RUU HIP ; Buah Busuk Liberalisme Wajib DiTolak

  • Opini

Oleh : Yuliyati Sambas, S.Pt

Suaramubalighah.com, Opini-Ujian pandemik belumlah usai. Tetiba jagat perpolitikan digegerkan oleh riuh pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasia (RUU HIP). Meski belakangan pemerintah memutuskan untuk menunda pembahasan RUU kontroversial tersebut, namun bukan hal mustahil kelanjutan bahasannya segera digelar kembali. Bahkan boleh jadi tiba-tiba ketuk palu sah menjadi Undang-Undang.

Terkait hal ini, pengamat Politik, Siti Zuhro mengatakan RUU HIP telah memunculkan perdebatan dan resistensi yang meluas. Penolakan keras dari berbagai kalangan pun tak bisa dihindarkan. (republika.co.id, 14/06/2020)

RUU yang diajukan oleh DPR ini dinilai telah berani memasuki area dasar dan falsafah negara. Pancasila hendak diubah menjadi Trisila bahkan Ekasila. Ini dipandang kental aroma sekularistik bahkan ateistik. Maka tak heran banyak pihak yang menolak. Mulai dari ormas keagamaan Islam semisal Muhamadiyah dan NU, hingga Persatuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) turut angkat bicara. Tak ketinggalan para purnawirawan TNI, mahasiswa dan akademisi, terlebih dari para aktivis kaum muslimin semisal Masyumi Reborn, Syarikat Islam, Dewan Dakwah, Persis dan sejumlah ulama lainnya.

Sedianya RUU HIP ini diharapkan menjadi pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun  kebijakan pembangunan nasional di pelbagai bidang. Alih-alih demikian, yang terjadi justru memuat banyak polemik. Ada demikian banyak hal mengapa RUU ini memantik penolakan publik. Terkait makna Pancasila sebagai ideologi, apa saja yang bertentangan dengan ideologi, juga bagaimana mewujudkan integrasi hingga polemik soal implementasi di semua lini kehidupan termasuk aspek ekonomi.

Berkenaan dengan penolakan masyarakat banyak, wa bil khusus umat Islam terhadap RUU HIP disebabkan beberapa hal. Pertama adanya sinyalemen memunculkan kembali ide komunisme. Terbukti dari tidak dimasukkannya Tap MPRS XXV/1966 terkait “Pembubaran PKI, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah NKRI bagi PKI dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunis/Marxisme-Leninisme.” Hal itu tentu dipandang sebagai bukti memudarkan ingatan terhadap sejarah kelam dan berdarah di masa lalu.

Kedua, upaya pemerasan Pancasila menjadi Trisila bahkan Ekasila yakni gotong royong. Ini kian memperjelas adanya upaya menjauhkan kehidupan berbangsa dan bernegara dari sila pertama yakni Ketuhanan yang Maha Esa. Di samping semakin mengonfirmasi betapa jargon “Pancasila harga mati” tak terbukti, karena dengan mudah dapat diusulkan untuk diinterpretasikan dan diperas menjadi Trisila lalu Ekasila.

Ketiga disinyalir RUU HIP ini bakal menjadi alat penggasak bagi siapapun yang berseberangan dengan pihak yang tengah berkuasa. Sungguh ini menjadi metode yang kerap diperlihatkan dari masa ke masa. Dimana terjemah makna Pancasila mengikuti kehendak rezim di zaman tersebut.  

Keempat, dalam salah satu bahasannya terdapat poin yang tampak bertolak belakang. Di satu sisi menetapkan peran negara yang harus lebih dominan dalam menjaga ekonomi rakyat. Sementara di sisi lain justru mendorong kebijakan utang luar negeri dengan alasan memperkuat ekonomi. Poin ini disebut dalam Pasal 17 huruf b dan j RUU HIP. Adapun pasal tersebut merinci mengenai 12 prinsip pelaksanaan demokrasi ekonomi pancasila. (CNN Indonesia, 15/06/2020) Padahal dari beragam fakta yang ada, jerat utang telah menjadi alat penjajahan atas kedaulatan suatu negeri oleh negara adidaya.

