Oleh : Hj. Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Jember.
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا
“Sesungguhnya orang-orang yang ingkar kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, “Kami beriman kepada sebagian dan kami mengingkari sebagian (yang lain),” serta bermaksud mengambil jalan tengah (iman atau kafir)” (QS. An-Nisa : 150)
Suaramubalighah.com, Opini –Ayat tersebut sesungguhnya sebagai peringatan, bahwa di dalam menjalankan agama tidak boleh memilah dan memilih hukum (syariat), tidak boleh mengambil jalan tengah (moderat) atau kompromi.
Sayangnya banyak umat Islam, justru tertarik untuk merubah syariat yang dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Maka perlu moderasi yaitu mengubah Islam menjadi moderat (jalan tengah). Bahkan berani memberangus maknanya, sebagaimana yang dilakukan oleh penguasa.
Dalam hal ini, Menteri Agama Fakhrul Razi mengatakan, “Kami telah melakukan review 155 buku pelajaran, terhadap konten-konten yang bermuatan radikal dan eksklusif. Dalam revisi ini masih memuat materi soal khilafah dan nasionalisme. Tapi dalam buku tersebut akan dijelaskan bahwa ajaran khilafah dan jihad dalam pelajaran di sekolah dan di madrasah tetap diberikan. Namun, akan dijelaskan bahwa khilafah tidak lagi relevan (cocok) di Indonesia. Hal itu ditegaskan untuk pengarusutamaan moderasi beragama serta pencegahan paham radikalisme. Kemudian buku siap digunakan pada tahun ajaran baru 2020/2021. Kata Fachrul dalam keterangan resminya. (Dilansir oleh Republika.co.id. 2/7/2020)
Di dalam Islam tidak dikenal adanya moderasi. Moderasi merupakan proyek Barat yaitu mengubah Islam menjadi Islam moderat. Menurut Building Moderate Muslim Networks bahwa karakter Islam moderat yaitu bisa menerima ide-ide atau pemikiran Barat, yakni demokrasi, HAM (kesetaraan gender, kebebasan beragama), liberalisme, menentang radikalisme dan terorisme. Selanjutnya akan dibenturkan dengan Islam Radikal. Menurut mereka yang bercirikan sebagai berikut, Islam yang menolak ide-ide kufur Barat (sekularisme, pluralisme, liberalisme, dan lainnya),t aat syariat, menyakini syariat adalah hukum Allah, menginginkan syariat diterapkan dalam formulasi negara yaitu khilafah.
Pemberian label tersebut merupakan strategi Barat untuk menghancurkan Islam. Sejatinya mereka berupaya untuk membendung tegaknya Islam Kaffah dan memecah persatuan umat dengan mengadu domba di antara umat Islam itu sendiri. Strategi Barat untuk menghancuran persatuan umat dengan menggunakan falsafah “devide et impera” atau politik belah bambu. Islam Radikal diinjak dan Islam Moderat diangkat (dimenangkan).
Islam Radikal (radikalisme) inilah yang terus dinarasikan, dipropagandakan ke seluruh penjuru dunia termasuk di Indonesia, dituduh sebagai penyebab timbulnya kekerasan, konflik dan peperangan.
Adapun Islam Moderat (Islam Wasathan) terus digencarkan, dan diopinikan Islam yang ramah, Islam yang penuh toleransi. Penyebarannya dengan strategi yang terencana dan masif. Antara lain:
1. Merekonstruksi (menata ulang) pemahaman yang sudah mapan dengan metode penafsiran maqashidi ala Islam Moderat sehingga menimbulkan kesesatan berfikir di tengah-tengah umat.
2. Merekrut tokoh-tokoh agama sebagai corong, misalnya intelektual muslim, akademisi muslim yang liberal, ormas-ormas Islam, LSM, komunitas perempuan, aktivis, penulis, jurnalis moderat dan lainnya.
3. Pengopinian pemikiran Islam melalui media massa baik cetak maupun elektronik..
4. Memunculkan istilah Islam Nusantara sebagai kedok Islam Moderat agar lebih mudah diterima umat muslim nusantara.
5. Promosi kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan khususnya di kalangan milenial.
6. Menggunakan penguasa sebagai alat untuk mempropagandakan secara sistematis.
7. Memasukkan pemahaman Islam Moderat dalam kurikulum pendidikan.
Moderasi Agama dalam Kurikulum Pendidikan.
