Reorientasi Dakwah Ulama Dalam Menghadapi Tantangan Zaman

  • Opini

Oleh : Wardah Abeedah

“Politik itu kotor, maka ulama jangan berpolitik.”

“Nggak perlu ngoyo soal ilmu dunia. Paling penting itu mempelajari ilmu agama, ilmu akhirat. Ibarat padi dan rumput di sawah. Jika kita menanam padi, rumput akan muncul, tumbuh tanpa ditanam. Tapi sebaliknya, jika kita menanam rumput, padi tak akan tumbuh.”

“Dalam hal covid ini, yang penting kita perbanyak burdah, jangan lupa perbanyak bismillahillailladzi laa yadhurru ma’asmihi syay’un fil ardhi dst. Qunut nazilah jangan ditinggal. Wes cukup buat perlindungan. Ndak usah takut covid.”

Suaramubalighah.com, Opini-Statemen-statemen diatas dan sejenisnya mungkin sangat akrab di telinga kita kalangan pesantren. Baik melalui wejangan para guru atau ulama panutan. Tanpa bermaksud mengurangi ihtiram terhadap ulama dan sesepuh, kita tentunya butuh meneliti kembali statemen sejenis ini.

Disisi lain hal seperti inilah yang tak jarang membuat para akademisi dan ilmuwan, ahli medis, aktivis kemanusiaan atau lingkungan, politisi dan lainnya memandang sinis agama. Pun kurang suka terhadap munculnya fenomena hijrah di kalangan kaum muslimin. Mereka memandang, agama mengurangi produktifitas manusia untuk lingkungan, untuk kemanusiaan, untuk memajukan negara, dan mensejahterakan rakyat. Apalagi tak sedikit yang setelah berhijrah malah meninggalkan bangku kuliah, atau dunia kerja. Lalu mencari kedamaian dengan fokus akhirat. Disisi lain, tak sedikit kalangan ulama dan pesantren yang mencukupkan diri membenahi urusan ibadah umat saja dan memberikan wejangan perbekalan akhirat semata.

Padahal urusan sampah plastik masih menjadi PR, pun global warming mengancam planet bumi. Sedangkan kemiskinan makin meninggi di seluruh dunia. Kekayaan alam di dunia hanya dimiliki segelintir kapitalis, dikeruk dari negeri berkembang dengan meninggalkan limbah semata. Keamanan juga makin langka, imigran makin banyak dan nyawa kaum muslimin terus malayang bersamaan tanahnya yang terjajah. Belum lagi, fitnah terhadap Islam dan ajarannya yang sempurna terus terjadi. Lalu dimana posisi Islam, ulama, pesantren, dan kaum muslimin di antara semua problem ini? Inilah yang menjadikan tak sedikit manusia di dunia memilih menjadi atheis.

Disisi lain, umat Islam mensolusi problemnya dengan ajaran dan hukum sekuler kapitalis. Mensolusi kemiskinan dengan ekonomi kapitalis yang ribawi, merujuk sistem pendidikan pada Barat yang sekuler lagi liberal, serta berpolitik dengan system buatan Machiaveli, dan filsuf Eropa lainnya yang tak mengenal Allah bahkan tak tau cara beristinja’. Ma’adzallah.

Islam Datang Mengurusi Dunia dan Akhirat

Dalam at taubah ayat 128 yang juga sering kita baca dalam Diba’ Maulidun Nabi, Allah berfirman,

لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

“Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keamanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”

Firman Allah Swt.:

{حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ}

“sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian.” (At-Taubah: 128)

Artinya, sangat menginginkan kalian beroleh hidayah dan menghantar­kan manfaat dunia dan akhirat buat kalian.

قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ المقرئ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ فِطْر، عَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ. تَرَكَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا طَائِرٌ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِي الْهَوَاءِ إِلَّا وَهُوَ يُذَكِّرُنَا مِنْهُ عِلْمًا -قَالَ: وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقرب مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلَّا وَقَدْ بُيِّنَ لكم”.

Imam Tabrani mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Qutn, dari Abut Tufail, dari Abu Zar yang mengatakan, “Rasulullah . meninggalkan kami tanpa ada seekor burung pun yang mengepakkan sayapnya di langit melainkan beliau menyebutkan kepada kami ilmu mengenainya.” Rasulullah Saw. telah bersabda: Tiada sesuatu pun yang tersisa dari apa yang mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka, melainkan semuanya telah dijelaskan kepada kalian

Jadi, Rasulullah ﷺ tidaklah diutus hanya untuk fokus memikirkan urusan akhirat hamba-hamba Allah. Tapi juga urusan dunia mereka. Itulah mengapa, wahyu berupa Alquran yang dibawanya menjadi petunjuk (هدىً), menjelaskan petunjuk (بينات من الهدى), penjelas segala sesuatu (تبيانا لكل شيء) . Alquran terdiri dari 30 juz, 114 surat, dan sekitar 6236 ayat. Tentunya kitab setebal itu tak hanya membahas masalah ibadah mahdah dan akhirat. Apalagi Alquran datang dalam penjelasan yang mujmal/global. Pun Rasulullah Saw diutus pula dengan membawa as-Sunnah yang merupakan af’al (perbuatan), aqwal (perkataan), dan taqrir (ketetapan yang disetujui) Rasulullah Saw. Semua perbuatan dan perkataan, serta taqrir yang didiamkannya sejak diutus menjadi nabi adalah as-Sunnah yang mampu menajdi sumber hukum.

