Allah SWT Akan Memberikan Kekuasaan pada Umat Islam

Oleh: Ustadzah Dedeh Wahidah

Suaramubalighah.com, TELAAHHADIS – Rasulullah ﷺ bersabda,

«إِنَّ اللهَ زَوَى لِيَ الْأَرْضَ، فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا، وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ: الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَض»

“Sesungguhnya Allah SWT telah mengumpulkan (dan menyerahkan) bumi kepadaku ‎sehingga aku bisa menyaksikan timur dan baratnya. Sesungguhnya kekuasaan ‎umatku akan mencapai apa yang telah dikumpulkan dan diserahkan ‎kepadaku darinya, dan aku dianugerahi dua pembendaharaan yakni merah (emas) dan putih (perak).”(HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, al-Tirmidzi). 

Para ulama telah memberikan penjelasan terkait hadis tersebut, diantaranya adalah Imam al-Khaththabi (w. 388 H).  Beliau memaknai kalimat zawâlî al-ardha, yakni menguasainya dan menyatukannya.[1]. Sementara menurut Imam Nawawi  dalam hadis tersebut digunakan bahasa kiasan (majazi), yakni dalam perkataan ‘mencakup dua pembendaharaan bumi, al-ahmar(merah) yaitu emas, dan al-abyadh(putih)yakni perak.Beliaupun menyatakan bahwa di dalam hadits ini terdapat isyarat  yang menunjukkan bahwa kekuasaan umat Islam akan membentang ‎‎ sebagian besarnya dari arah Timur dan Barat.[2]

Penyebutan ‘Timur dan Barat’, juga merupakan Bahasa kiasan yang menunjukkan keseluruhan penjuru bumi, baik dari Timur ke Barat maupun dari Utara ke Selatan, semuanya akan berada dalam kekuasaan umat Islam.

Kata zuwiya (زُوِيَ) merupakan bentuk kata kerja pasif (mabnî li al-majhûl) yang berkonotasi jumi’a (جُمِعَ‏) yakni dikumpulkan  [3]

Dalam hadis di atas disebutkan bahwa bumi akan dikumpulkan untuk umat Islam oleh Allah SWT, ini merupakan janji Allah yang pasti terjadi karena Dia tidak akan menyalahi janji.  Tidak kurang dari 48 ayat dalam al Quran yang menyatakan bahwa Allah SWT pasti menepati janji, diantaranya dalam QS Ali Imran ayat 194.  Janji Allah SWT tidak hanya ada dalam hadis ini, namun juga terdapat dalam sejumlah nash lainnya, salah satunya dalam al Quran surat an Nur[24] ayat 55:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (النور: 55)

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.

Al Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya [4]menyatakan:

هذا وعد من الله لرسوله صلى الله عليه وسلم . بأنه سيجعل أمته خلفاء الأرض، أي: أئمةَ الناس والولاةَ عليهم، وبهم تصلح البلاد، وتخضع لهم العباد،

“Ini adalah janji dari Allah swt kepada Rasulullah saw, bahwasanya Dia akan menjadikan umatnya (umat nabi Muhammad saw) sebagai khulafa` al-ardl, yakni: pemimpin-pemimpin manusia dan penguasa atas mereka; dan dengan mereka negeri-negeri diperbaiki dan seluruh manusia tunduk kepada mereka, …

Senada dengan Imam Ibnu Katsir, Al Hafidz Ibnu Jarir Ath Thabari dalam Tafsirnya[5] juga menyebutkan terkait anugerah kekuasaan yang akan diberikan Allah SWT kepada umat Islam:

لَيُوَرِّثَنَّهُمُ اللهُ أَرْضَ الْمُشْرِكِيْنَ مِنَ الْعَرَبِ وَالْعَجَمِ، فَيَجْعَلُهُمْ مُلُوْكَهَا وَسَاسَتَهَا (كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ) يَقُوْلُ: كَمَا فَعَلَ مِنْ قَبْلِهِمْ ذَلِكَ بِبَنِي إِسْرَائِيْلَ، إِذْ أَهْلَكَ الْجَبَابِرَةَ بِالشَّأمِ، وَجَعَلَهُمْ مُلُوْكَهَا وَسُكَانَهَا

