Oleh: Ustadzah Rohmah Rodhiyah
Tela’ah Tafsir: QS. Albaqarah ayat 193
QS. Albaqarah ayat 193:
وَقَٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةٞ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ لِلَّهِۖ فَإِنِ ٱنتَهَوۡاْ فَلَا عُدۡوَٰنَ إِلَّا عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ ١٩٣
193. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.
Jihad merupakan kemuliaan dan kewajiban bagi kaum muslimin. Tujuan jihad adalah untuk mengantarkan manusia dari kegelapan kedzaliman menuju cahaya Islam, yaitu membebaskan dari kedzaliman-kedzaliman menyembah/taat kepada manusia, menuju taat hanya kepada Allah semata. Jihad bukan untuk menjajah dan menguasai sumberdaya alamnya. Buktinya Khilafah Islamiyah melakukan futuhat baik di negeri negeri yang kaya maupun di negeri-negeri miskin seperti di Afrika. Kemuliaan dan kewajiban jihad ini sebagaimana disebutkan dalam QS. Albaqarah ayat193:
وَقَٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةٞ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ لِلَّهِۖ.
Imam Ath Thabari Menafsirkan: Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi, yakni sehingga tidak ada yang menyekutukan Allah, atau tidak ada yang disembah kecuali Allah atau tidak ada ibadah kepada berhala, tuhan-tuhan dan sekutu-sekutu yang lain. Yang ada hanyalah ibadah dan taat kepada Allah semata, tanpa yang lain, sebagaimana dikatakan Qotadah, Mujahid dan Ibn Abbas. (Abu Ja’far Muhammmad bin Jarir At Thabari, Al Jami’ al Bayan fi Ta’wil al Qur’an, QS Albaqarah ayat 193, Beirut: Dar al Kutub ‘Imiyah, 1999).
Sedangkan lanjutan ayatnya :
فَإِنِ ٱنتَهَوۡاْ فَلَا عُدۡوَٰنَ إِلَّا عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ
Imam Jalaluddin menafsirkan: Jika mereka berhenti (dari kesyirikan), maka janganlah engkau melampaui batas, maka tidak ada permusuhan (lagi) baik dengan perang atau lainnya, kecuali terhadap orang-orang yang zalim. Dan barangsiapa berhenti, maka tidak ada kedzaliman dan permusuhan atasnya. (Imam Jalaluddin, Tafsir Jalalain, QS. Albaqarah;193, Surabaya: Syarikah Maktabah wa Mathbaah Ahmad bin Said).
Kewajiban jihad diperkuat dengan apa yang ditetapkan Allah dalam QS Albaqarah ayat 216:
كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡقِتَالُ وَهُوَ كُرۡهٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡٔٗا وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ ٢١٦
216. Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahu.
Imam Mawardi menafsirkan QS Albaqarah ayat 216: Diwajibkan atas kalian berperang, maknanya adalah fardlu (yaitu jika dikerjakan berpahala dan jika ditinggalkan berdosa). Hal ini berdasarkan pendapat shahabat, ijma’ shahabat, pendapat ulama dan fuqaha’. ( Imam Mawardi, tafsir QS Albaqarah ayat 216 ).
Mengkaji dua ayat ini beserta tafsirnya, menunjukkan bahwa jihad yang dimaksud adalah perang, bukan jihad dalam makna bahasanya yakni bersungguh-sungguh. Maka bersungguh-sungguh dalam belajar, bersungguh-sungguh dalam mencari nafkah, atau bersungguh-sungguh dalam berdakwah, tidak dapat dikatakan telah berjihad sesuai dengan maksud kedua ayat Alquran di atas dan ayat-ayat lain yang menyebutkan jihad.
Demikian pula tidak tepat bila dikatakan bahwa syariat jihad dalam Islam adalah perang yang bersifat defensif, yaitu mempertahankan diri dari musuh. Pada faktanya berdasarkan apa yang dilakukan Rasulullah saw, jihad tidak hanya defensif tetapi juga ofensif. Rasulullah saw mengirimkan pasukan menyerang Bani Khaybar. Rasulullah saw memobilisasi pasukan untuk perang Tabuk, menyerang pasukan Romawi di Syam yang jaraknya sekitar sebulan perjalanan.
Jihad ofensif ini pula yang dilancarkan para khalifah setelah Rasulullah saw untuk menaklukkan Persia, Syam, Mesir dan wilayah-wilayah lain ketika mereka menolak tawaran untuk masuk Islam atau tetap dalam agamanya namun tunduk terhadap penerapan hukum Islam. Dengan demikian, jihad dilakukan dalam rangka menghilangkan penghalang-penghalang penerapan hukum Islam, sehingga daerah yang ditaklukkan bisa dihukumi dengan hukum Islam dan merasakan kenikmatan Islam sebagai rahmatan lil’alamin.
Hukum-hukum tentang jihad ini diatur secara rinci dalam fikih jihad. Dari kewajibannya, dalil-dalilnya, teknis pelaksanaan, pembiayaan, sampai etika dan akhlak dalam jihad, semua diatur secara rinci. Maka bila materi jihad dihapus dari fikih dan hanya disampaikan dalam pelajaran sejarah, hukum jihad akan hilang. Kaum muslimin akan kehilangan gambaran bagaimana meraih kemuliaan dan menerapkan agamanya serta bagaimana memperlakukan musuhnya.
Bayangkan seandainya kaum muslimin tidak memahami kewajiban jihad, boleh jadi negeri muslim tidak akan merdeka, termasuk Indonesia. Karenanya Indonesia harusnya berterimakasih kepada Islam yang mengajarkan jihad. Dan pahala jihad yang luar biasa besar, yaitu masuk surga tanpa hisab inilah yang mendorong kaum muslimin di Indonesia mengusir penjajah. Sabda Rasulullah Saw. :
مَا مِنْ أَحَدٍ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ يُحِبُّ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا وَأَنَّ لَهُ مَا عَلَى الأَرْضِ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ الشَّهِيدِ فَإِنَّهُ يَتَمَنَّى أَنْ يَرْجِعَ فَيُقْتَلَ عَشْرَ مَرَّاتٍ لِمَا يَرَى مِنَ الْكَرَامَةِ
“Tidak ada orang masuk surga lalu ia menginginkan kembali ke dunia padahal ia memiliki segala sesuatu yang ada di dunia ini, kecuali orang yang mati syahid. Dia bercita-cita untuk kembali ke dunia kemudian dibunuh, berulang sepuluh kali, setelah dia melihat besarnya kemuliaan (mati syahid)” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu menghilangkan jihad dari kurikulum pendidikan dan dakwah kaum muslimin adalah menghilangkan sebagian ajaran Islam. Sedangkan mendefinisikan jihad bukan perang adalah penyesatan yang berbahaya. Hal ini bertentangan dengan Alquran Hadis, ijma’ shahabat, pendapat para ulama dan fuqaha.