Assalamu’alaikum wr wb.
Di sebagian kalangan perempuan bahkan tidak sedikit kalangan muslimah yang menuntut perlakuan yang sama dengan laki-laki dalam semua bidang kehidupan mulai dari bidang pendidikan, perekonomian, hingga dalam bidang pemerintahan/kekuasaan. Bagaimana Islam memposisikan perempuan dalam kehidupan ini ?
Dari Ibu Yuni – Malang.
Waalaikum salam wr wb.
Ibu Yuni di Malang Rahimakumullah,
Tuntutan kesetaraan gender terjadi akibat diberlakukannya demokrasi – kapitalisme yang menjadikan hawa nafsu sebagai standar dalam menilai baik dan buruk. Syariat Islam yang dirasa memberatkan dicampakkan semisal menutup aurat dengan jilbab dan khimar. Larangan perempuan menduduki hirarki kekuasaan dinilai diskriminasi sehingga menuntut porsi pembagian kekuasaan. Perintah tunduk kepada kepemimpinan suami dalam rumah tangga pun ditentangnya hanya karena telah memberi kontribusi ekonomi dalam rumah tangga. Hingga hukum waris yang memberi bagian laki-laki lebih banyak daripada perempun pun di tolaknya.
Dengan dalih lebih teliti, ulet, memiliki keahlian dan jenjang pendidikan yang tinggi, ditambah dengan kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi perempuan dieksploitasi menjadi roda ekonomi dengan dalih pemberdayaan. Perempuan pekerja baik di sektor formal maupun informal telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menambah pemasukan keluarga dan bahkan tidak sedikit yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Anak-anak dan keluarga telah menjadi korban dari eksploitasi atas nama pemberdayaan ekonomi.
Tidak jarang perempuan itu sendiri juga menjadi korban atas berbagai kebijakan dan program atas nama kesetaraan gender, dia harus menanggung beban yang seharusnya tidak dia tanggung. Pelecehan seksual dan tingkat stres yang tinggi hingga pada akhirnya menyengsarakan dirinya sendiri dan itu akan berdampak buruk terhadap pelaksanaan peran penting perempuan dalam keluarga dan mendidik anak.
Ibu Yuni Rahimakumullah,
Sungguh Islam sangat memuliakan perempuan dengan seperangkat syariat yang dengannya Ia akan mulia, melahirkan generasi emas, serta berkontribusi pada kemajuan peradaban Islam.
Jauh sebelum kapitalisme menawarkan kesetaraan gender yang sejatinya semu namun dikemas dengan kemasan yang menarik sehingga diterima oleh perempuan, Islam telah memberikan dua peran strategis yakni peran domestik dan peran publik secara bersamaan.
Dalam peran domestik, Perempuan sebagai istri memiliki peran yang sangat penting untuk mewujudkan rumah tangga yang nyaman bagi setiap anggota keluarga hingga slogan baiti jannati bisa dirasakan oleh suami, anak-anak dan dirinya sendiri. Rasulullah Muhammad SAW telah bersabda,
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Pemimpin negara adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi anggota keluarga suaminya serta anak-anaknya dan ia akan ditanya tentang mereka.seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari 893 dan Muslim 1829).
Sebagai pengatur rumah tangga, seorang istri wajib berkhidmat kepada suaminya atas pekerjaan-pekerjaan rumah yang biasa dilakukan oleh seorang istri. Dalam rumah tangga Nabi Muhammad SAW biasa menyuruh istri-istrinya untuk melayaninya, beliau bersabda: “Wahai Aisyah berikan saya makanan, wahai Aisyah bawakan pisau untukku, dan asahlah dengan batu.”.
Khidmatnya seorang istri kepada suaminya adalah ibadah yang diganjar dengan surga, Rasulullah SAW telah mengkhabarkannya,
“Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktunya, melaksanakan shaum pada bulannya, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja ia kehendaki.” (HR Ibnu Hibban dalam Shahihnya).
Selain sebagai pengatur rumah tangga, perempuan juga diberi peran strategis lain di sektor domestik yakni sebagai ibu bagi anak-anaknya. Sebagai seorang ibu, perempuan memiliki peran strategis dalam ranah ini yakni dia menjadi penentu baik-tidaknya sebuah generasi hingga muncul kata-kata penuh hikmah “Al-Umm Madrasatul Ula, Ibu adalah sekolah pertama”. Bukan hanya ‘sekolah pertama’, ibu sejatinya adalah ‘sekolah utama’ bagi putra-putrinya. Jika ada seseorang menjadi ulama, ilmuwan, tokoh ternama, atau pahlawan ksatria, maka lihatlah ibu mereka. Tentu karena ibu berperan besar dalam membentuk watak, karakter dan kepribadian anak-anaknya. Ia adalah sekolah pertama dan utama sebelum anak – anak mengenyam pendidikan di sekolah terbaik mana pun. Karena besarnya jasa ibu kepada anak-anaknya hingga Allah SWT memberi kemulian berupa surga dan perlakuan baik anak terhadap ibu tiga kali lebih tinggi dibandingkan ketaatan anak kepada ayahnya.
