Santri Sehat Fisik Dan Akal, Terbebas Dari Virus Islam Moderat

  • Opini

Oleh : Wardah Abeedah

Nabi  ‘Alaihi wa sallam bersabda,

اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ

“ Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan” (HR. Muslim).

Suaramubalighah.com, Opini – Hadits ini mengandung beberapa perkara besar dan kata-kata yang memiliki arti luas. Di antaranya yaitu menetapkan adanya sifat mahabbah bagi Allâh Azza wa Jalla . Sifat ini terkait dengan orang-orang yang dicintai-Nya dan yang mencintai-Nya. Hadits ini juga menunjukkan bahwa mahabbah Allâh tergantung keinginan dan kehendak-Nya. Kecintaan Allâh kepada makhluk-Nya berbeda-beda, seperti kecintaan-Nya kepada Mukmin yang kuat lebih besar dari kecintaan-Nya kepada Mukmin yang lemah.

Makna kuat menurut Imam Nawawi adalah kuat dalam agama, takwa, ibadah, perkara yang merujuk pada keselamatan keyakina (iman) nya.

“Santri Sehat Negara Kuat”, begitu tagline Hari Santri 2020. Santri sehat, memang harus menjadi perhatian penting oleh banyak pihak, termasuk negara. Apalagi di masa pandemi kini, dimana tak sedikit pesantren menjadi cluster penyebaran covid. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk sehat.

Sebagaimana hadis di atas, persoalan santri sehat hendaknya tak berhenti pada sehat jasmani. Dalam muqaddimah kitab dirosat fil fikril Islam, syaikh Muhammad Husain Abdullah menganalogikan umat sebagai entitas yang hidup. Sehat dan sakitnya, kuat dan lemahnya bergantung pada darah yang mengalir pada tubuhnya. Jika darah yang mengalir penuh nutrisi dan hangat, maka ida akan sehat dan kuat. Jika darahnya banyak mengandung virus atau racun, maka ia akan sakit dan lemah. Darah yang ada pada umat Islam adalah pemikiran, ide, tsaqafah, atau ajaran. Sebagaimana tubuh, darah yang baik atau yang penuh virus berpengaruh signifikan. Begitupun pengaruh pemikiran cukup signifikan di tengah-tengah umat. Pada kebangkitan dan keterpurukan mereka. Ibarat darah Penuh nutrisi, pemikiran Islam ideologis yang kuat di tengah-tengah umat akan berpengaruh pada kebangkitannya. Pun begitu, jauhnya umat dari pemikiran Islam, kuatnya isme-isme kufur dalam benak mereka dengan menjadikannya sistem hidup menghantarkan umat pada kerusakan. Isme-isme kufur yang dijadikan standar menilai dan beramal, bahkan diterapkan formal, akan menjadikan umat terpuruk.

Lalu apa hubungan santri dengan analogi darah sehat dengan santri? Santri adalah bagian dari umat. Bahkan dengan tsaqafah yang dimiliki, harusnya dia menjadi penyebar nutrisi pada darah sekaligus sel darah putih (leukosit) yang menyerang setiap racun yang mengakar di tubuh umat. Untuk itu, para santri tidak hanya butuh mengkaji tsaqafah Islam namun mereka butuh mendapatkan informasi soal racun atau virus pemikiran kufur yang berbahaya di tengah-tengah umat agar mereka mampu mengenalnya dengan baik. Apalagi jenis racun atau virus berbalut vitamin yang sengaja disuntikkan kafir Barat untuk kalangan santri, biasanya ini jenis pemikiran yang tampak Islami, padahal ia racun pemikiran ala Barat yang berisi tsaqafah bertentangan dengan Islam. Berikut diantara racun atau virus yang wajib dikenali santri :

Pertama,  Sekularisme. Pengertian sekularisme secara terminologis mengacu kepada doktrin atau praktik yang menafikan peran agama dalam fungsi negara (Webster Dictionary). Pemisahan agama dalam fungsi negara sebetulnya menjadi akibat dari pemisahan agama dari pengaturan kehidupan.