Menilik keempat poin di atas maka bisa ditarik kesimpulan betapa ada potensi bahaya di balik RUU HIP ini. Ia bukan sekedar butuh ditunda, melainkan mesti ditolak.

Di samping itu, wajib disadari pula oleh umat. Terkait munculnya ide RUU HIP ini lebih disebabkan prinsip liberalisme yang kini dianut negeri ini. Kebebasan dalam menuangkan ide dan pendapat adalah keniscayaan dari sistem demokrasi. Hatta ide yang akan merubah haluan negara ke arah yang berpotensi membahayakan rakyat sekalipun. Padahal sejatinya Pancasila adalah sebuah falsafah bangsa yang digali dari budaya dan adat istiadat negeri. Ia bukanlah ideologi. Sebab ideologi selain memiliki unsur ide/falsafah juga berisi sekumpulan metode dalam menerapkan ide tersebut.

Adapun meski Pancasila dipandang sebagai dasar negara, namun kenyataannya sistem kapitalisme liberal-lah yang dominan melingkupi negeri. Ia tegak di bawah naungan sistem pemerintahan demokrasi. Dimana kapitalisme adalah satu sistem perekonomian dengan tingkat bahaya akut. Prinsip yang berasas sekuler itu makin mengakar di sektor-sektor strategis rakyat. Merampas hak dan keadilan hakiki bagi rakyat secara keseluruhan. Lebih jauh ia telah berhasil menjerumuskan negeri ini ke tubir kehancuran. Disebabkan penjajahan sistematis dalam semua lini yang dilakukan oleh adidaya dunia.

Begitu pun malapetaka yang akan dituai jika ideologi sosialis komunisme yang hendak dipilih. Dimana asas materialismenya memuat paham yang memandang kehidupan, manusia dan alam semesta merupakan materi yang sekedar mengalami evolusi internal. Materi ini tidak diciptakan. Ia ada dengan sendirinya. Karena itu tidak ada Pencipta (Tuhan) dan yang dicipta (makhluk). Dengan demikian dasar ideologi ini hakikatnya adalah ateisme yang antagonistis dengan fitrah manusia. Penegakkan aturan yang bersumber dari asas ini jelas demikian berdarah-darah. Terbukti di kala komunisme diterima dalam bentuk Partai Komunis Indonesia. Juga di negara-negara lain di dunia ini. Karena segala sesuatunya hanya dipandang dari aspek profan, tak ada unsur ukhrawi sedikit pun.

Sedangkan Islam sebagai satu dari tiga ideologi yang pernah eksis di dunia justru memberi solusi hakiki. Ia memiliki asas yang demikian kokoh yakni akidah Islam. Keselarasan dengan fitrah, menenteramkan jiwa dan akal manusia disebabkan ideologi ini berasal dari Zat yang Maha Pencipta.

Islam sebagai ideologi, memuat penjelasan yang sangat komprehensif dan terintegrasi. Terkait penyelenggaraan negara mulai dari aspek filosofi hingga sistem. Memberi identifikasi yang sangat jelas tentang apa saja yang bertentangan dengannya.  Tidak ada saling kontradiksi antar bagiannya dan sistemnya secara integral mewujudkan keutuhan, keadilan dan kesejahteraan.

Sebuah sistem kehidupan yang kemilaunya telah nyata terhampar dalam sejarah dunia. Menorehkan tinta emas peradaban selama hampir empat abad lamanya. Rentang waktu yang tak sanggup disaingi oleh dua kompetitor ideologi selainnya (sosialis komunisme dan kapitalisme).

Adapun sistem pemerintahan yang khas penerap ideologi Islam hanyalah Negara Khilafah Islamiyah. Institusi warisan Baginda Rasulullah Muhammad saw. sang teladan mulia sepanjang masa. Sungguh kerinduan yang membuncah akan tegaknya ideologi samawi ini. Wa’Allahu A’lam.