Oleh
: Nabila Asy Syafii
MUQADIMAH
Seorang perempuan, belum dikenal di masa awal Islam. Hanya dikenal dilingkungan
keluarga dan handai taulan. Dari kampung halamannya di Samawah, dekat kuffah.
Beliau berpindah ke Madinah Al Munawwarah, sebagai istri seorang khalifah
Utsman bin Affan ra.
Seorang perempuan ini berlisan fasih, cakap dalam berpidato, pandai bersyair,
setia dan doa-doanya dikabulkan oleh Allah SWT. Ia adalah Na’ilah binti Al
Farafishah.
NA’ILAH MENIKAH DENGAN AMIRUL MUKMININ USTMAN BIN AFFAN
Dikisahkan oleh Ibnu ‘Asakir, Sa’id bin Al Ash Al Umawi, seorang gubernur
Kuffah, menikah dengan seorang muslimah dari bani Kalb yang bernama Hindun
binti Al Farafishah bin Al Ahwash Al Kalb. Berita pernikahan Sa’id sampai
kepada Ustman bin Affan.
Utsman bin Affan sangat mengetahui bahwa Sa’id adalah seorang lelaki yang
cerdas, berfikir jernih dan tepat dalam pilihan. Maka segera Utsman mengirim
surat kepada Sa’id mengutarakan maksudnya. Isi surat tersebut adalah:
” Bismillahirrahmanirrahim. Amma ba’du. Aku mendengar engkau menikah
dengan wanita dari Bani Kalb, beri tahu aku tentang kehormatan dan
kecantikannya. Segeralah tulis surat kepadaku.”
Dengan singkat Sa’id bin Al Ash Al Umawi menulis surat jawaban kepada khalifah
Utsman bin Affan, ” Assalamualaikum wrwb. Adapun kehormatannya, dia adalah
putri Al Farafishah bin Al Ahwash. Adapun kecantikannya, dia putih dan tinggi.
Waalaikumsalamwrwb.
Utsman menjawab menjawab surat Sa’id. ” Jika dia memiliki saudara
perempuan, maka nikahkanlah aku dengannya.”
Sa’id pun menyampaikan permintaan Amirul Mukminin Ustman kepada mertuanya, Al
Farafishah. Agar menikahkan putrinya dengan Ustman.
Al Farafishah pun tidak keberatan jika putrinya dinikahi Ustman. Ia memanggil
anak lelakinya yang telah masuk Islam bernama Dhab. ( Karena Al Farafishah
beragama Nasrani) .Dan mengatakan, ” nikahkanlah saudara perempuanmu
dengan Amirul Mukminin. Saat itulah Dhab menikahkan saudara perempuannya Nailah
binti Al Farafishah dengan Ustman bin Affan, Dan Na’ilah pun di boyong ke
Madinah.
Sejak hidup di Madinah, Na’ilah sering berkunjung ke rumah Ummul Mukminin
Aisyah ra, beberapa hadits diriwayatkan oleh Na’ilah dari Ummul Mukminin Aisyah
disampinghadits dari suaminya Ustman bin Affan.
Na’ilah adalah sosok istri sholihah, cerdas, mahir dalam bersyair, juga selalu
menunjukkan sikap yang baik kepada suaminya, taat, amanah dan selalu berusaha
mencintai dan membahagiakan suaminya, sehingga mendapatkan tempat yang istimewa
dihati suaminya.
Dari pernikahan Na’ilah dengan Ustman bin Affan lahir seorang putri yang
diberinama Maryam binti Ustman.
NA’ILAH SELALU DIDEKAT UTSMAN
Tahun 35 H, terjadi fitnah yg dihembuskan oleh Abdullah bin Saba, hingga fitnah
itu menyulut pemberontakan kepada Amirul Mukminin Ustman di Madinah.
Saat para pemberontak telah menyebar di Madinah, dan berhasil memasuki rumah
Ustman, para pemberontak itu bermaksud membunuh Ustman, Maka Na’ilah menjadikan
dirinya sebagai tameng untuk melindungi suaminya dari ayunan pedang yang
menyasar ke tubuh Ustman, jarinya turut terputus. Tubuh dan tabganUstman bin
Affan pun tak luput dari serangan pedang hingga berdarah-darah. Saat itu Ustman
berkata,” Demi Allah, tangan ini adalah tangan yang pertama kali menuliskan
ayat-ayat surat Mufashal.” Tetesan darah pertama Ustman jatuh tepat
mengenai ayat :
فسيكفيكهم الله وهو
السميع العليم
” Maka Allah akan memelihara kamu dari neraka, Dan Dialah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui “. ( QS 2 : 137)
Pemberontak itu datang lagi, dan kali ini pedangnya mengayun dan melukai tubuh
Amirul Mukminin Ustman bin Affan hingga syahid. Sungguh peristiwa di waktu
Dhuha hari Jumat itu telah membuat Na’ilah sangat berduka, ia menangis sangat
sedih, air matanya membasahi kedua pipinya.
