Oleh : Ustadzah Rohmah Rodhiyah
مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. ( QS. Annahl ayat 97).
21 April biasanya kaum perempuan Indonesia memperingati perjuangan R.A Kartini. Pada masa penjajahan Belanda Kartini dinilai memperjuangkan agar kaum perempuan memperoleh hak berpendidikan sebagaimana laki-laki. Karenanya Kartini dinobatkan sebagai salah satu dari Pahlawan emansipasi atau kesetaraan gender. Agar ide kesetaraan gender ini diterima kaum muslimin, maka para feminis memberi stempel bahwa ide kesetaraaan gender tidak bertentangan dengan Islam. Mereka mengklaim bahwa QS An Nahl ayat 97 adalah ayat kesetaraan gender, yaitu ayat yang menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan, menyamakan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Dalam ayat tersebut Allah akan memberi balasan yang sama kepada orang-orang yang beriman baik laki-laki maupun perempuan. Padahal memahami hukum tidak bisa hanya mengambil satu ayat dan mengesampingkan ayat yang lain.
Dengan mencermati secara rinci dan mendalam terhadap seluruh nash Alquran, maka terdapat nash yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang berlaku sama untuk perempuan dan laki-laki. Pada sebagian nash yang lain, terdapat pula hak dan kewajiban yang hanya untuk perempuan saja atau laki-laki saja. Tentu saja adanya kesamaan dan perbedaan di dalam sejumlah hak dan kewajiban di antara laki-laki dan perempuan bukan didasarkan pada ada atau tidak adanya aspek kesetaraan. Karena Islam hanya memandang masyarakat secara utuh, baik laki-laki ataupun perempuan, dengan menganggapnya sebagai suatu komunitas manusia bukan komunitas laki-laki saja atau komunitas perempuan saja. Dari sinilah justru hanya pemecahan masalah dengan hukum Islam yang mampu menyelesaikan permasalahan manusia secara tuntas dan memberi maslahat kepada manusia. Dalam Islam kedudukan laki-laki dan perempuan sederajat, bukan setara (Hak dan kewajiban sama antara laki-laki dan perempuan). Tidak ada yang lebih mulia kecuali karena takwanya. Firman Allah QS. al Hujurat (49) ayat 1 yang artinya:”Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kalian.
QS An Nahl ayat 97 bukan ayat kesetaraan gender. Perhatikan penafsiran yang benar terhadap QS Annahl ayat 97, Imam Ath Thabari dalam Tafsir Ath Thabari menafsirkan ” مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا” Barangsiapa yang mengerjakan amal karena ketaatan kepada Allah, maka Allah akan memenuhi janjiNya kepada orang-orang yang beriman baik laki-laki maupun perempuan. Allah benar benar akan memberi balasan kepada orang yang mengerjakan ketaaatan atas ketaannya. Amal shalih adalah melaksanakan semua perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, menunaikan semua kewajibannya baik yang sama antara laki-laki dan perempuan semisal shalat, shaum, puasa, haji, berdakwa dan mendidik putra putrinya. Begitu pula kewajiban yang yang berbeda laki-laki dan perempuan misalnya perempuan diharamkan untuk menjadi Khalifah (Pemimpin negara), Muawin (Pembantu Khalifah, Wali (Gubernur); Suami sebagai pemimpin rumah tangga yang mempunyai kewajiban memimpin, memberi nafkah, mendidik dan melindungi keluarga. Dan isteri sebagai ibu, pengatur rumah yang mempunyai kewajiban mengurus rumah, mengasuh/mendidik anak-anaknya.
Senada dengan Imam Ath Thabari, Imam Ibn Katsir dalam Tafsir Ibn Katsir menafsirkan QS Annahl ayat 97: ” مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا” Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih yaitu amal yang mengikuti Alquran dan Hadis. Dan dia adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya baik laki-laki maupun perempuan. Sungguh amal shalih ini adalah amal yang sesuai yang diperintahkan dan disyariatkan oleh Allah. Dengan demikian jelas mencakup semua amal yang sesuai yang diperintahkan dan disyariatkan oleh Allah. Syariat Islam ini baik yang sama laki-laki dan perempuan, maupun yang berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Selanjutnya Ibnu Abbas dalam Tanwir Miqbas dan Imam Jalaludin dalam Tafsir Jalalain menafsirkan sama tentang “فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً” maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” berupa ketaatan dan qonaah dalam kehidupan di dunia dan kehidupan yang baik di Surga. Artinya baik laki-laki maupun perempuan akan dibalas oleh Allah dengan menjadikannya sebagai orang-orang yang taat terhadap hukum-hukum Alloh. Tentu saja baik hukum yang sama antara laki-laki dan perempuan, maupun hukum yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Disamping itu Alloh juga menjadikannya sifat qonaah, yaitu menerima apa adanya rizki yang halal dari Allah, ridlo terhadap qodlo Nya dan bersyukur terhadap pemberian Nya, termasuk ketetapan Allah bahwa dia dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan. Ajaran Islam membangun relasi laki-laki dan perempuan itu saling bekerjasama, saling tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa untuk meraih kemuliaan hidup, bukan untuk bersaing diantara mereka.
Demikianlah Peraturan Islam baik yang sama antara laki-laki dan perempuan, maupun yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, tujuannya adalah agar mampu memenuhi kebutuhan manusia dan mampu menyelesaikan permasalan manusia secara tuntas, tanpa menimbulkan masalah yang lain. Hal ini karena aturan yang diciptakan sesuai dengan kebutuhan manusia, fitroh dan kodrat manusia. (Taqiyuddin al Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 1993).
Dari sinilah akan muncul kepuasan akal, ketenteraman hati dan ketenangan jiwa. Inilah peraturan yang mampu mengantarkan kerjasama, tolong menolong laki-laki dan perempuan dalam kebaikan dan taqwa, untuk menggapai kejayaan Islam dan kaum muslimin.