Dari as-sunnah bisa kita ketahui selama hampir 23 tahun Rasulullah diutus, beliau tak hanya berfokus pada urusan ibadah mahdah dan urusan akhirat semata. Kenjeng Nabi kita mengatur ekonomi dengan mendirikan baitul maal, mengambil kharaj, jizyah, menungut zakat yang menjadi salah satu pemasukan negara. Beliau membuka lapangan pekerjaan, mendorong para lelaki bekerja, menjelaskan konsep kepemilikan dan pengelolaan tambang, hutan, dll hingga rakyatnya sejahtera. Beliau juga mengatur pergaulan laki-laki dan perempuan. Beliau mengangkat wali (gubernur), wazir, hingga menunjukkan bagaimana menegakkan keadilan dengan menjelaskan dan mencontohkan sistem peradilan Islam termasuk merajam pezina muhsan, dll. Beliau juga memimpin jihad mengusir Bani Qaynuqa’ untuk menyelamatkan kehormatan seorang muslimah dan membela darah mukmin yang tertumpah. Juga memperluas wilayah kekuasaannya dengan dakwah dan jihad. Sekaligus mengajarkan serta mencontohkan bagaimana menjaga lingkungan, melestarikan alam dengan menanam pohon, mengajarkan kebersihan dan kerapian, dll. Af’al beliau di Madinah, justru lebih banyak menjelaskan syariat kenegaraan dan sosial kemasyarakatan. Hal ini menunjukkan, Islam jauh berbeda dengan agama manapun yang ada. Karena Islam bukan sekedar agama spiritual. Tapi ia juga mengurusi aspek siyasah atau politik. Siyasah disini bermakan رعاية السؤون الامة. Pengurusan seluruh aspek kehidupan umat. Yang bersifat diiniy, dunyawi, dan ukhrawi.Meski tentu saja untuk hal terkait sains dan teknologi, Rasulullah membolehkan manusia untuk berinovasi, bahkan jika itu harus mengambil dari non muslim.

Ulama dan Pesantren, Harapan Umat untuk Kebangkitan Islam

Potensi besar yang ada pada ulama dan pesantren ada pada tsaqafah Islam yang dimilikinya. Tsaqafah ini jika didakwahkan niscaya mampu menyatukan kaum muslimin pada pemikiran dan perasaan Islam yang kuat. Persatuan dalam ukhuwah Islamiyah, dalam visi kebangkitan Islam akan menghantarkan pada gerakan kebangkitan umat. Jadi ketika hari ini, kalangan pesantren terlebih para ulama menutup mata dari berbagai problem dunia, problem ekonomi, sosial, hingga politik, maka ini sangat disayangkan. Apalagi, jika dikaji mendalam, problem utama umat saat ini ada pada politik. Yakni diterapkannya sistem politik kufur demokrasi kapitalis yang mencampakkan wahyu, menerapkan aturan buatan manusia yang bisa dibeli para kapitalis, dan mengabdi pada pemilik modal.

Mencukupkan diri mendakwahkan Islam dari aspek ibadah, ahlak, dan akhirat semata akan menjauhkan umat dari kebaikan Islam sebagai solusi dan sistem hidup terbaik. Apalagi jika ulama diam terhadap kemungkaran besar, yakni berdirinya ideologi kapitalisme di negeri muslim. Karena keberadaan ideology ini memiliki dua mudharat besar ; pertama, melarang penerapan syariah oleh negara yang dan menerapkan hukum buatan manusia yang penuh kepentingan. Kedua, mengkhianati umat, karena ideology ini memaksakan system hidup yang rusak serta merusak. Seperti ekonomi kapitalis yang menjajah secara ekonomi, ide liberalisme yang merusak akidah hingga ahlak umat, dll.

Lebih miris jika mencukupkan dakwah ibadah, ahlak dan akhirat ini dilakukan karena dorongan fikrah yang salah. Fikrah moderat yang sengaja disuntikkan Barat di benak kaum muslimin termasuk kalangan pesantren dan ulama. Yang mengkerdilkan Islam hanya pada kedamaian, keramahan, hingga menolak aspek siyasiy/politik dalam Islam. Ramah dan damai tanpa batas yang jelas. Membunuh aktivitas amar makruf nahi munkar serta muhasabah lil hukkam (muhasabah penguasa)yang telah berabad lamanya menjadi bi’ah dan ‘urf para ulama . Berdamai dan bergeming ketika sumber daya alam tak dikelola sesuai syariah, ketika hudud dalam wahyu tak diterapkan, ketika umat Islam dibantai. Sebaliknya atas nama mewujudkan Islam damai lalu menolak penerapan syariah secara sempurna, meminta ajaran jihad dihapus, dan mengambil ide pluralisme yang meyakini semua agama benar. Ma’adzallah.

Sudah waktunya kalangan ulama dan pesantren membawa tsaqafah turats yang dimilikinya untuk menjawab tantangan zaman, menawarkan solusi Islam politik untuk problem bangsa hingga dunia. Melawan kemungkaran dan menumbangkan ideology kufur yang merusak. Menyatukan umat, secara pemikiran dan perasaan Islam untuk kebangkitan ideologi Islam. Meski itu harus berhadapan dengan penjajah kuffar dan anteknya.

Allahu a’lam