Untuk menghormati suaminya, Na’ilah turut mensholati dan hadir dalam pemakaman
Ustman bin Affan di Baqi’.
Na’ilah adalah sosok istri sholihah, kesetiaannya kepada suami tidak diragukan
lagi. Pada banyak kesempatan, Na’ilah sering menyebut kebaikan -kebaikan
Ustman.
Islam tidak melarang seorang janda menikah lagi, setelah masa iddahnya selesai.
Namun banyak janda yang enggan menikah lagi karena rasa cinta dan kesetiaannya
kepada suami yang telah meninggal, pun Na’ilah tidak menikah lagi sepeninggal Ustman
bin Affan.
DOA YANG TERKABUL
Sungguh Allah SWT tidak menyia-nyiakan amal seorang hamba yang sholihah,
doa-doanya tak ada hijab antara hamba yang sholihah dengan Allah. Pun doa-doa
Na’ilah binti Al Farafishah.
Ibu Asakir meriwayatkan, dari beberapa gurunya yang berasal dari Bani Rasib.
Beliau berkata,”Ketika aku sedang melakukan thawaf di Ka’bah, kulihat ada
seorang buta yang sedang melakukan thawaf. Orang itu berdoa,” Ya Allah,
ampunilah aku. Tapi aku lihat Engkau tidak mengampuniku.”
Aku berkata kepadanya, ” Wahai saudaraku, bertawakallah kepada Allah SWT,
mengapa engkau berkata seperti itu ? Laki-laki itu menjawab. ” Aku
mempunyai sebuah masalah. Aku dan seorang temanku pernah bersumpah, kalau
Ustman bin Affan terbunuh kami akan menampar wajahnya. Setelah Ustman bin Affan
terbunuh kami masuk rumahnya, kami dapati Ustman bin Affan sudah terbujur di
pangkuan istrinya, Na’ilah binti Al Farafishah.
Temanku berkata kepada wanita itu, “Bukalah wajahnya,” Na’ilah
bertanya, Untuk apa?” ” Aku ingin menampar wajahnya,” jawab
temaku. Maka Na’ilah berkata,” Apakah engkau tidak tahu tentang lelaki
ini? Tentang dia, Rasulullah SAW pernah berkata ini dan itu ( banyak sekali
keutamaannya). Maka temanku malu dan mundur pergi.
Namun aku majundan mendekati. Kukatakan kepada Na’ilah, bukalah wajahnya.
Na’ilah pun bangkit dan bermaksud mengusir. Aku berhasil menampar wajah Ustman
bin Affan dan Na’ilah marah. Na’ilah berdoa,” Semoga Allah SWT mematikan
tanganmu, membutakan matamu dan tidak mengampunimu.”
Demi Allah tidak lama kemudian, tanganku tidak bisa digerakkan, dan mataku tak
bisa melihat. Akupun tahu bahwa Allah SWT tidak mengampuni. “
Muhammad bin Sirin berkata, ” Sungguh aku melihat tangannya benar-benar
mati kering seperti sebatang kayu.
Demikianlah Na’ilah binti Al Farafishah selalu menjaga kehormatan suaminya,
meski suaminya telah wafat.
KHATIMAH
Binar cahaya kebaikan selalu terpancar, tak lekang oleh waktu. Catatan sejarah
tak melupakan setiap ukiran keindahan. Sungguh sejarah Islam telah menyemai sosok-sosok
fenomenal yang terus dikenang masa, yang bisa diambil ibrah darinya.
Dari kisah Na’ilah binti Al Farafishah kita bisa belajar untuk menjadi istri
sholihah, istri yang setia kepada suami, mendampinginya dalam suka dan duka
untuk mengharapkan keridhaan Allah SWT.
Selalu menjaga kehormatan suami semasa hidupnya maupun setelah tiada semata
karena Allah SWT.
Ditengah arus kapitalisme dan materialisme yang mendominasi dunia saat ini.
Sangat perlu bagi muslimah untuk mengokohkan iman dan ketaqwaan agar tidak
terseret dalam hingar bingar dunia yang kerap kali menjerumuskan dalam
kebinasaan.