“Sungguh, Allah akan mewariskan kepada mereka bumi kaum Musyrik dari kalangan Arab maupun non Arab, dan Allah akan menjadikan mereka sebagai penguasa dan pengaturnya; (Sebagaimana Allah telah mengangkat menjadi penguasa orang-orang sebelum mereka); dia (Abu Ja’far) berkata, “Sebagaimana Dia (Allah) telah melaksanakan (janji kekuasaan tersebut) kepada orang-orang sebelum mereka, yakni kepada Bani Israil, tatkala mereka berhasil menghancurkan kekuasaan Jababirah di Syam, lalu Allah menjadikan mereka (Bani Israel) sebagai penguasa Syam dan penduduknya”.

Hadis Nabi saw tersebut mengabarkan tentang perkara yang belum terjadi, yakni masa depan umat Islam.  Namun bukan ramalan dan janji palsu. Kenyataannya akan dirasakan oleh umat Islam, sebagaimana kabar akan ditaklukannya kota Qonstantinopel yang disebutkan dalam hadis beliau saw: Dari Abdullah bin ‘Amru, beliau berkata:

بَيْنَمَا نَحْنُ حَوْلَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَكْتُبُ إِذْ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْمَدِينَتَيْنِ تُفْتَحُ أَوَّلًا قُسْطَنْطِينِيَّةُ أَوْ رُومِيَّةُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَدِينَةُ هِرَقْلَ تُفْتَحُ أَوَّلًا يَعْنِي قُسْطَنْطِينِيَّةَ

Suatu ketika kami berada bersama Rasulullah saw sedang menulis, yaitu di saat beliau ditanya tentang dua kota, manakah yang lebih dahulu dibuka; Qostantinopel atau Rum? Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam pun menjawab: “Kota yang lebih dahulu dibuka adalah kota Hiroclus (Qostantinopel)”

Hadit ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ad-Darimi, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Muhson, Abu Amr Ad-Dani di dalam As-Sunanul Waridah fil-Fitan (hadits-hadits tentang fitnah), Al-Hakim dan Abdul Ghani Al-Maqdisi dalam Kitabul Ilmi.  Kabar tersebut baru terbukti kurang lebih 700 tahun setelah hadis ini disampaikan Baginda saw, yaitu ketika Muhammad Al Fatih menaklukan benteng Qonstatinopel.

Dari penjelasan yang disampaikan para ulama, dapat disimpulkan bahwa hadis riwayat Imam Muslim, Ahmad, Abu Dawud, al-Tirmidzi ini mengisyaratkan beberapa kandungan yang penting difahami oleh umat Islam, yakni:

  1. Allah SWT berjanji akan menganugerahkan kekuasaan kepada umat Rasulullah saw
  2. Keluasan kekuasaan yang diberikan kepada umat Rasulullah saw mencakup seluruh penjuru bumi(Dari Timur ke Barat, Utara ke Selatan)
  3. Ketika Islam berkuasa dengan diterapkannya syariat Islam secara kaffah, maka akan diraih kesejahteraan hidup berupa limpahan perbendaharaan emas dan perak; Kedudukan Islam yang kokoh; serta keadaan aman setelah cengkraman ketakutan. Pemahaman demikian diperoleh dari adanya huruf وَ athaf  yang menunjukkan urutan pada QS an Nur ayat 55.  Setelah pemberian istikhlaf  لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ (kekuasaan Khilafah) yang akan menerapkan hukum Islam, berikutnya Allah akan mengokohkan Islam وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ, dan baru kemudian mereka akan diberi keadaan aman وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا

Di tengah keterpurukan kehidupan, krisis multi dimensi, serta penderitaan yang kian menjadi-jadi akibat diterapkannya sekularisme dan kapitalisme, maka apa yang dikandung hadis ini merupakan harapan akan kebangkitan umat Islam dan perbaikan kehidupan yang akan diraih manakala Islam tegak di muka bumi.  Tentu saja kerinduan kepada keamanan dan kesehteraan hidup tidak boleh berhenti dalam harapan dan keinginan semata, namun harus diikuti dengan langkah nyata untuk mewujudkannya dalam kenyataan.

