Oleh : Wardah Abeedah
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS. Ali Imran[3]: 118)
Kaum kafir itu, tak henti-hentinya menimbulkan kemudharatan bagi kaum muslimin, dan hati mereka sesak oleh kebencian terhadap Islam. Apa yang dikabarkan Allah itu terjadi hingga hari ini. Serangan terhadap Islam dan ajarannya terus digencarkan kaum kafir. Mereka tak melakukannya sendiri, berbagai makar dan program dilaksanakan secara sistemik melalui anteknya dari kalangan muslim. Baik melalui kebijakan dan undang-undang negeri muslim, hingga program ormas, LSM, dll.
Rasa sakit di hati kita sebab penyataan tentang keharaman meniru sistem pemerintahan nabi belumlah reda. Kini kaum liberal kembali berulah. Adalah kampanye No Hijab Day yang digelar secara global. Dimana para wanita di seluruh dunia beramai-ramai melepas dan membakar hijabnya lalu menyebar foto atau video tersebut ke akun media sosial mereka. Ini dilakukan sebagai perlawanan terhadap apa yang mereka sebut sebagai oppression (penindasan). Bahkan tagar #nohijabday menjadi trending topic dunia di laman twitter lahir Januari kemarin.
Ajakan untuk melepas hijab juga muncul di Indonesia. Mengatasnamakan hijrah Indonesia, mereka menyeru para muslimah mengikuti kampanye no hijab day di media sosial. Sedikit berbeda dengan kampanye dunia, dalam laman FB mereka, tertulis narasi “Muslim Indonesia, University ini Diversity”. Tertulis juga ajakan, “ceritakan pengalaman anda ketika free from hijab”. Dengan background gambar wanita-wanita yang memakai beragam baju daerah Indonesia. Seakan menegaskan kembali tagline lawas jualan kaum liberal Indonesia, soal budaya Indonesia yang lebih patut diambil dari pada agama.
Ajakan ini tentu saja memancing kemarahan banyak pihak. Tagar #tolaknohijabday menyusul menjadi trending topic laman twitter. Berbagai penolakan dari berbagai kalangan muncul. Mulai dari kecaman para ulama, hingga kampanye tolak no hijab day oleh netizen muslimah. Mereka beramai-ramai memposting foto berhijab dan memberikan berbagai testimoni soal hijab. Baik dari sisi kenyamanan mereka, bahwa ini bukan paksaan, hingga kisah awal berhijab.
Kampanye No Hijab Day, Ulah Aktivis Liberal
Jika kita perhatikan, pencetus ide kampanye No Hijab Day adalah aktivis feminis liberal. Mereka yang selama ini menyerang Islam dan ajaran-ajarannya, terutama ajaran terkait kewajiban perempuan. Mereka ini sering satu suara dengan kalangan Islam liberal Indonesia soal ide-ide yang diaruskan. Menyerang ajaran hijab, menyuarakan kesetaraan gender, menolak Islam terkait pengaturan kehidupan, masyarakat, dan negara seperti ajaran jihad dan khilafah, dll. Hanya saja, di Indonesia kalangan Islam liberal tak sevulgar kalangan liberal Barat dalam menunjukkan kebencian terhadap Islam dan ajarannya. Hal inilah yang justru menjadikan kaum muslimin masih mudah dicekoki ide-ide liberal ini. Apalagi penyerunya tak sedikit dari kalangan bergelar ulama (kyai, nyai) atau cendekiawan muslim.
Aksi-aksi menentang ajaran Islam seperti ini sebenarnya sejak lama terjadi di dunia, termasuk Indonesia. Selama dunia dipimpin oleh ideologi atau pemikiran sekuler kapitalis, hal ini akan terus terjadi. Karena ideologi ini akan menyebarkan pemikiran, ajaran, atau isme-isme liberal. Yang menganut paham kebebasan bagi individu untuk berakidah, bertingkah laku, dll. Pemikiran ini kemudian mempengaruhi mindset atau mafahim individu dan masyarakat. Sehingga muncullah ajaran bertentangan dengan Islam yang menjadi dasar munculnya penolakan terhadap syariat. Misal faham my body my authority (Tubuhku otoritasku), yang membuat mereka merasa bahwa tak ada yang boleh mengatur cara mereka berpakaian.
