Oleh : Nur Fitriyah Asri (Pengurus BKMT Kabupaten Jember)
Suaramubalighah.com,OPINI-Keluhan masyarakat soal tagihan listrik yang membengkak kembali merebak. Masyarakat mempersoalkan kenaikan tagihan listrik hingga kelipatan dua, bahkan empat kali lipat. Wajar jika masyarakat kaget tersengat dibuatnya. Ada dugaan kenaikan listrik secara diam-diam atau subsidi silang yang diterapkan untuk pengguna daya 450 Volt Ampere (VA) dan 900 VA.
Karena listrik termasuk kebutuhan pokok. Maka wajar, jika banyak masyarakat yang dibuat marah.Tidak hanya ekonomi kelas atas, tapi juga ekonomi kelas bawah ikut merasakan dampaknya. Karena hal ini sangat berpengaruh terhadap hajat hidup manusia. Betapa tidak, hidup di masa pandemi yang mana PSBB diterapkan, membuat semua aktivitas menjadi terbatas atau malah tidak bisa beraktivitas. Akibatnya pendapatan menurun drastis, bahkan ada yang tidak berpenghasilan sama sekali. Sedangkan di sisi lain kebutuhan perut menuntut untuk dipenuhi. Keadaan yang demikian ini, sungguh menyebabkan masyarakat terbebani, hidup merasa sulit. Sebab antara pemasukan dan pengeluaran tidak seimbang, bahkan tekor atau bangkrut. Apalagi ditambah beban tagihan listrik yang selangit, membuat rakyat semakin menjerit.
PT PLN (Persero) Direktur Niaga dan Managemen Pelanggan PLN, Bob Syahril angkat suara mengelak, bahwa PLN tidak pernah menaikkan tarif listrik karena bukan kewenangan BUMN.
Kemana rakyat harus mengadu?. Negara yang dinilai abai selama pandemi akankah bisa memberikan solusi? Ibarat anak ayam kehilangan induk, mencari hidup sendiri. Itulah yang dirasakan rakyat.
Bukankah sejak dinyatakan pandemi virus Corona atau Covid’19, pemerintah kelihatan gagap dan berubah-ubah kebijakan sehingga membingungkan rakyat. Pemerintah berusaha lepas dari tanggung jawab, dengan mengkhianati konstitusi (hukum dasar tertulis) yang dibuatnya sendiri. Seharusnya pemerintah melaksanakan UU Nomor 6 Tahun 2018, tentang karantina kesehatan. Di antaranya Pasal 55
“Disebutkan bahwa pemerintah pusat bertanggung jawab akan kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina, dimana proses karantina wilayah berlangsung.”
UU yang telah dibuat tidak dijalankan, hanya sebagian kecil saja rakyat yang mendapatkan santunan atau bantuan. Ironis, sampai ada yang meninggal dunia karena tidak makan beberapa hari. Belum lagi yang kelaparan tidak bisa dihitung dengan jari. Parahnya lagi, sudah kondisinya rakyat seperti ini, masih dibebani tagihan biaya listrik yang tinggi. Siapa pun yang merasakan akan menjerit. Benar-benar pemerintah sudah hilang rasa nalurinya. Sungguh zalim.
Semua itu disebabkan negara berasaskan sekularisme yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama tidak boleh mengatur negara, hanya mengatur ibadah mahdah saja. Wajar jika terjadi kerusakan di semua lini kehidupan. Karena dalam mengatur masyarakat semaunya (liberalisme) hanya berdasarkan asas manfaat, bukan berdasarkan haram dan halal, serta fatalnya merasa tidak diawasi Allah.
Bagi mereka sah-sah saja. Justru, masalah listrik termasuk aset negara yang bisa dikomersialkan mendapatkan keuntungan, mendatangkan pundi-pundi rupiah. Itulah salah satu paham kapitalisme yang dipikirkan hanya uang dan uang. Oleh sebab itu, wajar jika tidak mau memperhatikan dan memedulikan kesulitan rakyatnya.
Hal tersebut berbeda dengan Islam. Islam dibangun oleh asas akidah Islam, yang melahirkan seperangkat aturan. Dimana aturan tersebut berasal dari Allah, untuk mengatur semua lini kehidupan. Termasuk aturan tentang kelistrikan.
Di dalam Islam kelistrikan merupakan kepemilikan umum termasuk sumber daya alam yang tidak boleh dimiliki secara pribadi. Sebagaimana dalam sebuah hadis. Rasulullah saw. bersabda:
الناس شركاء في ثلاثة الماء والكلا والنار
“Manusia berserikat dalam tiga perkara yakni padang rumput, air, dan api.” (HR. Ahmad)
Listrik dihasilkan dari barang tambang yang syara’ telah menetapkan menjadi milik umum karena itu listrik adalah kepemilikan umum yang wajib dikelola negara untuk kesejahteraan rakyatnya. Oleh sebab itu haram hukumnya menyerahkan pengurusan listrik kepada swasta dan asing. Apalagi mengomersialkan listrik. Negara wajib menyediakan listrik dengan harga murah bahkan gratis untuk semua rakyatnya baik muslim maupun non muslim.
Syariat Islam menetapkan negara sebagai pelayan rakyat (Raa’in) wajib memberikan pelayanan terbaik kepada rakyatnya, negara tidak boleh menzalimi rakyatnya dengan membebani berbagai biaya atas pelayanan yang diberikan seperti kesehatan, pendidikan, transportasi umum, termasuk kebutuhan terhadap listrik. Negara sangat mampu memenuhi semua kebutuhan rakyat dengan harga murah bahkan gratis apabila sumber daya alam yang dimiliki dikelola secara mandiri berdasarkan syariat Islam.
Rasulullah Shalaallhu ‘Alaihi Wassalam telah bersabda,
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Realitas yang tidak bisa dipungkiri bahwa negeri-negeri muslim memiliki kekayaan alam yang melimpah, minyak, gas, batu bara, emas, perak, tembaga, uranium, dan barang tambang lainnya. Jika semua ini dikelola dengan benar sesuai syariat Islam, tidak diserahkan kepada para kapitalis baik swasta maupun asing maka pasti kesejahteraan akan menyelimuti semua umat Islam dan dunia secara keseluruhan sebagaimana telah digambarkan oleh Allah Subhanallahu Wa Ta’ala dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 96 berikut,
وَلَوْ
أَنَّ
أَهْلَ
الْقُرَى
آمَنُواْ
وَاتَّقَواْ
لَفَتَحْنَا
عَلَيْهِم
بَرَكَاتٍ
مِّنَ
السَّمَاءِ
وَالأَرْضِ
وَلَـكِن
كَذَّبُواْ
فَأَخَذْنَاهُم
بِمَا
كَانُواْ
يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
Namun sebaliknya, apabila penduduk negeri ingkar dan mencampakkan syariat Islam Kaffah maka yang terjadi adalah kemiskinan dan penderitaan yang ditimbulkan oleh negara yang berpihak kepada kaum berduit, kapitalis liberal. Keberadaan negara tidak menjadi pelayan rakyat namun sebaliknya justru menyusahkan dan membuat rakyat menderita karena kebijakannya. Inilah akibat negara tidak berpijak kepada tatanan syariat Islam Kaffah yang telah diturunkan oleh Allah Subhanaallahu Wa ta’ala Dzat Maha Tahu sistem kehidupan yang paling cocok untuk umat manusia. Tatanan kehidupan yang berpijak pada syariat Islam Kaffah itu bernama Khilafah Islamiyah. Waallahu A’lam.