Menyegerakan Pembayaran Zakat karena Pandemi, Bolehkah?

Oleh : Ustadzah Najmah Saiidah

Suaramubalighah.com, Takbir-Beberapa minggu ini, setelah Indonesia dilanda pandemi covid 19, muncul himbauan Menteri Agama Fachrul Razi maupun wakil Presiden MA’ruf Amin agar umat muslim  membayarkan zakat mal atau zakat hartanya sebelum bulan Ramadan. Hal itu dilakukan untuk mempercepat distribusi zakat kepada orang-orang yang berhak di masa pandemi. Imbauan tersebut disampaikan melalui Surat Edaran Menteri Agama Nomor 6 tahun 2020 terkait panduan beribadah menyambut Ramadan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 Hijriah. Surat Edaran tersebut diteken Menteri Agama pada hari Senin, 6 April 2020.”Bagi Organisasi Pengelola Zakat untuk sebisa mungkin meminimalkan pengumpulan zakat melalui kontak fisik, tatap muka secara langsung dan membuka gerai di tempat keramaian,” ujar Fachrul. Ia juga meminta agar pembayaran zakat dilakukan melalui layanan jemput zakat dan transfer layanan perbankan. https://bisnis.tempo.co/read/1328546/menteri-agama-resmi-imbau-umat-muslim-bayar-zakat-sebelum-ramadan. Sebelumnya dengan alasan yang sama, Ma’ruf Amin mengimbau kepada masyarakat muslim segera membayar zakatnya. Zakat yang biasanya dibayarkan saat Ramadan berupa zakat fitrah dapat dimajukan setelah melihat situasi terkini di dalam negeri. “Saat ini sangat tepat sekali yang kaya mengeluarkan zakat. (Yang biasanya dikeluarkan) tiap Ramadan, sebaiknya dimajukan waktunya dan pada sekarang ini sangat tepat karena memang masyarakat sangat membutuhkan,” kata Ma’ruf Amin saat konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa, 31 Maret 2020. https://bisnis.tempo.co/read/1326106/corona-maruf-amin-imbau-warga-muslim-percepat-bayar-zakat/full&view=ok.

Baru-baru inipun ada fatwa MUI terkait dengan pemanfaatan harta zakat yang diperuntukan untuk penanggulangan wabah covid 19, yaitu  Nomor 23 tahun 2020, yang dikeluarkan tanggal 23 April 2020 . https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2020/04/24/182470/fatwa-lengkap-mui-dana-zakat-boleh-untuk-tangani-covid-19.html

Hanya saja wacana ini seolah tidak banyak yang menanggapi. Sesungguhnya dari himbauan ini setidaknya kita bisa mengungkap 2 hal, yaitu pertama, berkaitan dengan abainya penguasa melakukan tugasnya sebagai pelindung rakyat. Walaupun zakat adalah kewajiban dari kaum muslimin yang telah memenuhi syarat, akan tetapi seharusnya negara sebagai pelindung rakyat  berusaha keras, berusaha maksimal untuk mengurusi rakyat ini dengan berbagai cara sehingga rakyat terpenuhi segala kebutuhannya karena imbas dari wabah ini.  Kedua, berkaitan dengan zakat. Sesungguhnya perkara zakat telah diatur dengan sangat rinci sehingga tidak dengan serta merta ada wabah, rakyat dituntut untuk membayar zakat. Karena masalah zakat ini ada ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.  Jika syarat dan ketentuan tadi tidak ada atau belum terpenuhi, maka belum wajib  membayar zakat. Karenanya negara juga seharusnya tidak boleh memaksa rakyatnya untuk membayar zakat maal ketika belum memenuhi syarat, terlebih lagi terkait zakat fitrah.  Karena zakat fitrah terikat dengan waktu, yaitu ditunaikan ketika Ramadhan. Maka, jika belum waktunya (Ramadhan) maka tidak terkategori membayar zakat fitrah, padahal zakat fitrah wajib. 

Ketentuan Islam Tentang Zakat

Zakat secara bahasa berarti berkembang (an-namaau)  berarti juga pensucian (tathhir), keberkahan (al-barakah), dan baik (thayyib).  Sedangkan secara syar’iy adalah sejumlah (nilai/ukuran) tertentu yang wajib dikeluarkan dari harta (yang jenisnya) tertentu pula. Zakat adalah salah satu ibadah dan salah satu rukun dari rukun-rukun Islam, seperti shalat, puasa dan haji.  Zakat hanya wajib atas kaum muslim, hal ini ditegaskan dalam QS Al-Baqarah : 43.  Demikian pula hadits-hadits Rasulullah, di antaranya,  Beritahukanla hkepada mereka, bahwa Allah SWT telah mewajibkan atas mereka  zakat, yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka, untuk kemudian dikembalikan kepada orang-orang fakir di antara mereka (HR Ibnu Majah dan Abu Daud).Senada dengan definisi tersebut,  dalam rumusan fiqh, zakat diartikan sebagai sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu.  Kewajiban zakat tidak mengikuti keperluan negara serta kemashlahatan umat. (Al Amwaal  fii Daulah Al-Khilafah , Abdul Qodim Zallum)

