Oleh
: Nabila Asy Syafii
MUQADIMAH
Jangan bayangkan bahwa kehidupannya glamour penuh kemewahan, dengan perhiasan
emas permata, atau rumah megah nan mewah. Tidaklah seperti itu. Bahkan
kehidupannya amat bersahaja, rumah yang sangat sederhana, seperti rumah
kebanyakan rakyatnya. Pun perabotan rumah yang dipunya, seadanya, yang penting
bisa untuk menyiapkan makanan dan minuman.
Sinar kecantikan wajahnya tak memudar meski tanpa riasan. pakaian yang
dikenakannya dari kain yang kasar tidak sehalus sutra. Meski sebenarnya dia
mampu untuk mendapatkan. Namun dia berpakaian dari kain sebagai mana yang
dikenakan rakyatnya.
Ketaatan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW baginya diatas segalanya. Sungguh
keimanan kokoh tertancap kuat dalam sanubarinya. Selalu ingin menjadi yang
pertama dalam melakukan kebaikan semata hanya karna Allah.
Baktinya kepada suami, menujukkan dia seorang istri yang sholihah. Kepedulian
kepada rakyatnya cerminan rasa tanggung jawab yang besar. Dialah cucu
Rasulullah SAW, putri dari Ali bin Abi Thalib dengan Sayyidah Fatimah Az Zahra,
Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib.
SEKILAS TENTANG IBU NEGARA UMMU KULTSUM BINTI ALI BIN ABI THALIB
Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib lahir dari seorang wanita penghulu
syurga, yakni Fatimah Az Zahra. Ayah Ummu Kultsum adalah Ali bin Abi Thalib,
orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak – anak. Kakeknya adalah
Nabi Muhammad SAW, manusia sempurna. Sedangkan kedua saudaranya adalah pemimpin
pemuda ahli surga dan penghibur hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Yakni Hasan dan Husain.
Ketika Rasulullah SAW, kakeknya wafat, usia Ummu Kultsum saat itu sekitar lima
tahun. Enam bulan kemudian ibunda tercinta Fatimah Az Zahra menyusul kakeknya.
Oleh karena itu Ummu Kultsum kecil hidup dalam asuhan dan bimbingan ayahanda
Ali bin Abi Thalib dan kedua kakaknya Hasan dan Husain, sebagai permata hati,
tidak hanya bagi keluarga Ali bin Abi Thalib namun juga seluruh kaum muslimin.
Dari keluarga yang mulia dan lingkungan yang baik, Ummu Kultsum ra tumbuh,
berkembang, dan terdidik. Patut kiranya Ummu Kultsum menjadi cermin bagi para
gadis muslimah yang tumbuh di atas din, keutamaan, dan rasa malu.
Adalah Amirul Mukminin Umar bin KhaththabAl-Faruq, Khalifah ar Rasyidin
yang kedua, dalam perjalanan hidupnya pernah mendapatkan hadits Nabi Muhammad
SAW, ” Setiap sebab dan nasab ( keturunan) pada hari kiamat akan putus,
kecuali sebabku dan nasabku.” Sehingga banyak sekali orang yang
bercita-cita untuk mewujudkan hubungan nasabnya seperti yang disabdakan Nabi
Muhammad SAW tak terkecuali Umar bin Khatthab.
Umar bin Khatthab pun mendatangi Ali bin Abi Thalib untuk meminang Ummu Kultsum
. Meski awalnya Imam Ali bin Abi Thalib keberatan, namun akhirnya mengijinkan
dan meminta pernikahan itu, ditunda karena Ummu Kultsum masih kecil. Ketika
Ummu Kultsum baligh maka pernikahan tersebut dilangsungkan.
Umar berkata, “Nikahkanlah aku dengannya, wahai Abu Hasan, karena aku telah
memperhatikan kemuliaannya yang tidak aku dapatkan pada orang lain.” Maka Ali
meridhainya dan menikahkan Umar dengan putrinya pada bulan Dzulqa’dah tahun 17
Hijriah, dengan mahar 40.000 dirham. Ummu Kultsum hidup bersama Amirul Mukminin
Umar bin Khatthab hingga terbunuhnya Umar. Dari pernikahannya, beliau
mendapatkan dua anak, yaitu Zaid Al Akbar bin Umar Al-Akbar dan Ruqayyah binti
Umar.