Seseorang pernah datang dan bertanya kepada Rasulullah saw, “ siapa yang lebih diutamakan (untuk menerima) perbuatan baikku ?” Nabi menjawab “Ibumu” “setelah itu siapa lagi?” “Ibumu” “setelah itu siapa lagi?” “ibumu” “setelah itu siapa lagi, Bapakmu.” (HR mutafaq ‘alaih).
Bahkan Allah SWT memberikan seperangkat syariat agar para perempuan yang menjadi ibu bisa menjalankan perannya dengan baik, diantaranya adalah kebolehan berbuka puasa di bulan ramadhan karena sedang hamil dan menyusui. Bahkan agar para istri dan ibu bisa menjalankan peran strategisnya dengan baik, Islam memberikan hak nafkah penuh tanpa harus bekerja sejak dia anak-anak hingga sebelum menikah hak nafkah ada pada orang tua atau walinya dan ketika seudah menikah nafkah beralih kepada suaminya.
وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban bapak
memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf”. (QS.Al-Baqarah ; 233).
Ketika wali atau suami tidak mampu menafkahi karena kefakiran/kemiskinannya maka negara akan mengambil alih dengan memberikan santunan untuk mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya dengan cara yang ma’ruf. Jadi Islam tidak pernah sekalipun membebani perempuan untuk mencari nafkah. Meski demikian tidak dilarang apabila perempuan bekerja untuk menularkan ilmunya kepada orang lain dan mengembangkan bisnisnya dengan kepastian dia tidak melalaikan tugas sebagai pengatur rumah tangga dan menjadi ibu pengasuh dan pendidik putra-putrinya.
Pemberdayaan ekonomi perempuan yang digalakkan saat ini menuntut perempuan terlibat dalam mencari nafkah akibat abainya peran negara terhadap rakyatnya sehingga bisa mengurangi keoptimalannya dalam mengurus rumah tangga dan anak-anaknya.
Selain peran domestik yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan, perempuan pada saat yang sama juga diberi peran dalam kehidupan publik. Hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa perempuan adalah seorang hamba yang diberi kewajiban yang sama dengan laki-laki dan Ia juga menjadi bagian dari anggota masyarakat.
Sebagai seorang hamba (muslim), perempuan diperintahkan mengerjakan shalat wajib lima waktu, puasa di bulan ramadhan, zakat, menuntut ilmu, beramar ma’ruf nahi mungkar, dan masih banyak syariat Islam yang lain. Perempuan juga diperintahkan menjauhi perbuatan yang dilarang sebagaimana laki-laki juga dilarang mengerjakan perbuata misalnya berzina, mencuri, membunuh, membuka aurat di tempat umum, dan sebagainya.
Allah SWT telah berfirman,
وَاَقِيْمُوْ الصَّلَىةَ وَآتُوْ الزَّكَوةَوَارْكَعُوْامَعَ الرَّاكِعِيْنَ
“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” (QS Al-Baqarah : 43).
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ
بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاءُ
بَعْضٍ
ۚ
يَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ
عَنِ
الْمُنْكَرِ
وَيُقِيمُونَ
الصَّلَاةَ
وَيُؤْتُونَ
الزَّكَاةَ
وَيُطِيعُونَ
اللَّهَ
وَرَسُولَهُ
ۚ
أُولَٰئِكَ
سَيَرْحَمُهُمُ
اللَّهُ
ۗ
إِنَّ
اللَّهَ
عَزِيزٌ
حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS At-Taubah : 71).
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk“ (QS.A-Isra :32).
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al Maidah: 38).
Dan masih banyak ayat lain di dalam Al-Qur’an maupun As-sunah yang menjelaskan posisi perempuan dan laki-laki sama dihadapan syariat Islam.
Dalam kehidupan publik, perempuan juga diperintahkan untuk melaksanakan beberapa kewajiban yang sama dengan laki-laki seperti kewajiban beramar ma’ruf nahi mungkar ketika melihat kemaksiyatan sebagaimana hadist Nabi Muhammad SAW,
‘Barang siapa di
antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan
tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila
tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah
iman.’.” (HR. Muslim)
Meski demikian ada beberapa syariat dalam kehidupan publik perempuan tidak
diberi kewajiban, dan hak yang sama dengan laki-laki diantaranya adalah
menduduki jabatan dalam hirarki pemerintahan sebagaimana hadist Nabi Muhammad
SAW,
“Tidak beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada seorang wanita” (HR. Bukhari).
Demikian Islam memposisikan perempuan dalam dua peran yakni peran domestik dan peran publik secara bersamaan. Peran domestik adalah peran utama yang tidak boleh diabaikan ketika Ia hendak menjalankan peran publiknya.
Waallahu a’lam bi shawab.