Para ulama telah mengklasifikasikan zakat sebagai bagian dari ibadah mahdhah (murni), karenanya zakat mempunyai ketentuan khusus baik menyangkut wajib zakat (muzakki), yang berhak menerima (mustahiq), pemungut (‘âmil), harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, waktu pelaksanaannya, hingga kadar dan ukurannya. Hukum terkait dengan zakat sebagaimana ibadah lainnya bersifat tawqîfiyyah (otoritas penuh) yang menjadi hak Allah,Karena itu, aturan mainnya harus datang dari Allah, Zat Yang Maha Pencipta, bukan dari yang lain. Benar bahwasanya zakat adalah suatu kewajiban yang dilaksanakan di bawah pengawasan pemerintah, hanya saja harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Allah dan RasulNya.

Pertama, zakat merupakan perintah yang diwajibkan kepada kaum muslimin yang mampu (Q.S. At-Taubah [9]: 103) dan hadits Rasulullah  : “Beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah SWT telah mewajibkan atas mereka  zakat, yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka, untuk kemudian dikembalikan kepada orang-orang fakir di antara mereka (HR Ibnu Majah dan Abu Daud).  Dari nash-nash tersebut jelas bahwa zakat hanya diambil dari orang-orang kaya saja sebagai kelebihan dari pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. 

Kedua, pada zakat terdapat nishab sebagai sebab pengeluarannya.  Berkaitan dengan zakat mata uang, Islam telah menetapkan uang kertas juga wajib dizakati, meski sistem mata uangnya tidak berstandar emas dan perak. Sebab fungsinya sama dengan dinar dan dirham yakni sebagai alat tukar serta pengukur nilai barang dan jasa. Ketentuan zakat uang sama dengan ketentuan zakat emas dan perak (Abdul QadimZallum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilalah). Nishab emas adalah 20 dinar atau setara dengan 85 gr, sedangkan nishab perak200 dirham = 595 gr perak.“Setiap 200 dirham, zakatnya  5 dirham “ (HR Abu Daud).  “Setiap 20 dinar, zakatnya setengan dinar dan setiap 40 dinar 1 dinar”  (HR. Abu Daud)

Ketiga, barang yang akan dikeluarkan zakatnya telah dimiliki selama 1 tahun (1 haul), termasuk di dalamnya adalah zakat maal, emas dan perak, binatang ternak dan zakat perdagangan.   Dalilnya, hadits dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah SAW bersabda, “Jika Anda memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu waktu satu tahun, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak lima dirham. Anda tidak mempunyai kewajiban apa-apa sehingga Anda memiliki dua puluh dinar dan telah berlalu waktu satu tahun, dan Anda harus berzakat sebesar setengah dinar. Jika lebih, maka dihitung berdasarkan kelebihannya dan tidak ada zakat pada harta sehingga berlalu waktu satu tahun” (HR. Abu Dawud). Perhitungan haul didasarkanpadasistemkalender Islam (qamariyah), bukankalendermasehi(syamsiyah).(Syekh ‘Atha Abu Rasytah, Jawab Su`al : Zakah ‘Uruudh Al Tijarah, tanggal 11 Syawal 1435/7 Agustus 2014). 

Keempat, tentang pendistribusiannya, zakat memiliki aturan yang jelas tentang siapa yang berhak menerimanya sebagaimana telah dirincikan Al-Qur’an ke dalam delapan ashnaf penerima zakat (Q.S. At-Taubah [9]: 60). Mereka itu adalah : orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, mualaf, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang (gharimiin), fiisabilillah, orang-orang yang sedang dalam perjalanan.  Zakat adalah hak bagi 8 ashnaf ini, yang wajib dimasukkan ke dalam baitul maal, baik ada keperluan ataupun tidak.Hal itu karena Allah telah membatasinya dengan lafadz innamâ, artinya hanya untuk delapan golongan itu saja.Jadi selain mereka tidak boleh menerima zakat.

Jika kita perhatikan dengan seksama, maka zakat maal wajib ditunaikan oleh kaum muslimin jika sudah memenuhi nishabnya dan barang yang akan dizakati sudah dimiliki  selama satu tahun.  Jika belum memenuhi syarat ini, maka belum jatuh kewajiban pada saat itu, karena sebab wajibnya zakat belum ada atau belum terpenuhi.  Disamping itu Islam telah menjelaskan adanya 8 ashnaf yang berhak untuk menerima zakat (mustahiq). Demikian halnya dengan zakat fitrah telah jelas ketentuannya, yaitu wajib ditunaikan oleh setiap kepala di bulan Ramadhan.  Lalu bagaimana dengan menyegerakan zakat ?

Masalah menyegerakan zakat disebut oleh para fuqaha` dengan istilah ta’jiil az zakaat, yaitu mengeluarkan zakat sebelum waktu wajibnya, yaitu sebelum berlalunya haul (satu tahun qamariyah) sejak tanggal ketika harta mencapai nishabnya. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 12/225&  23/294; Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 815; Rawwas Qal’ah Jie,Mu’jam Lughah Al Fuqaha`, hlm. 102).

