KHAULAH BINTI TSA’LABAH, PENGADUANNYA DIDENGAR OLEH ALLAH TA’ALA

Oleh : Nabila Asy Syafi’i

Suaramubalighah.com, Muslimah Inspiratif-Islam sangat memuliakan perempuan. Sebagai manusia ciptaan Allah, maka laki -laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan Allah, yang membedakan adalah tingkat ketaqwaannya.

Sungguh Islam memberikan ruang yang sama bagi laki -laki dan perempuan untuk berbuat kebaikan di tengah-tengah masyarakat. Jika ada perbedaan hukum karena beda kodrat antara laki-laki dan perempuan, itu dalam rangka kebaikan agar saling tolong menolong dan saling melengkapi satu dengan yang lain. Bukan untuk bersaing, bermusuhan, atau merendahkan satu sama lain.

Ketika seorang perempuan mengeluh atau mengadu maka suaranya tersebut sangat diperhatikan dan didengar. Salah satu contoh keluhan seorang perempuan yang menembus langit tujuh adalah Kaulah binti Tsa’labah ketika suaminya mendziharnya.

KAULAH BINTI TSA’LABAH DI ZIHAR SUAMINYA

Namanya adalah Kaulah binti Tsa’labah bin Ashram bin Fihr bin Ghanam bin Auf. Fasih bicaranya. Indah bahasanya, lembut dan penuh kasih sayang. Aus ibnu Shamit adalah suaminya, lekas marah dan pencemburu.

Suatu hari, karena marah suaminya menzihar Kaulah binti Tsa’labah , dengan mengucakan ,” Wahai Kaulah, engkau sekarang seperti punggung ibuku.” Setelah mengucapkan hal itu Aus Ibnu Shamit membuka pintu dan pergi.

(zihar adalah seorang suami menyamakan tubuh istri dengan ibunya, Misalnya, suami berkata, “Engkau bagiku seperti punggung ibuku.” Zihar adalah tradisi arab jahiliah ketika mentalak istri. Dan dalam agama Islam zihar diharamkan).

Kaulah sedih dan gelisah mendengar ucapan suaminya tersebut, ia merenung berusaha memahami kalimat ” engkau sekarang seperti punggung ibuku ” , Kaulah hanya menemukan makna bahwa kalimat tersebut adalah bentuk talak, meskipun bentuk talak di masa jahiliah.

Kegalauan Kaulah binti Tsa’labah tak kunjung reda, karena ia dan suaminya sekarang muslim. Sedangkan Islam datang untuk menghilangkan kegelapan masa jahiliah. Apakah zihar ini merupakan talak? Mengingat suaminya telah dua kali menjatuhkan talak padanya. Akankah ia akan berpisah dengan suaminya untuk selamanya?

Tatkala berbagai perasaan bergelayut dalam benak Kaulah binti Tsa’labah, tiba -tiba suaminya masuk rumah, dan rasa marahnya sdh mereda. Aus Ibnu Shamit pun mendekati Kaulah bermaksud untuk memeluk dan mencumbunya. Namun Kaulah binti Tsa’labah menghindar dan mengatakan, ” jangan mendekatiku, karena sesungguhnya aku telah haram untukmu karena kata-katamu tadi.”

Mendengar perkataan Kaulah binti Tsa’labah, Aus Ibnu Shamit mengatakan, ” engkau masih istriku, yang kuucapkan tadi tidak bermaksud mentalakmu.”

Kaulah binti Tsa’labah menjawab, ” Rasulullah yang akan memutuskan perkara ini. Besok pagi aku akan menemui beliau. Oleh karenanya jangan mendekatiku.”

Kaulah binti Tsa’labah melewati malam dengan hati gelisah dan diadukannya ke hadapan Allah Ta’ala, begitu juga suaminya Aus Ibnu Shamit memiliki rasa yang sama.

KAULAH BINTI TSA’LABAH MENGHADAP RASULULLAH SAW

Pendar cahaya pagi mulai bersinar, menghalau gelapnya malam. Kaulah binti Tsa’labah berangkat menuju rumah Rasulullah, sementara hatinya masih diliputi kegelisahan dan kekhawatiran akan jatuhnya talak dari suaminya, teemasuk sahabat Nabi yang awal masuk Islam.

Saat Khaulah telah mengahadap Rasulullah SAW , ia menceritakan perlakukan suaminya dan menanyakan hukum zihar atas dirinya.

Rasulullah bersabda, “Aku tidak akan memerintahkan sesuatu dalam persoalanmu. Aku tidak mengetahui persoalanmu, kecuali bahwa engkau telah haram untuknya.”

Khaulah lalu menjelaskan kemungkinan apa yang akan menimpa diri dan anaknya jika harus berpisah dengan suaminya. Namun, jawaban Rasulullah SAW tetap sama.

Kaulah binti Tsa’labah pun berdoa, menghadapkan segala rasa dan kesedihannya kepada Allah SWT, ” Ya Allah, “sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu, sebab belum ada ayat yang Engkau turunkan berkaitan dengan masalah yang kuhadapi ini.”

