Mu’adzah binti Abdullah, Ahli Fikih dari Kalangan Tabiin

Oleh : Nabila Asy Syafi’i

” Wahai jiwa, kesempatan tidur ada di hadapanmu, kalau engkau mengambil kesempatan itu, sesungguhnya engkau akan tertidur panjang di alam kubur. Walaupun tidak diketahui apakah tidur panjang itu bersama penyesalan atau kebahagiaan. ”

Suaramubalighah.com, Muslimah Inspiratif – Demikian ia berbicara kepada jiwanya, tatkala ada keinginan tidur. Padahal ia sedang bermunajat kepada Allah SWT.

Hari-harinya diisi untuk mempelajari Islam dan mengajarkannya, pun lisannya tak lepas dari dzikir kepada Allah, dan membaca Al Quran. Malam-malamnya dihiasi dengan sholat tahajud. Sungguh aktifitas ini tak pernah ia lupakan, meski saat menikah. Ia muslimah dari kalangan Tabi’in dan termasuk dari perawi hadits. Ia adalah Mu’adzah binti Abdullah.

Mengenal Sekilas Sosok Mu’adzah Binti Abdullah

Mu’adzah binti ‘Abdillah al-‘Adawiyyah, nama kunyahnya Ummu Shahba dan berasal dari kota Basrah. Terlahir dalam keluarga dengan bangunan pondasi keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT yang kokoh dan kuat.

Mu’adzah binti Abdullah tumbuh dewasa dekat sumber kebaikan para sahabat dan sahabiyah, sehingga bisa menyerap ilmu yang masih murni yang mereka ambil langsung dari Rasulullah.

Mu’adzah binti Abdullah bersuamikanShilah bin Asy-yamal-‘Adawial-Bashri, dengan kunyah Abu Shahba. Suami istri ini yakni Shilah bin Asy -yam dan Mu’adzah, termasuk thabaqah kedua dari kalangan Tabi’in. Dan Shilah bin Asy -yam adalah tokoh temama pada masanya, juga termasuk perawi hadits. Hasan al-Bashri dan Tsabit al-Bunani di antara Ulama yang berguru kepada Shilah ini.

Mu’adzah Al-‘Adawiyah pernah menggambarkan tentang keshalihan pribadi suaminya dengan berkata, “Tidaklah Abu Shahba mengerjakan shalat, melainkan setelah itu dia tak bisa kembali ke tempat tidurnya kecuali dengan merangkak “. Karena waktu yang lama dalam shalatnya.

Abu Shahba, juga sosok suami yang sholih, yang selalu taat kepada Allah Beliau pernah berkata, “Saya selalu mencari rezeki dari tempat-tempat yang halal. Seringkali saya merasa letih, namun yang saya dapat hanya cukup untuk satu hari . Akan tetapi, saya tahu itulah yang terbaik untuk saya. Ketahuilah, seseorang yang dikaruniai rezeki yang cukup untuk hari ini dan hari esok, akan tetapi ia tidak merasa hal itu adalah yang terbaik baginya, maka dia adalah orang yang akalnya dangkal”.

Abu Shahba pernah berkata, ” Demi Allah, saya tidak tahu kapankah saya merasa sangat senang. Apakah di waktu saya bersegera untuk berdzikir atau di waktu saya pergi untuk melakukan sesuatu kemudian saya teringat untuk berdzikir”.

Demikianlah sekilas profil suami shalih yang mendampingi Mu’adzah, seorang istri yang shalihah. Tak heran jika rumah tangga mereka dinaungi kebahagiaan dan keharmonisan, keluarga yang disatukan oleh ikatan iman dan takwa, dan hati mereka dipadukan oleh cinta terhadap amal shalih.

Saat ujian datang, dengan syahidnya suami dan anaknya di medan perang, Mu’adzah binti Abdullah tegar dan tabah memghadapi musibah. Ketika orang-orang datang berta’ziah, Mu’adzah justru berkata: “Jika kalian datang untuk mengucapkan selamat, maka aku akan sambut kalian. Akan tetapi, jika kalian datang untuk tujuan lain, maka silahkan kembali ke rumah kalian”. Begitulah kesabaran Mu’adzah binti Abdullah, ia tidak larut dalam kesedihan yang membuatnya terjelembab dalam jurang keterpurukan. Bahkan ia berkata: ” Demi Allah, tidaklah saya suka tinggal lama di dunia hanya untuk menikmati keindahan hidup dan angin sepoi-sepoi di dalamnya, akan tetapi saya suka tinggal di dunia ini untuk mencari cara agar saya bisa dekat dengan Rabb saya. Semoga Allah mengumpulkanku dengan Abu Shahba beserta anak-anaknya di surga”.

Mu’adzah binti Abdullah wafat pada tahun 83 H.

Mu’adzah Binti Abdullah Kalangan Tabi’in Perawi Hadits

Mu’adzah binti Abdullah, muslimah dari kalangan tabi’in yang ahli ibadah, luas ilmu agamanya, sekaligus perawi hadits. Ia meriwayatkan hadits dan menimba ilmu dari Sahabat Nabi dan Tabi’in. Diantara sahabat dan sahabiyah yang menjadi guru Mu’adzah adalah Sayyidah Aisyah ra, Ali bin Abi Thalib dan Hisyam bin ‘Amir dan Ummu ‘Amr binti ‘Abdillah bin Zubair.

Adapun Beberapa Ulama terkenal dari kalangan Tabi’in yang sempat berguru dan meriwayatkan hadits dari Mu’adzah binti Abdullah adalah Abu Qilabah Al Jarami, Ishaq bin Swaid, Ayyub As Sakhtiyani, Ashimal-Ahwal, Sulaiman bin ‘Abdillah al-Bashr dan lainnya.

Hadits-haditsMu’adzah binti Abdullah diterima dan diakui keabsahannya dalam semua kitab haditsshohih, juga diakui oleh pemimpin para ulama hadits yaitu Yahya bin Ma’in.

Mu’adzah binti Abdullah adalah seorang mu’allimah atau guru yang bijaksana dan sering memberi nasehat. Ia selalu berusaha mendidik umat Islam. Setiap nasihat yang keluar dari lisannya penuh dengan hikmah dan manfaat, membuat orang-orang yang mendengarnya merasa sejuk, puas dan merasa nyaman di sisinya. Ja’far bin Kaisan pernah berkata: “Saya pernah melihat Mu’adzah sedang duduk dan di sekelilingnya banyak wanita”.

Pernah pada suatu hari, Mu’adzahmenasehati salah satu muridnya dengan berkata: ” Wahai anakku, dalam perjalananmu menuju Rabbmu, jadilah engkau selalu diliputi kehati-hatian dan rasa berharap, karena saya lihat orang yang mempunyai rasa harap bertemu dengan Rabbnya dia berhak mendapat kedekatan dengan-Nya di hari ia bertemu dengan-Nya dan orang yang memiliki kehati-hatian akan selalu berharap diberi rasa aman di hari berdirinya manusia di hadapan Rabb semesta alam”.

Demikianlah kisah Mu’adzah binti Abdullah, wanita sholihah, bersuamikan lelaki sholih. Rumah tangga yang dibangunnya adalah rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah, rumah tangga yang setiap anggota keluarganya selalu berlomba-lomba dalam kebaikan, mendedikasikan hidup mereka untuk senantiasa berpegang pada Islam. Pun mereka menyebarkan Islam ke tengah-tengah umat. Sungguh kisah perjalanan hidup yang patut dijadikan cermin bagi generasi kini.