Tafsir QS. Al-Baqarah ; 183
Ustadzah Rohmah Rodhiyah
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ١٨٣
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa. (QS. Al-baqarah ayat 183)
Suaramubalighah.com, Tafsir – Panen pahala di bulan suci Ramadhan, sebulan penuh puasa di bulan Ramadan, menahan haus-dahaga di siang hari dan menahan hal-hal yang membatalkan puasa. Kaum muslimin melaksanakan kewajiban sebaik-baiknya. Disamping itu memperbanyak amalan sunnah: i’tikaf (untuk zona aman corona), shadaqoh, tadarrus, berdzikir, shalat tarawih dan berdo’a. Ramadhan tahun ini seharusnya kita lakukan lebih khusyu’, taqarrub kepada Allah bertaubat atas segala dosa yang kita lakukan, introspeksi diri, berikhtiar, bersabar dan berdoa agar Allah mengangkat wabah corona. Selanjutnya segera menerapkan hukum Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.
Perintah shaum Ramadhan agar kalian bertaqwa dalam QS. Albaqarah ayat 183 ini berkaitan dengan perintah bertaqwa dalam QS. Ali Imran 102:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ ١٠٢
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
Imam Zamaksari menafsirkan حَقَّ تُقَاتِهِ , yaitu benar-benar melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangannya.(Imam Zamaksari, Tafsir Alkassaf, Juz I, hlm 306). Dan Ibnu Katsir menafsirkan hendaklah ta’at dan janganlah bermaksiat. Sedangkan Imam Jalalain menafsirkan: Hendaklah ta’at, maka janganlah bermaksiat; hendaklah bersyukur, maka janganlah kufur; hendaklah ingat (kepada Allah), maka janganlah lupa. (Tafsir Jalalain, Juz I, hlm, 394)
Seluruh mufassir sepakat menafsirkan” يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ” – Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa. adalah dalil yang mewajibkan kaum muslimin berpuasa Ramadhan. Imam Ali Ash Shabuni dalam Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir menjelaskan bahwa Allah menyeru orang-orang yang beriman untuk melaksanakan kewajiban puasa, yaitu menahan makan, minum, nafsu syahwat serta hal-hal yang membatalkan puasa dengan ikhlash karena Allah dari terbit fajar sampai terbenam matahari (mahgrib).
Pelaksanaan shaum Ramadhan dengan iman, ikhlash dan berharap ridlo Allah. Tentu saja dengan harapan memperoleh hikmah puasa, adalah bertaqwa, yaitu melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya dalam seluruh aktivitas baik saat beribadah, berekonomi, bergaul, berbudaya, berpolitik, berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat dan bernegara. Dengan puasa ramadhan pribadi-pribadi kita ditempah dan dilatih untuk meninggalkan yang mubah seperti makan minum, apalagi yang haram. Karenanya pasca puasa Ramadhan akan menghasilkan pribadi-pribadi yang kuat untuk mengekang nafsu syahwat/meninggalkan maksiat. Sebagaimana Imam Al Qaththan dalam Tafsir Alqaththan menafsirkan “ۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ”- agar kalian bertakwa. Artinyaagar kalian bertaqwa dengan meninggalkan syahwat yang mubah. Karenanya dengan puasa dilatih melakukan keutamaan dan keinginan yang kuat untuk mengekang nafsu dan meninggalkan syahwat yang diharamkan karena takut kepada Allah baik dalam keadaan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.
Puasa yang mampu menghasilkan taqwa adalah puasa yang mampu meninggalkan maksiat dalam aktifitas apapun. Syekh Taqiyuddin dalam kitab Syakhshiyah Islamiyah II menjelaskan bahwa tidak adanya institusi/daulah yang menerapkan hukum Islam secara menyeluruh/kaffah adalah Kemaksiatan Terbesar, karena institusi/Daulah adalah payung pelaksanan Islam kaffah. Daulah sebagai junnah/ perisai dari api neraka. Artinya dengan ketetapan-ketetapan hukum, aturan, kebijakan yang dikeluarkan oleh Daulah, akan mampu untuk membentengi masyarakat dari maksiat. Misalnya Daulah mengharamkan riba baik dalam menjalankan aktifitas ekonomi dalam negeri, maupun aktifitas ekonomi luar negeri. Maksiat berupa tidak diterapkan hukum Islam secara kaffah ini seharusnya disadari sebagai kemaksiatan terbesar dan harus bertaubat, karena syarat dikatakan sebagai orang-orang yang bertaqwa adalah oang-orang yang takut berbuat maksiat. Karena hanya dengan cara ini menjadikan orang-orang yang berpuasa Ramadhan mampu mencapai derajat taqwa. Imam Asy Syaukani dalam Fathul Qodir dan Imam Tsa’labi dalam Tafsir Tsa’labi menafsirkan senada “ۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ”- agar kalian bertakwa. Yaitu ibadah puasa menyebabkan takut berbuat maksiat, karena sesungguhnya mengekang syahwat dan melemahkan seruan-seruan bermaksiat, sebagaimana terdapat dalam suatu hadis shahih:
قَالَ رَبُّنَا عَزَّ وَجَلَّ : الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ، وَهُوَ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Rabb kita ‘azza wa jalla berfirman, Puasa adalah perisai, yang dengannya seorang hamba membentengi diri dari api neraka, dan puasa itu untuk-Ku, Aku-lah yang akan membalasnya” (H.R. Ahmad).