Ketika Kaulah binti Tsa’labah akan meninggalkan rumah Rasulullah SAW, saat itu Rasulullah SAW mengalami sesuatu yang biasa dialaminya saat menerima wahyu.

Setelah itu, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Khaulah, Allah telah menurunkan wahyu mengenai dirimu dan suamimu.”

Lalu Rasulullah membacakan Surah Al-Mujadilah ayat 1-4 yang artinya:

“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

“Orang-orang yang menzihar istrinya di antara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) tidaklah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”

“Orang-orang yang menzihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

“Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.”

Setelah membacakan firman Allah itu, Rasulullah SAW bersabda, “Suruhlah suamimu membebaskan seorang budak.”

Khaulah menjawab, “Demi Allah, wahai Rasulullah, ia tidak mempunyai biaya untuk membebaskan budak.”

Rasulullah SAW bersabda, “Suruhlah ia berpuasa dua bulan berturut-turut.”

Khaulah berkata lagi, “Demi Allah, sesungguhnya dia seorang tua renta yang tidak berdaya.”

Rasulullah SAW bersabda, “Suruhlah dia memberi makan 60 orang miskin dengan kurma.”

“Wahai, Rasulullah, dia tidak mempunyai makanan sebanyak itu.” kata Khaulah lagi.

Rasulullah lalu bersabda, “Aku akan membantu dengan separuhnya.”

Khaulah menjawab lagi, “Aku bantu separuhnya lagi wahai Rasulullah.”

Rasulullah SAW berkata, “engkau benar dan baik. Maka, pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai hukuman baginya.”

Begitulah Kaulah binti Tsa’labah berani mengadukan persoalannya sehingga mendapat solusi yang tepat sesuai dengan hukum Islam.

KAULAH MENASEHATI AMIRUL MUKMININ UMAR BIN KHATAB

Semua ada ajalnya, ada temponya. Dan Aus bin Shamit suami Kaulah binti Tsa’labah di panggil kehadapan Allah SWT lebih dulu, kini Kaulah binti Tsa’labah mengisi hari -hari untuk beribadah kepada Allah SWT.

Di masa kekhilafahan Umar bin Khatab, suatu ketika Kaulah binti Tsa’labah bertemu dengan Amirul Mukminin Umar bin Khatab, dan Kaulah binti Tsa’labah menyampaikan nasehatnya, dengan penuh takzim Umar bin Khatab mendengarkan dan menyimaknya.

” Wahai Umar, sesungguhnya aku telah mengenal sejak kamu di panggil Umair di pasar Ukaz. Ketika kamu menggiring domba-dombamu dengan tongkat. Kemudian beranjak dewasa, kamu dipanggil Umar, dan sekarang dipanggil Amirul Mukminin. Wahai Umar takutlah kepada Allah SWT dari menyia-nyiakan rakyatmu dan ketahuilah bahwa sesungguhnya siapa yang takut dengan ancaman Allah maka yang jauh darinya menjadi dekat. Sebagaimana orang yang takut pada kematian akan mempersiapkan dirinya dengan baik.”

Pembantu yang menemani Umar, tiba-tiba berkata,” Wahai perempuan tua, sesungguhnya engkau telah membuat Amirul Mukminin pusing dengan kata-katamu itu.”

Umar langsung berkata, ” biarkanlah, tidakkah kau tahu siapa perempuan ini? Dia adalah Kaulah binti Tsa’labah, yang pengaduannya didengar oleh Allah, tentang dirinya dan suaminya Aus ibnu Shamit, diturunkan ayat Al Quran. Jika Allah saja mendengar kata-katanya, bagaimana mungkin Umar tidak mendengarnya. Demi Allah, sekiranya dia tetap melanjutkan perkataannya hingga malam hari, niscaya aku akan tidak akan meminta ijin kecuali untuk pergi sholat dan setelah itu akubakan kembali lagi untuk mendengar kata-katanya. “

Demikianlah kedudukan Kaulah binti Tsa’labahdihadapan Amirul Mukminin. Yang dihormati dan didengar nasehatnya.

KHATIMAH

Kisah hidup Khaulah binti Tsa’labah mengandung pelajaran yang bisa dipetik oleh generasi berikutnya. Antara lain :
1. Mmengajarkan untuk mengetahui kejelasan status hukum sebelum melakukan suatu aktivitas adalah hal wajib bagi setiap muslim. Bila belum tahu maka jangan segan untuk bertanya pada yang berilmu.

2. Kerukunan dan keutuhan hidup suami istri harus diupayakan oleh keduanya. Kemarahan hanya akan mengantarkan pada penyesalan. Oleh karena itu suami istri haruslah berusaha mengendalikan emosi.

4. Semua manusia dihadapan Allah sama, baik laki-laki maupun perempuan, yang membedakan adalah tingkat ketaqwaan.

3. Doanya yang tulus disertai dengan keimanan yang kokoh telah mampu menembus langit ketujuh dan langsung didengar Sang Pemilik Alam semesta.

Dan InSyaAllah masih banyak lagi ibrah yang yang bisa diambil dari kisah ini.

Wallahua’lam.