Oleh : Ustadzah Arini Retnaningsih
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap manusia pasti banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat” (HR. Tirmidzi no.2687).
Suaramubalighah.com, Hadist – Pertaubatan nasional saat ini sedang gencar diserukan untuk menghadang pandemi global covid19. Apalagi memasuki bulan Ramadhan di mana ampunan ditebar oleh Allah. Beberapa waktu lalu PBNU menggelar doa bersama dan pertaubatan global secara online.
Wapres Ma’ruf Amin mengapresiasi inisiatif PBNU tersebut. “Sebagai orang-orang yang beriman, kita juga harus melakukan upaya-upaya bathiniyah selain lahiriyah, memohon kepada Allah SWT,” kata Wapres Maruf lewat konferensi Zoom, yang tayang langsung di channel BBS TV pada malam pada acara pertaubatan nasional dan istighotsah online PBNU (https://rmco.id/baca-berita/nasional/32374/nu-prakarsai-tobat-global).
Benar, salah satu penyebab dari bencana, termasuk merajalelanya wabah, adalah karena dosa-dosa yang dilakukan manusia. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَنْ كَثِيرٍ [الشورى:30]
”Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”(QS. Asy-Syuraa: 30)
Namun taubat seperti apa yang diperlukan? Mari kita telaah hadis taubat ini lebih lanjut.
Taubat : Makna dan Syarat
Melakukan kesalahan adalah suatu hal yang wajar pada manusia biasa. Manusia diciptakan Allah memiliki hawa nafsu yang bisa menggelincirkannya pada kesalahan ketika hawa nafsu ini dipenuhi dengan cara yang tidak sesuai ketentuan Allah. Begitupun setan dan bala tentaranya tidak pernah bosan merayu dan membujuk manusia untuk melakukan kesesatan dengan berbagai cara. Hadis riwayat Tirmidzi di atas merupakan pengakuan akan kelemahan manusia ini, yaitu setiap manusia pasti banyak berbuat salah.
Bahkan Rasulullah saw menegaskan :
“Kalau kalian tidak pernah berbuat dosa niscaya Allah SWT akan mengganti kalian dengan kaum yang lain yang berbuat dosa, tetapi mereka memohon ampun dan Allah SWT mengampuni mereka”.( HR.Muslim).
Karena potensi berbuat salah dan dosa inilah manusia perlu memperbanyak taubatnya. Dan inilah yang Rasulullah saw katakan bahwa sebaik-baik orang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.
Taubat menurut bahasa berasal dari kata تَوَبَ yang bermakna kembali. Dia bertaubat, artinya ia kembali dari dosanya (berpaling dan menarik diri dari dosa). Menurut Ibnu Qayyim ada beberapa persyaratan dalam menjalankan taubat. Jika dosa yang dilakukan adalah hak Allah, taubat memiliki tiga syarat: 1) Penyesalan; 2) Berhenti dari dosa; 3) Berjanji untuk tidak mengulanginya.
Orang yang dia pernah melakukan zina, maka untuk bertaubat dia harus menyesali perzinaan yang telah dilakukannya, berhenti dari zina dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Ia akan senantiasa berusaha untuk mejaga kesucian dirinya dan memperbanyak beribadah kepada Allah untuk mendekatkan diri dan menjaganya dari mengulangi dosa.
Taubat Nasional, Bagaimana Caranya?
Bila taubat individu adalah menyesali dosa, berhenti dan tidak akan mengulangi kesalahan tersebut, bagaimana taubat nasional? Apakah cukup dengan taubat individu yang dilakukan secara bersama-sama?
Selama ini yang kita lihat dari praktek taubat global atau nasional adalah taubat individu yang dilakukan bersama-sama. Itupun hanya sebatas seremoni. Apakah setiap individu benar-benar berhenti dari dosa-dosanya? Wallahu a’lam.
Dosa-dosa individu, jika dilakukan oleh satu atau dua individu, maka hanya ada kewajiban bertaubat bagi para pelakunya. Namun, bila dosa tersebut dilakukan oleh banyak orang dalam satu masyarakat, hal ini menunjukkan adanya kerusakan yang massif, yang diakibatkan oleh sistem yang salah. Efek dari dosa tersebut bukan lagi pada individu, tetapi merata ke seluruh masyarakat. Perhatikan hadis berikut :
Shahabat Ibnu ’Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap ke arah kami dan bersabda:
“يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ، خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ، وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ:
لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا، إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِينَ مَضَوْا. وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ، إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَؤونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ.
وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ، إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ، وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا.
وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ، إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ، فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ.
وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ، إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ”
”Wahai sekalian kaum Muhajirin, ada lima hal yang jika kalian terjatuh ke dalamnya –dan aku berlindung kepada Allah supaya kalian tidak menjumpainya- (1)Tidaklah nampak zina di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya,(2)Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka. (3) Tidaklah mereka menahan zakat (tidak membayarnya) kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka (hujan tidak turun), dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak akan diberi hujan. (4)Tidaklah mereka melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh mereka (dari kalangan selain mereka; orang kafir) berkuasa atas mereka, lalu musuh tersebut mengambil sebagian apa yang mereka miliki(5) Dan selama pemimpin-pemimpin mereka (kaum muslimin) tidak berhukum dengan Kitabullah (al-Qur’an) dan mengambil yang terbaik dari apa-apa yang diturunkan oleh Allah (syariat Islam), melainkan Allah akan menjadikan permusuhan di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim dengan sanad shahih).”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah (2/1332 no 4019), Abu Nu’aim (8/333), al-Hakim (no. 8623) dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam ash-Shahihah no. 106)
Saat ini dosa-dosa yang disebutkan oleh Rasulullah saw di atas telah tampak semua di tengah masyarakat. AIDS, dan yang sekarang covid19 yang mewabah, boleh jadi adalah akibat yang muncul karena sudah merajalelanya zina di tengah masyarakat. Pergaulan bebas sudah tak dipandang aib lagi di masyarakat dunia, bahkan di negeri muslim terbesar seperti Indonesia. Di sini, zina bukan perbuatan pidana selama dilakukan suka sama suka. Transaksi seksual juga tidak ditindak pelakunya, yang ditangkap hanya mucikarinya. Berbagai penyimpangan seksual telah muncul, dan tak sedikit di antaranya yang diupload di situs-situs porno yang mudah diakses.
Gambaran seperti ini sudah bukan lagi dosa individu tetapi dosa jamaah. Apalagi ketika penguasa diam dan justru membuat aturan yang mendukung kebebasan ala Barat ini. Dan di kalangan umat tidak ada upaya untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya jika manusia melihat seseorang melakukan
kezhaliman, kemudian mereka tidak mencegah orang itu, maka Allah akan meratakan
adzab kepada mereka semua. [HR Abu Dâwud,
at-Tirmidzi dan dishahîhkan oleh al-Albâni)
Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda :
Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, hendaknya kalian
betul-betul melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar atau (jika kalian tidak
melaksanakan hal itu) maka sungguh Allah akan mengirim kepada kalian siksa
dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya (agar supaya dihindarkan dari siksa
tersebut) akan tetapi Allah Azza wa Jalla tidak mengabulkan do’a kalian. [HR Ahmad dan at-Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albâni
dalam Shahîhul Jâmi’]
Dahulu,
Allah mengazab kaum Nabi Hud dan Nabi Shalih karena keingkaran mereka kepada
Allah, mengazab kaum Nabi Syu’aib karena curang dalam timbangan dan takaran,
mengazab kaum Nabi Luth karena homo, dan saat ini, semua dosa yang dikerjakan
kaum-kaum terdahulu tersebut dilaksanakan semua. Sementara yang bertindak melakukan amar
ma’ruf dan nahi munkar justru diberangus dan dibungkam.
Wajar bila Allah kemudian menurunkan wabah kepada penduduk dunia, untuk memperingatkan mereka agar mereka kembali kepada Allah, menegakkan syariat dan hukum-Nya di muka bumi. Maka taubat kita mestinya adalah taubat global, taubat sistemik, tak sekedar taubat individu sekalipun bersama-sama, apalagi taubat yang hanya seremonial belaka.
Taubat kita harusnya menyesali semua dosa-dosa kita yang telah berhukum dengan hukum selain Allah, berhenti dari hukum-hukum tersebut dan menjalankan hukum-hukum Allah sepenuhnya.
Disebutkan dalam hadits:
“Satu hukuman hadd yang ditegakkan di atas muka bumi, lebih baik daripada hujan selama 40 hari” (HR. Ahmad 16/301, dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1/163).
Apalagi jika kita bertaubat dengan menerapkan semua hukum Allah, in syaa Allah bumi akan mengeluarkan semua berkahnya, dan Allah akan menjauhkan kita dari azab-Nya.
WaAllahu A’lam