Lembaga pendidikan dianggap kunci keberhasilan dalam pengembangan pengarusutamaan moderasi seperti yang disampaikan oleh Menteri agama, Fackhrul Razi, bahwa moderasi agama harus melalui sekolah, madrasah. Bahkan harus masuk ke pesantren-pesantren dan perguruan tinggi.
Kurikulum berbasis demokrasi dan moderatisasi dirumuskan oleh ulama-ulama moderat berdasarkan tafsir maqashidi yang mengedapankan aspek konstekstual nash dibandingkan teks-teks nash/ayat sehingga menghasilkan konsep Islam Moderat yang mendukung demokrasi, pluralisme dan kesetaraan gender.
Moderasi Islam melalui kurikulum pendidikan bertujuan untuk mewujudkan generasi muslim yang tetap dalam status beragama Islam, menguasai sebagian pengetahuan Islam namun tidak dalam rangka untuk mengambil Islam secara kaffah.
Konsep Islam yang berkaitan dengan penataan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang tidak dikehendaki Barat maka akan dinarasikan tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia atau dengan stigma negatif. Khilafah sebagai konsep pemerintahan yang menerapkan Islam Kaffah dinarasikan dengan ajaran radikal yang memiliki sejarah kelam (berdarah-darah) sehingga harus ditolak karena membahayakan persatuan dan tidak cocok dengan Indonesia. Padahal realitasnya Khilafah adalah ajaran Islam yang melahirkan peradaban emas yang menghinakan kafir Barat. Dengan narasi negatif tersebut, generasi muslim secara perlahan akan menjauhi konsep pemerintahan Islam yang bernama Khilafah Islamiyah bahkan menentangnya. Inilah target sesungguhnya dari kurikulum berbasis moderasi Islam.
Selain penyesatan Khilafah sebagai bagian dari ajaran Islam, juga mengajarkan konsep jihad dengan tidak benar. Seluruh ulama’ mu’tabar menyepakati bahwa jihad bermakna qital (perang) namun disimpangkan dengan makna bersungguh-sungguh dan memunculkan makna jihad dengan pemberdayaan ekonomi, dsb.
Moderasi Islam melalui kurikulum pendidikan sangat berbahaya karena merupakan penyesatan sistematis terhadap ajaran Islam. Khilafah dan jihad yang menjadi ruh dan kunci perjuangan Islam diamputasi, agar umat atau generasi muda yang menjadi tulang punggung peradaban Islam dijauhkan dari kewajiban berjihad dan menegakkan syariah serta memperjuangkan khilafah.
Kebijakan Kemenag dalam kurikulum berbasis moderasi Islam dengan menarasikan negatif tentang khilafah, menyimpangkan makna jihad dan materi yang dianggap mengganggu kepentingan rezim dan Barat menunjukkan secara pasti arah kurikulum pendidikan yang sekuler dan anti-Islam.
Kurikulum sekuler, akan meracuni akidah anak didik dengan menyusupkan paham pluralisme yang memandang semua agama sama benar. Akibatnya keluar dari Islam tidak dianggap murtad sebagai konsekuensi dari paham kebebasan beragama. Saling memberikan ucapan selamat atas hari raya agama lain pun menjadi ajaran toleransi yang diagungkan. Menikah beda agama pun tidak masalah, dan lainnya. Padahal berpindah agama, mengucapkan hari raya agama lain, perempuan menikah beda agama, adalah perbuatan yang sangat dilarang di dalam Islam.
Kurikulum berbasis moderasi akan mencetak generasi muslim yang berkepribadian ganda, ruhiyah mereka islami namun pola pikir (aqliyah) mereka tidak ada bedanya dengan kafir barat yang tunduk kepada hawa nafsu.
Tentu ini bertentangan dengan perintah Allah Subhanaallahu Wa Ta’ala yang memerintahkan setiap muslim untuk berkepribadian Islam, jiwa (nafsiyah) dan akalnya sewarna karena tersibghoh dengan Islam Kaffah dalam QS. al-Baqarah : 208,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Karena itu jelas bahwa moderasi agama (Islam Moderat) tidak ada dalam Islam, justru bertentangan dengan Islam. Ia merupakan strategi Barat untuk menyesatkan pemahaman umat, dan yang paling kentara adalah menjegal tegaknya kembali khilafah yang akan menerapkan Islam secara kafah melalui kurikulum pendidikan.
Wallahu a’lam bishshawab.