Oleh : Arini Retna
Ancaman Dan Kabar Gembira Rasulullah Saw Bagi Para Pemimpin
Dari Ummul Mukminin Aisyah ra, Rasulullah saw berdoa :
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ (أحمد ، ومسلم عن عائشة)
“Ya Allah, siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan ummatku lalu dia mempersulit urusan mereka, maka persulitlah dia. Dan siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan ummatku lalu dia berusaha menolong mereka, maka tolong pulalah dia.” (HR Ahmad dan Muslim).
Pemimpin adalah orang yang memiliki peran dan pengaruh besar dalam kehidupan suatu umat. Pemimpin yang baik dan adil, maka dia akan menebarkan kebaikan di antara umat, namun sebaliknya, pemimpin yang zalim akan menabur benih-benih kerusakan dan menyengsarakannya.
Contoh pemimpin yang adil kita banyak menemukannya dalam sejarah kejayaan Daulah Islamiyyah. Para khulafaur rasyidin, Umar bin Abdul Aziz, Harun Al Rasyid, dan sederet nama-nama khalifah lainnya. Mereka dikenal sebagai orang-orang yang takut pada Allah, menerapkan hukum-Nya dengan sebaik-baiknya dan bertanggungjawab terhadap umatnya. Kisah Umar bin Khaththab dan ibu yang merebus batu untuk anaknya, begitu menggugah jiwa. Umar memanggul sendiri karung gandum untuk ibu tersebut, memasakkannya, dan menyuapkan ke anak-anaknya. Ia melakukannya karena sadar bahwa Allah akan meminta pertanggungjawaban kepemimpinannya nanti di akhirat.
Begitu berbeda dengan apa yang terjadi di negeri ini sekarang. Di saat sekian banyak rakyat menderita kelaparan, pemerintah memutuskan untuk memusnahkan 6 juta bibit ayam hanya untuk menstabilkan harga. Pemerintah juga akan memusnahkan 20 ribu ton beras Bulog yang telah rusak karena penimbunan yang terlalu lama.
Inilah yang terjadi ketika fungsi penguasa telah berubah menjadi pedagang yang menjadikan rakyat hanya sekedar pasar. Paradigma kapitalis yang diterapkan telah mengubah fungsi negara dari fungsi pelayanan menjadi pemalakan. Rakyat dibebani pajak untuk kelangsungan hidup negara, sedangkan hasil sumberdaya alam yang seharusnya menjadi sumber pendapatan negara diobral kepada korporasi swasta dan asing.
Rasulullah saw dalam banyak hadist telah mencela para pemimpin yang mengabaikan urusan rakyatnya. Hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah di atas, adalah salah satunya. Dalam hadis ini Rasulullah mendoakan para pemimpin dengan doa yang menggetarkan jiwa, yang menuntut keadilan dan kasih sayang mereka pada umat.
Hadis ini, sekalipun redaksinya adalah doa, namun di dalamnya ada tuntutan bagi penguasa untuk menolong dan memudahkan urusan rakyatnya serta larangan menyulitkan mereka.
Hadis yang hampir sama juga beliau saw sampaikan kepada para sahabat. Beliau bersabda :
{ وَمَنْ وَلِيَ مِنْهُمْ شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَعَلَيْهِ بَهْلَةُ اللَّهِ فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا بَهْلَةُ اللَّهِ قَالَ : لَعْنَةُ اللَّهِ } رَوَاهُ أَبُو عَوَانَة فِي صَحِيحِهِ
“Dan barangsiapa memimpin mereka dalam suatu urusan lalu menyulitkan mereka maka semoga bahlatullah atasnya”. Maka para sahabat bertanya, ya Rasulallah, apa bahlatullah itu? Beliau menjawab: La’nat Allah. (HR Abu ‘Awanah dalam shahihnya. Terdapat di Subulus Salam syarah hadits nomor 1401).
Rasûlullâh saw juga memberi peringatan keras kepada penguasa yang menipu rakyatnya. Yang menjual aset-aset rakyat atas nama investasi asing. Yang memeras uang rakyat atas nama pembangunan infrastruktur. Dan seterusnya.
Rasûlullâh saw bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
“Tidak ada seorang hamba yang Allâh memberikan kekuasaan kepadanya mengurusi rakyat, pada hari dia mati itu dia menipu rakyatnya, kecuali Allâh haramkan surga atasnya.” [HR. Muslim, no. 142]
Beliau saw juga bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ.
“Tidaklah seorang hamba yang mendapat amanah dari Allah untuk mengayomi rakyat, lantas ia meninggal pada hari meninggalnya dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali Allah telah haramkan surga baginya”. HR al-Bukhâri (7150, 7151) dan Muslim (142).
Berbagai ancaman yang Rasulullah berikan kepada para pemimpin zalim ini, seharusnya cukup untuk menggetarkan hati para pemimpin yang masih memiliki keimanan akan hari penghisaban. Hari di mana mereka akan bertemu dengan Sang Maha Pencipta untuk mempertanggungjawabkan segala amal. Maka para pemimpin yang sudah tidak merasa takut lagi akan ancaman ini, berarti hatinya telah mati. Keimanannya telah habis terkikis kepentingan duniawi.
Sebaliknya, bagi para pemimpin yang adil, yang menegakkan hukum-hukum Allah di dunia dan takut akan pertanggungjawaban jabatannya di akhirat nanti, Rasulullah memberikan berita gembira dengan sabdanya :
إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا.
“Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil, pada hari Kiamat kelak, ia berada di atas mimbar dari cahaya di sebelah kanan Allah Azza wa Jalla yang Maha pengasih. Kedua tangan Allah sebelah kanan. (Mimbar tersebut) diberikan untuk orang yang bersikap adil dalam keputusan hukum mereka, keluarga mereka, dan yang mereka kuasai” [HR Muslim, 1827, dari ‘Abdullah bin Amr ra].
Apakah para pemimpin kita tidak tergugah dengan janji ini? Maka hendaklah mereka berlaku adil dan takut ketika menolak untuk menerapkan hukum-hukum Allah di muka bumi.
.