UMMU KULTSUM, IBU NEGARA YANG MEMBANTU PERSALINAN RAKYAT
Ummu Kultsum, meski masih muda belia, adalah seorang perempuan yang memiliki
kapasitas kecerdasan yang luar biasa, kedewasaan yang matang, pemahaman dan
pengetahuan agama yang mendalam.
Pada suatu malam, Umar bin Khatthab melakukan inspeksi terhadap situasi dan
kondisi rakyatnya, hingga ke luar kota Madinah. Umar melihat ada sebuah tenda.
Kemudian dengan berjalan Umar mendekati tenda tersebut. Dan menyapa seorang
lelaki yang sedang duduk di depan tenda , samar-samar Umar mendengar suara
rintihan dari dalam tenda.
” Assalamualaikum, wahai saudara, sapa Umar. Lelaki tersebut
menjawab,” Walaikum Salam warahmatullahi wabarakatuh.”
” Siapakah engkau? Dari mana berasal ? Kemana tujuanmu? Tanya Umar.
Lelaki tersebut menjawab,” Aku dari pedalaman. Sungguh aku mengetahui
bshwa Amirul Mukminin Umar suka memberi santunan kepada fakir miskin.
Kedatanganku ke Madinah, mudah-mudahan bisa bertemu dengannya dan mendapatkan
sebagian dari santunan tersebut.
” Aku mendengar rintihan dari dalam tenda, suara siapakah itu ?”
Tanya Umar.
Lelaki tersebut menjawab,” Dia adalah istriku yang tengah mengalami
persalinan.”
” Bersama siapa dia di dalam tenda, ” Tanya Umar.
” Sendirian, sebab kami tidak melihat seorangpun yang bisa membantu,”
jawab lelaki tersebut.
Umar langsung pulang untuk mencari bantuan. Maka ia temui istrinya Ummu Kultsum
yang saat itu tengah tidur pulas. Umar pun membangunkan istrinya, dan berkata,
“Apakah kamu ingin mendapatkan pahala yang akan Allah limpahkan kepadamu?”
Ummu Kultsum menjawab penuh antusias dan berbahagia dengan kabar gembira
tersebut, dan merasa mendapatkan kehormatan karenanya.
“Apa bentuk kebaikan dan pahala tersebut, wahai Amirul Mukminin ?” Maka Umar
memberitahukan kejadian yang beliau temui, kemudian Ummu Kultsum segera bangkit
dan mengambil peralatan untuk membantu melahirkan dan kebutuhan bagi bayi.
Sedangkan Amirul Mukminin membawa periuk yang di dalamnya ada mentega dan
makanan. Keduanya berangkat hingga sampai ke tenda tersebut.
Istri Amirul Mukminin masuk ke tenda dan berperan sebagai bidan menolong
persalinan. Sementara itu, Amirul Mukminin bersama laki-laki tersebut di luar
memasak makanan hingga siap dihidangkan.
Tak lama bidan yang cerdas itu mendampingi ibu dengan terus mengomando
persalinan, hingga lahirlah seorang bayi laki-laki. Dari dalam tenda Ummu
Kultsum berseru dengan riang, ” Ucapkan selamat pada temanmu dengan
kelahiran seorang bayi laki-laki, wahai Amirul Mukminin !”
Seketika lelaki itu terperanjat dan hampir pingsan, ternyata orang yang di
sampingnya yang sedang memasak dan meniup api adalah Amirul Mukminin.
Sedang yang menjadi bidan untuk persalinan istri lelaki tersebut adalah Ummu
Kultsum, istri Amirul Mukminin, cucu Rasulullah SAW, putri Fatimah Az Zahra
dengan Ali bin Abi Thalib.
Lelaki tersebut penuh rasa takut meminta maaf, Umar pun segera menenangkannya.
Dan segera menyiapkan makanan untuk suami istri tersebut. Setelah keduanya
kenyang Umar berkata, ” Besok pagi, datanglah kalian ke diwanbaitumaal.
Nanti kami akan menyuruh petugas agar memberi harta yang pantas buat kalian
sekeluarga.”
Kemudian Amirul Mukminin bersama istrinya Ummu Kultsum kembali ke rumah dengan
perasaan yang bahagia karena bisa melakukan kebaikan. Allah pasti mencatat
setiap amal yang diperbuat oleh hamba, Allah meninggikan derajat dua
hambaNyaditengah kegelapan malam yang pekat.