Dengan demikian agar berpuasa mampu mencapai target taqwa, maka harus melakukan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, menjadikan puasa mampu mengekang hawa nafsunya, yaitu keinginan-keingin berbuat maksiat. Maksiat itu meliputi meninggalkan perintah Allah dan melaksanakan larangan-Nya. Maksiat juga diartikan menjalankan aktifitas kehidupan baik urusan kehidupan dunia atau urusan kehidupan akhirat tidak sesuai dengan ajaran Islam.Kedua, puasa mampu menjadikan seorang muslim sebagai pribadi-pribadi yang berakhlak mulia, dan meninggalkan akhlak yang buruk. Termasuk dalam hal ini adalah bagaimana harus bersabar dalam menghadapi musibah pandemi virus Corona. Hal ini meliputi: a) ikhtiar semaksimal mungkin agar tidak tertular virus corona dengan cara menjaga imunitas tubuh, tidak keluar rumah, jika terpaksa keluar memakai masker, mencuci tangan, dll. Jika sudah tertular, maka berusaha semaksimal mungkin pengobatan dan tidak menularkan kepada orang lain. b) Memperbanyak amal ibadah: shadaqah, tadarus, shalat taraweh di rumah, kajian-kajian Islam online, dan i’tikaf (bagi zone aman corona dan diperbolehkan melakukan ibadah di masjid). c) Bersabar jika penghasilan berkurang, bahkan kehilangan pekerjaan serta bersegera ikhtiar mencari sumber penghasilan lain. Ketiga, menjadikan puasanya itu mensucikan jiwa, membersihkan jiwa, membersihkan dari kesalahan-kesalahan/ maksiat- maksiat baik dalam beribadah, berekonomi, bergaul, berbudaya, berpolitik, berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat dan bernegara. Keempat, keluarkan zakat dan perbanyak shadaqoh. Perhatikan famili, kerabat, tetangga dan saudara kita sesama muslim yang lain yang sekarang dalam kondisi fakir miskin dan perlu bantuan, Kelima, menjadikan puasa seorang muslim itu mampu mensucikan jiwa, membersihkan jiwa,dan membersihkan dari kesalahan-kesalahan/ maksiat- maksiat baik dalam beribadah, berekonomi, bergaul, berbudaya, berpolitik, berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat dan bernegara Keenam, puasa mampu menjadikannya terdepan dalam kebaikan, agar mampu menjadi suri tauladan dan menjadi pribadi-pribadi terdepan dalam kebaikan, dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Yaitu dalam ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah. Imam Jalaludin dalam Tafsir Jalalain juga menegaskan “ۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ”- agar kalian bertakwa. maksudnya adalah agar kaliantakut berbuat maksiat, maka sesungguhnya dia mengekang hawa nafsu yang menjadi sumber-penyebabnya. Imam Ali Asshabuni dalam Mukhtashar Ibn Katsir menjelaskan “ۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ”- agar kalian bertakwa. Artinya dengan berpuasa akan mensucikan jiwa, membersihkan jiwa dan membersihkan dari kesalahan-kesalahan…., akhlak yang buruk, agar mampu menjadi suri tauladan dan menjadi pribadi-pribadi terdepan dalam kebaikan dan “ فاستبقوا الخيرات،”berlomba-lomba dalam kebaikan. Ketujuh, puasa harus menjadikan pribadi-pribadi ahli taubat. Kaum muslimin harus segera introspeksi, mengapa musibah corona menimpah kita. Musibah ini merupakan peingatan dari Allah agar kita segera kemabali kepada-Nya. Bertaubat dengan meninggalkan maksiat, meninggalkan hukum buatan manusia, meninggalkan kapitalisme, materialisme, liberalisme, dan isme-isme yang lain secara total. Sebagai gantinya harus bersegera menerapkan Syari’ah Islam secara kaffah. Bertaubat mengharuskan kita meninggalkan perpecahan dan memperjuangkan persatuan kaum muslimin, memperjuangkan Alqur’an menjadi pedoman hidup, memperjuangkan tegaknya Islam secara kaffah, yang dalam ajaran Islam disebut Khilafah Islamiyah.