Oleh : kholishoh Dzikri
Segala puji bagi Allah, yang telah menjalankan awan dan menurunkan hujan, yang telah memenangkan para mujahidin di berbagai medan tempur dan menghancurleburkan tentara kafir yang bersekutu.
Allah swt telah berfirman di dalam kitab-Nya yang mulia ;
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (البقرة : ٢١٦
Artinya: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah suatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. Al Baqarah: 216.
Secara bahasa, kata al-jihâd berarti mengerahkan segala kemampuan. Dalam pengertian syar’i, al-jihâd menunjuk secara khusus pada makna perang. Dengan demikian, jihad fi sabilillah adalah mengerahkan segala kemampuan dalam perang di jalan Allah, baik secara langsung maupun memberikan bantuan berupa harta, pendapat, memperbanyak logistik, atau lainnya. (Taqiyuddin an-Nabahani, Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, jilid. 2, hal.147).
Pada ayat 216 Surat Al Baqarah, ditegaskan bahwa Allah telah mewajibkan kaum muslimin memerangi orang-orang kafir, padahal perang adalah pekerjaan yang sangat berat, sebab perang itu akan menghabiskan harta, dan menghilangkan jiwa begitu banyak. Tetapi kadang-kadang sesuatu yang dibenci di dalamnya terdapat kebaikan dan manfaat yang besar, dan sesuatu yang disenangi di dalamnya terdapat hal-hal yang tidak baik dan tidak bermanfaat atau membahayakan. Maka janganlah merasa tidak senang terhadap kewajiban berperang melawan musuh., sebab di dalamnya terdapat kebaikan, cepat atau lambat. Sudah menjadi sunnah Allah atau tabiat, bahwa solusi suatu masalah harus melalui jalan yang berat, sebagaimana penyembuhan penyakit, harus minum obat yang pahit.
Ayat ini adalah ayat yang pertama diturunkan mewajibkan berperang, diturunkan pada tahun 2 H. Pada priode sebelumnya, yaitu pada priode Makkah, Allah belum mengizinkan berperang, sebab pada priode tersebut kekuatan kaum muslimin belum memadai. Setelah Nabi saw berhijrah, barulah diizinkan memerangi kaum musyrikin yang memerangi Nabi saw, dengan diturunkan ayat 39 surat Al Hajj:
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا…
Artinya: “Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya…”
Setelah itu barulah Allah SWT mewajibkan berperang. (Al Maraghi, 1969, I: 132).
Rasulullah saw bersabda : “Barangsiapa meninggal dunia sedangkan ia tidak pernah ikut berperang dan ia juga tidak pernah berniat untuk berperang, maka ia meninggal dunia dalam keadaan jahiliyah.” (Muttafaqun ’alaih).
Imam Ibnu Katsir menyatakan : “Ayat ini merupakan penetapan kewajiban jihad dari Allah swt bagi kaum muslimin, supaya mereka menghentikan kejahatan musuh di wilayah Islam.”
Az-Zuhri mengatakan : “Jihad itu wajib bagi setiap individu, baik yang berada dalam medan peperangan maupun yang sedang duduk (tidak ikut berperang). Orang yang sedang duduk, apabila dimintai bantuan, maka ia wajib memberikan bantuan, jika diminta untuk berperang, maka ia harus maju berperang, dan jika tidak dibutuhkan, maka hendaklah ia tetap siaga di tempat.”
Telah menjadi sunnah Allah SWT bahwa hal-hal yang enak, yang menyenangkan, di belakangnya terdapat hal-hal yang membahayakan. Misalnya meninggalkan jihad di jalan Allah, atau berperang melawan musuh, pada permulaannya tidak menimbulkan korban, baik jiwa maupun harta, dan tampak sangat aman dan tentram, tetapi sebenarnya di belakang ketenangan tersebut terdapat bahaya yang mengancam, seperti penguasaan orang-orang terhadap negara-negara kaum muslimin dan harta mereka, seperti kita saksikan sekarang, betapa sombong negara-negara yang dikuasai orang-orang kafir terhadap negara-negara muslim, mereka dengan seenaknya menuduh orang-orang muslim sebagai teroris.
Memang, perang pada dasarnya dibenci manusia karena sangat berat dan menyulitkan, mengakibatkan luka atau kematian, kesulitan dalam perjalanan dan keberanian menghadapi musuh. Akan tetapi, perang yang kamu benci itu bisa jadi membawa keberuntungan, yakni kemenangan di dunia berupa penguasaan terhadap musuh dan semua isi negerinya serta kemenangan di akhirat berupa mati syahid.
Hanya Allah-lah yang mengetahui hikmah segala macam peristiwa yang terjadi, dan kita harus yakin bahwa Allah tidak memerintahkan sesuatu, melainkan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat Islam sendiri.
Waallahu a’lam.