Oleh : Najmah Saiidah
Suaramubalighah.com, Ta’bir Afkar-Mahram merupakan masalah yang penting dalam Islam karena ia memiliki beberapa pengaruh dalam tingkah laku dan hukum-hukum. Selain itu juga, mahram merupakan ketentuan Allah SWT dan kesempurnaan Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Untuk itu, seharusnya kita mengetahui siapa-siapa saja yang termasuk mahram dan hal-hal yang terkait dengan mahram.
Banyak sekali hukum tentang pergaulan perempuan muslimah yang berkaitan erat dengan masalah mahram. Nah, jika kita cermati fenomena hari ini sangat memilukan, disebabkan ketidakpahaman muslimah siapa saja yang menjadi mahramnya, sehingga berimplikasi (berdampak) pada hukum-hukum islam seperti hukum safar, khalwat (berdua-duaan), pernikahan, perwalian dan lain-lain.
Ironisnya, masih banyak kaum muslimin yang belum memahaminya. Sehingga mereka menganggap permasalahan ini adalah permasalahan yang biasa, padahal jika hal ini dibiarkan begitu saja akan menambah terjadinya kemaksiatan dan kerusakan umat.
Apa yang dimaksud dengan mahram ?
Secara bahasa, mahram berasal dari kata harama, dalam kamus Al-Munawwir, kata مَحْرَمٌ berasal dari kata حَرَمَ – يَحْرُمُ – حَرَمًا وَمَحْرَامًا yang berarti mencegah. Sedangkan kata مَحْرَمٌ sendiri berarti yang haram atau terlarang.
Sedangkan secara istilah, mahram bermakna semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan dan pernikahan (Imam Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni). Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari, dan Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mahram adalah “setiap laki-laki yang haram menikahinya; selamanya, disebabkan oleh faktor yang mubah, lantaran kemuliaannya”. Syekh Atha’ bin Abu Rusytah, mengemukakan bahwa mahrom adalah laki-laki yang termasuk kelompok muhaarim perempuan (orang yang haram dinikahi perempuan).
Siapa Saja Yang Terkategori Mahram Bagi Perempuan ?
Tentang siapa saja mahram, Allah jelaskan dalam QS Surat An-Nisa’ Ayat 23
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Berdasarkan ayat ini, mahram terbagi menjadi 3 kelompok,
1. Mahram Karena Nasab (Keluarga/keturunan)
Mahrom dari nasab adalah yang disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam surat An-Nur ayat 31, yaitu bapak/ayah (termasuk dalam kategori bapak adalah kakek, baik kakek dari bapak maupun dari ibu. Juga bapak-bapak mereka ke atas), Anak Laki-Laki (termasuk dalam kategori anak laki-laki adalah cucu, baik cucu dari anak laki-laki maupun anak perempuan dan keturunan mereka), saudara laki-laki, baik saudara laki-laki kandung maupun saudara sebapak ataupun seibu saja, anak laki-laki saudara (keponakan), baik keponakan dari saudara laki-laki maupun perempuan dan anak keturunan mereka, dan Paman, baik paman dari bapak ataupun paman dari ibu.
Berkata Syaikh Abdul Karim Zaidan: “Tidak disebutkan paman termasuk mahrom dalam ayat ini, An-Nur/24: 31 dikarenakan kedudukan paman sama seperti kedudukan kedua orang tua, bahkan kadang-kadang paman juga disebut sebagai bapak. Dan jumhur ulama memasukkan paman sebagai mahram.
2. Mahram Karena Persusuan
Dalil Tentang Hubungan Mahram Dari Hubungan Persusuan, firman Allah SWT tentang perempuan-perempuan yang haram dinikahi: “…Juga ibu-ibu yang menyusui kalian serta saudara saudara kalian dari persusuan..”[An-Nisa’: 23]. Dari Abdullah Ibnu Abbas Rasulullah bersabda : “Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari nasab“.
Berdasarkan ayat dan hadits tersebut, maka mahrom perempuan sebab persusuan seperti mahram dari nasab yaitu bapak persusuan,termasuk mahrom juga kakek persusuan yaitu bapak dari bapak atau ibu persusuan, juga bapak-bapak mereka keatas, anak laki-laki dari ibu susu (termasuk cucu dari anak susu baik laki-laki dan perempuan terus ke bawah), saudara laki-laki sepersusuan, baik dia saudara susu kandung, sebapak maupun cuma seibu, keponakan persusuan (anak saudara persusuan), Paman persusuan (saudara laki-laki bapak atau ibu susu).