Sekularisme adalah paham kehidupan yang berasal dari Eropa yang mengambil jalan tengah (moderat) sebagai solusi konflik antara kelompok cendekiawan yang memandang negarawan (politikus) memanfaatkan kelompok agama (gerejawan) untuk melegitimasi kebijakan mereka yakni agama tetap diakui dalam kehidupan private (pribadi)  namun dilarang ikut campur dalam mengatur kehidupan dan  bernegara.

Penerapan sekularisme di negeri muslim berawal sejak runtuhnya khilafah Utsmani di Turki. Di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Ataturk , agama yang sebelumnya mengatur semua aspek kehidupan termasuk pengaturan dalam berbangsa dan bernegara, hanya diberi ruang dalam ranah ibadah secara individu. Jadi Sekularisme bukan berasal dari Islam bahkan Ia adalah ideologi yang dipaksakan dari luar oleh para penjajah. Namun sungguh aneh saat ini justru Sekularisme dibanggakan bahkan di negeri-negeri Muslim melarang keras agama digunakan sebagai landasan bernegara.  Saat ini “Dakwah” (seruan) kepada sekularisme sangat masif termasuk di kalangan santri. Berlindung di balik narasi. “Indonesia bukan Arab. Maka tak cocok diterapkan syariah Islam” secara halus mempropagandakan bahwa syariah Islam harus dipisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kedua, Paham liberalisme.

Liberalisme adalah pandangan politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas dengan dicirikan oleh kebebasan berpendapat, berperilaku, bebas memiliki apa saja yang mampu Ia miliki tanpa mempertimbangkan merugikan pihak lain atau tidak, bahkan juga bebas dalam beragama.

Faham liberal ini sebenarnya derivat dari sekularisme. Liberalisme ini juga dipaksakan di negeri-negeri Muslim. Bahkan muncul paham Islam Liberal yang dimotori oleh Nurcholis Majid dan Gunawan Muhammad. Pada 2001, berdiri gerakan kontroversial bernama Jaringan Islam Liberal (JIL) yang berbasis di Utan Kayu. Komunitas ini digerakkan oleh alumni-alumni pesantren. Nong Darol Mahmada istri Guntur Romli, Ulil Abshar Abdala, hingga Lutfie Asyaukani termasuk sederet nama tokoh JIL yang alumni pesantren. Kaum JIL giat dalam menyuarakan konsep-konsep Islam Liberal yang banyak menuai kontra dari kalangan ulama yang hanif. Seperti pandangant idak boleh ada monopoli klaim kebenaran (truth claim) sehingga pernyataan Islam agama yang paling benar dianggap berbahaya karena telah mengklaim. Dalam nalar mereka, jika masing-masing penganut paham tersebut mengklaim dirinya benar, dan yang lain salah, pasti akan terjadi pemaksaan kebenaran seseorang kepada orang lain. Hal ini dianggap berbahaya, karena akan menyebabkan hilangnya pluralitas dan kebebasan.

Merek juga menyuarakan Islam substansial. Islam itu yang penting substansinya, bukan bentuk legal-formalnya. Ajaran Islam juga harus difahami dan diambil substansinya, bukan secara literalistik. Substansi shalat adalah doa, maka berdoa sudah menggantikan sholat. Jihad dimaknasi bersungguh – sungguh, maka kewajiban jihad adalah kewajiban bersungguh – sungguh. Aurat adalah aib, kekurangan dan apa yang ingin ditutupi. Maka menutup aurat boleh sebatas apa yang ingin ditutupi karena dianggap aib jika Ia merasa fisiknya telah sempurna maka tidak perlu menutup aurat. Dengan mencukupkan pada substansi tanpa bentuk legal formal, mereka menolak apapun bentuk formalisasi syariah oleh negara. Mereka menolak undang-undang dan perda syariah seperti perda larangan miras di Bulukumba, atau berbagai perda di Aceh. Apalagi perjuangan menegakkan Islam kaffah dalam bingkai negara (Khilafah) jelas mereka tolak mentah-mentah.