Karenanya, Umat Islam harus memiliki pemahaman yang benar yang akan mendorongnya melakukan upaya-upaya untuk meraih janji Allah tersebut, yakni: Pertama, senantiasa mengokohkan keyakinan akan janji Allah SWT bahwa Dia akan menganugerahkan kekuasaan pada umat Islam berupa tegaknya kembali Khilafah ‘ala minhaj an Nubuwwah.  Kedua, memahami prasyarat diberikannya kekuasaan seperti tercantum dalam al Quran surat an Nur, ayat 55: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh”.  Di awal ayat, Allah sudah menegaskan bahwa janji tersebut hanya diberikan kepada orang yang beriman dan membuktikan keimanannya dengan melakukan amal shalih berupa ketaatan penuh pada syariat- Nya.  Ketiga, berkontribusi aktif dalam mewujudkan janji Allah.  Janji-Nya pasti terjadi, namun umat Islam diwajibkan melakukan aktivitas-aktivitas untuk menjemput janji itu.  Sebagaimana dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. Muhammad: 7)

Al ‘allâmah As Sa’di, dalam tafsirnya[6] menyatakan:

هذا أمر منه تعالى للمؤمنين، أن ينصروا الله بالقيام بدينه، والدعوة إليه، وجهاد أعدائه، والقصد بذلك وجه الله، فإنهم إذا فعلوا ذلك، نصرهم الله وثبت أقدامهم، أي: يربط على قلوبهم بالصبر والطمأنينة والثبات، ويصبر أجسامهم على ذلك، ويعينهم على أعدائهم، فهذا وعد من كريم صادق الوعد، أن الذي ينصره بالأقوال والأفعال سينصره مولاه، وييسر له أسباب النصر، من الثبات وغيره.

Ini adalah perintah dari Allah Ta’ala kepada orang – orang yg beriman untuk menolong Allah dengan menegakkan ajaran agama-Nya, dan menyeru kepada-Nya, dan memerangi musuh-musuh-Nya, dan menjadikan Allah sebagai tujuannya, maka sesungguhnya jika mereka melakukan yg demikian itu, allah akan menolong mereka dan meneguhkan kedudukan mereka, yakni: mengikat/menabahkan hati mereka dengan sabar, ketenangan dan keteguhan, dan menyabarkan/menabahkan tubuh mereka atas yang demikian itu,

dan akan menolong mereka atas musuh-musuh mereka. Ini adalah janji dari Dzat Yang Mulia, Yang Benar Janji-Nya, sesungguhnya orang-orang yang menolongnya dengan perkataan dan perbuatan maka Dia akan menolongnya dan memudahkan baginya sebab-sebab (turunnya) pertolongan, yang berupa keteguhan dll.

Dari ayat ini difahami bahwa wujud nyata menjemput nasrullah dan anugerah kekuasaan adalah dengan sungguh-sungguh berjuang menegakkan agama Allah, yakni terlibat dalam dakwah Islam kaffah.  Wallahu a’lam[]

_____________________________________________________________________________

[1] Abu Sulaiman al-Khaththabi, Ma’âlim al-Sunan: Syarh Sunan Abi Dâwud, juz IV, hlm. 339.

[2] Ibid. lihat pula: al-Hafizh al-Nawawi, Al-Minhâj Syarh Shahîh Muslim, juz ke-18, hlm. 13.

[3] Al-Husain bin Mahmud al-Zaidani al-Muzhhiri, Al-Mafâtîh fî Syarh al-MashâbîhKuwait: Dâr al-Nawâdir, cet. I, 1433 H, juz VI, hlm. 9, lihat pula: al-Hafizh al-Nawawi, Al-Minhâj Syarh Shahîh Muslim, juz ke-18, hlm. 13.

[4] Tafsir al- Quran al-Azhiim, 6:77

[5] Jaami’u al-Bayan fii tafsiir al-Quran, 9:206

[6] Tafsiir al-Kariim fii tafsiir kalam al-Manan, 1:785