3. Mahram Karena Pernikahan
“…Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka,atau ayah mereka,atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka …” [An-Nur : 31].Firman Allah SWT : “Dan janganlah kamu kawini perempuan yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu tiri)…” [An Nisa’ : 22]. Berkata Imam Qurthubi : “Makna ( بُعُولَتِهِنَّ bu’uulatihinna) adalah suami dan tuan bagi budak perempuan.Dari ayat-ayat ini dapat dipahami, bahwa yang termasuk mahram karena pernikahan adalah suami, bapak Mertua yang mencakup bapak suami atau bapak dari ayah dan ibu suami juga bapak-bapak mereka keatas, anak tiri (anak suami dari istri lain) dan seterusnya, yaitu cucu tiri baik cucu dari anak tiri laki-laki maupun perempuan, bapak Tiri, Menantu Laki-Laki (Suami putri kandung).
Beberapa Ketentuan Berkaitan dengan Mahram
1. Tidak boleh menikah
Dalilnya adalah QS An-Nisa : 22 – 23.
2. Boleh Menjadi Wali Pernikahan
Wali adalah syarat sah sebuah pernikahan, sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja perempuan yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil, maka nikahnya batil, nikahnya batil” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad)
3. Larangan Khalwat
Di dalam Kitab An-Nizhamul Ijtima’iy karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, khalwat adalah bersepi-sepi, yaitu berkumpulnya seorang laki-laki dan seorang perempuan di suatu tempat yang tidak memungkinkan orang lain untuk bergabung , kecuali dengan izin keduanya.
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِإِمْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ
Seorang laki-laki tidak boleh berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali perempuan itu disertai mahram-nya (HR Muslim).
4. Larangan safar (melakukan perjalanan) lebih dari sehari semalam tanpa mahrom
Dan dari Ibnu Abbas ra bahwa dia mendengar Rasulullah SAW berpidato, Beliau bersabda:
«لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِاِمْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٍ وَلاَ تُسَافِرُ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ» فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ: إِنَّ اِمْرَأَتِيْ خَرَجَتْ حَاجَّةً، وَإِنِّيْ اِكْتَتَبْتُ فِيْ غَزْوَةٍ كَذَا وَكَذَا، قَالَ: «اِنْطَلِقْ فَحُجَّ مَعَ اِمْرَأَتِكَ». أخرجه مسلم
“Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya. Dan janganlah seorang wanita melakukan safar kecuali bersama mahramnya”. Maka seorang laki-laki berdiri dan berkata: “ya Rasulullah, isteriku keluar untuk menunaikan haji dan aku telah mendaftar untuk ikut dalam perang ini dan ini”. Beliau bersaba: “pergilah, berhajilah bersama isterimu”. (HR Muslim).
Dari Sa’id bin Abiy Sa’id dari bapaknya dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:
«لَا تُسَافِرُ امْرَأَةٌ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ»
“Janganlah seorang wanita melakukan safar dengan perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya” (HR Tirmidzi)
5. Tidak boleh menampakan perhiasan kecuali kepada mahramnya.
Dalilnyaadalahfirman Allah SWT:
﴿ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ﴾
Dan janganlah merekamenampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.(TQS an-Nur [24]: 31)
Syekh Atha’ bin Abi Rusytah menyatakah, merekasemuanyabolehmemandangdariperempuan mahramnya beruparambut, lehernya, tempatkalung, giwang, gelangdan organ lainnya yang bisadisebuttempatperhiasannya, yaitu kepala yang merupakantempatmahkota, wajahtempatcelak, leherdan dada tempatkalung, telingatempatgiwangdan anting, lenganatastempatgelang, lenganbawahtempatgelangtangan, telapaktangantempatcincin, betistempatgelang kaki dan kaki tempat cat kuku.Sebab Allah berfirman :walâyubdînazînatahunna-danjanganlahmerekamenampakkanperhiasanmereka- yaitutempatperhiasanmereka.Di dalamayattersebutdisebutkan mahram-mahram, maka mahrambolehmemandangtempat-tempatperhiasan.Sedangkanselaintempat-tempatperhiasanperempuanmakatetapmerupakanauratwanita di hadapanmahramnya, kecuali suaminya.
Demikianlah Islam menjelaskan tentang siapa saja yang termasuk mahram perempuan beserta dengan hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengannya. Wallaahu a’lam bishshawwab.