Selain itu, kaum liberal Indonesia acapkali melandasi penolakan hijab dengan moto, budaya Indonesia lebih baik dari pada budaya Arab. Untuk memperkuat hujjah soal budaya, kalangan Islam liberal memakai kaidah al-âdah syarî`ah muhakkamah (adat istiadat merupakan syariat dapat dijadikan pijakan hukum). Atau kaidah at-tsâbit bil al-urf ka at-tsâbit an-Nash (ketetatapan adat istiadat seperti ketetapan nash).
Lalu mereka mencari pembenaran dengan menjadikan fakta hijab beberapa istri tokoh bangsa pendahulu kita sebagai sumber hukum. Mereka berupaya mereduksi sumber hukum Islam, yakni Alquran dan As Sunnah, dan apa yang ditunjukkan keduanya dari ijma’ dan qiyas. Kalangan Islam liberal juga mengobrak-abrik kaidah menafsirkan Alquran yang disepakati salafus shalih dengan membuat tafsir hermeunetika. Mereka juga mengacaukan kaidah istinbath hukum yang benar dengan menciptakan kaidah fiqh sesat, membuat penyesatan terhadap istilah-istilah syar’i seperti jihad, khilafah, aurat, ddl, serta mendistorsi sirah (sejarah yang berdasarkan riwayat) nabawiyyah, sahabiyyah, hingga khulafa’ setelahnya. Mereka menghalalkan yang haram secara qath’iy, dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah secara qath’iy.
Target mereka bukan semata menyerang ajaran hijab, tapi mensekulerkan kaum muslimin. Agar faham pemisahan agama dari kehidupan ini dianut umat Islam. Itulah mengapa, tanpa takut akan adzab Allah bahkan liberalis menyebut ajaran seperti khilafah dan jihad yang diwajibkan Allah sebagai sebuah bahaya dan mudharat. Mereka juga menganggap dakwah sebagai ujaran kebencian. Padahal mulut mereka tak hentinya memfitnah dan menyatakan ujaran kebencian terhadap ajaran Islam, ulama dan jamaah dakwah yang mukhlis yang dianggap radikal.
Mereka menimbulkan keraguan terhadap Islam di hati umat, bahkan menyuntikkan sikap alergi dan phobia terhadap apapun bentuk ajaran Islam. Lalu mereka membuat arus pemikiran baru yang sesuai arahan Barat, menyuarakan sekularisme, liberalisme, pluralisme, feminisme, dll . Yakni pemikiran Islam liberal dengan berbagai sinonim diksinya, seperti Islam Moderat, Islam Nusantara, Islam Inklusif, dan lainnya.
Apa yang dilakukan kalangan liberal adalah bagian dari proyek Global War on Radicalism (Perang Global Melawan Radikalisme). Proyek ini dicanangkan negara kapitalis Barat demi menancapkan hegemoninya di negeri-negeri muslim. Agar penjajahan ideologi, politik, dan ekonominya berjalan lancar tanpa penentangan kaum muslimin.
Barat dan anteknya di negeri muslim terus berjuang agar umat Islam mengambil ideologi sekuler kapitalis sebagai cara berfikir dan menentukan nilai, sebagai perspektif dalam memandang kehidupan, sebagai aturan hidup dalam ranah pribadi hingga negara. Karena jika kaum muslimin mengambil ideologi Islam sebagai pemikiran dan aturan hidup, maka kepentingan Barat di negeri-negeri muslim akan terganggu oleh perlawanan mereka. Maka, selama ideologi kapitalis pengekspor faham dan ide sesat liberalisme masih eksis, aksi-aksi jahat menyerang Islam seperti ini akan terus terjadi secara massif, terstruktur, dan sistemik. Allahu a’lam bis shawab.