Secara umum, harus dipahami oleh kaum muslimin bahwa penuanaian zakat  harus memenuhi dua hal, yaitu nishab dan haul. Hanya saja perlu diketahui bahwa nishab dan haul tersebut mempunyai kedudukan yang berbeda. Nishab merupakan sebab dikeluarkannya zakat, sedangkan haul adalah syarat yang melekat pada sebab tersebut (nishab). Jadi haul itu bukan sebab dikeluarkannya zakat, melainkan syarat untuk nishab (yang merupakan sebabzakat). (‘Atha Abu Rasytah, Jawab Su`al : Zakah ‘Uruudh Al Tijarah, tanggal 11 Syawal 1435/7 Agustus 2014).Maka dari itulah, zakat perdagangan boleh hukumnya dikeluarkan sebelum waktu wajibnya (sebelum haul), tidak disyaratkan berlalu haul lebih dulu, asalkan nilai barang dagangannya sudah mencapai nishab dan diduga kuat tidak berkurang dari nishab ketika jatuh waktu penunaiannya. Inilah pendapat jumhur ulama, yaitu pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad, juga pendapat Imam Abu Ubaid dan Imam Ishaq bin Rahawaih. Inilah yang lebih rajih (kuat) dalam masalah ini, berbeda dengan pendapat sebagian ulama yang melarangnya, seperti Imam Sufyan Tsauri. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 23/243; Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 816).

Lalu bagaimana dengan situasi sekarang ?  Tentu saja perlu didetili, bahwa boleh saja seorang pedagang menyegerakan penunaian zakatnya ketika menjelang jatuh haulnya, setelah dipastikan jumlahnya harus telah mencapai nishab dan ada dugaan kuat bahwa ketika jatuh tempo berzakat, hartanya tidak berkurang, tetap terpenuhi nishabnya dan ia ridha untuk menunaikannya. Karena jika berkurang hartanya sehingga kurang dari nishabnya, maka tidak terpenuhi sebab ditunaikan zakat, karenanya ia tidak wajib menunaikan zakat pada saat itu.  Maka negara pun tidak berhak untuk mengharuskan seseorang tadi membayar zakatnya karena belum mencukupi nishabnya. Jika pemerintah memerintahkan atau bahkan memaksa, maka berarti pemerintah telah bertindak zhalim kepada rakyatnya.

Terlebih lagi jika dikaitkan dengan zakat fitrah, maka tentang zakat fitrah ini sudah ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi. Yaitu ketika sudah memasuki bulan Ramadhan dan sebaiknya atau lebih afdhol jika diserahkan kepada yang berhak setelah takbiran hingga sebelum sholat ied. Jika ditunaikan sebelum bulan Ramadhan, maka bukan zakat fitrah namanya.  Jadi tidak tepat jika dikatakan bahwa zakat fitrah disegerakan karena alasan banyak yang membutuhkan kerena wabah corona, padahal belum masuk bulan Ramadhan. Justru sangat berbahaya, mengapa? Karena jika ditunaikan sebelum Ramadhan, sedangkan muzakki menganggap bahwa dirinya sudah  menunaikan, padahal tidak pada waktu yang disyaratkan yaitu sepanjang bulan Ramadhan, maka tidak dinggap zakat fitrah. Padahal zakat fitrah itu wajib ditunaikan oleh setiap muslim, anak-anak atau dewasa, laki-laki atau perempuan. Sesungguhnya, jika umat Islam ingin menolong kaum muslimin yang terkena imbas corona, maka bisa saja ditunaikan saat ini dengan bersedekah yang hukumnya sunnah. Kemudian nanti ketika Ramadhan menunaikan zakat fitrah.

Khatimah

Demikianlah pembahasan tentang zakat, telah dengan sangat detil dijelaskan oleh Islam, semua ketentuannya harus dipatuhi, tidak boleh sekendak manusia dengan alasan apapun, termasuk dengan alasan karena kebutuhan mendesak atau untuk kemashlahatan kaum muslimin. Jangan sampai pemerintah/penguasa bertindak zholim kepada rakyat dengan alasan untuk kepentingan rakyat, padahal sesungguhnya hal ini merupakan tanggung jawab negara. Semuanya telah diatur oleh Al-Khaliq yang Maha Pengatur.   Karenanya praktek zakat akan bisa diwujudkan dengan baik dan sempurna, jika aturan Islam diterapkan secara kaaffah di muka bumi ini.  Oleh karena itu upaya yang kita lakukan tidak cukup hanya menunaikan zakat dengan benar saja, tetapi berupaya dengan keras dan berjuang sungguh-sungguh agar sistem Islam bisa ditegakkan secara sempurna di muka bumi ini.  Karenanya penyadaran dan pencerdasan umat terhadap aturan Islam serta perjuangan untuk tegaknya kembali syariat Islam di muka bumi ini, menjadi agenda utama kita hari ini.  Wallahua’lam bish shawwab.