UMMU KULTSUM, IBU NEGARA YANG BERSAHAJA.
Dalam pergaulan internasional, hal yang wajar saling memberi hadiah antar ibu
negara. Hal ini terjadi pula pada Ummu Kultsum istri Amirul Mukminin Umar bin
Khatthab.
Dalam kitab Tarikh atThabari, Abu Ja’far Ath Thabari meriwayatkan, Ummu Kultsum
mengirim makan, minuman dan wadah -wadah berisi parfum perempuan pada ratu
Romawi. Ia mengemasnya dan mengirimkan melalui pos hingga barang -barang tersebut
sampai pada yang dituju. Istri Heraclius itu menerimanya dan ia mengumpulkan
para perempuan Romawi seraya berkata, ” ini adalah hadiah dari istri Raja
Arab dan dia adalah keturunan Nabi mereka.” Kemudian Ratu Romawi itu
menulis surat dan membalasnya dengan mengirim hadiah khusus untuk Ummu Kultsum.
Hadiah balasan itu berupa perhiasan yang mewah dan mahal. Setibanya petugas pos
yang mengirim hadiah tersebut sampai di rumah Umar. Maka Umar perintahkan untuk
menahan barang itu dan mengajak petugas pos ikut sholat berjamaah. Lalu
merekapun berjamaah. Setelah mengimami sholat, Umar berkata,” Tidak ada
kebaikan pada suatu masalah yang tidak diputuskan melalui musyawarah,
menyangkut urusanku. Ceritakanlah mengenai hadiah yang dikirim oleh Ummu Kultsum
kepada istri penguasa Romawi. Lalu istri penguasa Romawi itu memberikan hadiah
balas untuknya.”
Sebagian jamaah menyatakan.” Hadiah itu milik Ummu Kultsum, sebab dia
telah mengirimkan hadiah kepada ratu Romawi. “
Sebagian mengatan,” kami memberi hadiah pakaian untuk tujuan mengaharapkan
imbalan, kami mengirimkannya untuk tujuan bisnis.”
Kemudian Umar berkata,” Tetapi Rasulullah SAW itu satu, beliau Rasulnya
kaum muslimin. Fasilitas pos adalah milik kaum muslimin. Pada masa permulaan
kaum muslimin mengagungkan hadiah.” Selanjutnya Umar memerintahkan agar
hadiah dari Ratu Romawi itu diletakkan dalam baitulMaal ( kas negara) dan unruk
kepentingan kaum muslimin. Lalu ia menyuruh materi yang telah dihadiahkan
kepada Ummu Kultsum dikembalikan pada yang memberinya.
Ummu Kultsum, tidak merasa marah atau kecewa terhadap keputusan suaminya. Ia
tidak sedih karena hadiah itu tidak diberikan kepadanya. Ia faham betul apa
yang dilakukan suaminya adalah keputusan yang tepat. Dan harus ia patuhi dengan
ikhlas karena Allah. Inilah cerminan wanita sholihah yang taat kepada Allah SWT
dan Rasulullah SAW.
KHATIMAH
Sejarah dan kisah, bukanlah sekedar cerita tanpa makna. Darinya kita bisa
mengambil pelajaran, mengambil ibrahnya. Untuk dijadikan motivasi, penyemangat
berproses menjadi lebih baik. Menjadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin,
agar menjadi manusia yang beruntung. Oleh karena itu kita bisa mengambil ibrah
dari kisah diatas, diantaranya adalah :
1. Lingkungan keluarga yang baik, dan pendidikan keluarga yang baik, berpengaruh
pada kematangan jiwa anak. (Sebagaimana Ummu Kultsum tumbuh, kembang dalam
lingkungan yang baik)
2. Tanggung jawab dan kepedulian penguasa kepada rakyatnya adalah tanggung
jawab dihadapan Allah, bukan untuk pencitraan dihadapan manusia ( lihatlah Umar
bin Khatab dan Ummu Kultsum ditengah malam gelap gulita, dengan rela mejalankan
tugasnya untuk menolong rakyaknya
3. Bagi pejabat menerima hadiah dari bawahan adalah subhat, antara hadiah dan
riswah ( suap) begitu tipis jaraknya. Oleh karena maka janganlah menerima harta
yang subhat.
Dan masih banyak lagi hal yang bisa dipetik dari setiap peristiwa sejarah dan
kisah. Semoga kita bisa mengambil ibrah dan pelajaran yang baik darinya.