan dan keterasingan demi mempertahankan keislamannya. Semoga muncul sosok – sosok muslimah yang tangguh yang senantiasa taat kepada Allah SWT. Rela berjuang demi tegaknya Islam kaffah di era kini. Semoga!