Jualan JIL ini akhirnya tidak laku karena terlalu jelas menunjukkan kebencian terhadap Islam. Namun beberapa tahun terakhir, dengan berganti baju Islam Moderat dan pendekatan lebih halus, mereka kini cukup diterima masyarakat. Padahal tokoh-tokoh mereka masih sama. Dalam beberapa literatur, sumber dana mereka dari lembaga foundation asing juga masih sama, bahkan jejaring internasional mereka masih sama. Jadi Islam Liberal pada masa lalu kini dibungkus dengan Islam Moderat agar lebih diterima masyarakat.

Ketiga, Faham feminisme.

Belakangan ini, tak sedikit kalangan santri perempuan, hingga ning-ning ramai menyuarakan feminisme Islam. Berbagai gerakan feminis Islam tumbuh bak jamur di musim hujan. Rahima, Fahmina, mubaadalah, Ngaji KGI (Kesetaraan Gender Islami), KUPI (Konferensi Ulama Perempuan Indonesia), dll aktif membuat seminar, kelas, artikel, dan berbagai konten baik online ataupun offline.

Padahal faham feminisme atau kesetaraan gender yang menuntut kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan serta dihapusnya diskriminasi terhadap perempuan adalah produk kafir penjajah yang diawali kemunculannya di Eropa. Diskriminasi keji terhadap perempuan yang terjadi berabad lamanya di Eropa. Pada masa itu Eropa melalui doktrin gereja dan kezaliman kerajaan yang menganggap wanita sebagai sumber dosa, penyihir dan stigma buruk lainnya. Paradigma keliru ini kemudian menghasilkan berbagai kebijakan lalim, hingga perempuan di masa itu merasa butuh untuk memperjuangkan kesetaraan antara pria dan wanita.

Dalam perjalanannya, saat ini feminis Islam sering menyuarakan isu-isu yang dianggap menyerang hukum Islam. Mereka menyuarakan penolakan konsep qawwamah dalam Islam. Menurut mereka, perempuan boleh menjabat kepemimpinan negara dan kekuasaan seperti menjadi presiden ataupun gubernur. Bahkan feminis acapkali membolehkan perempuan menjadi imam shalat laki-laki sebagaimana dipraktikkan tokoh dunia mereka, Aminah Wadud. Hal ini tentu bertentangan dengan fiqh-fiqh klasik dalam kitab pesantren.

Mereka juga menggugat bagian warisan perempuan, keberadaan wali dari oengantin peremouan sebagai rukun nikah, iddah menurut mereka juga berlaku bagi lelaki, dan lainnya yang selama ini sudah ma’luman minad diin bid dharurah di kalangan pesantren yang termasuk ahlussunnah wal jama’ah.

Selain tiga pemikiran di atas, masih ada beberapa pemikiran yang bisa menjadi racun di tengah-tengah umat Islam dan menjauhkan umat Islam dari ajaran agama yang sempurna. Seperti pluralisme, nasionalisme, sinkritisme, sosialisme, dll yang berusaha disuntikkan ke tengah-tengah santri. Keseluruhan pemikiran berbahaya ini berasal dari hasil berfikir manusia yang dipenuhi hawa nafsu.

Konsep dan narasi mereka jelas saja bertentangan dengan ajaran Islam yang selama ini diajarkan oleh ulama salafus salih berabad lamanya. Bahkan lebih parah, menyerang pendapat – pendapat para ulama yang lurus mengikuti Nabi.

Para penyeru sekularisme, liberalisme, ataupun feminis, mereka selalu dari kalangan yang sama. Mereka berjejaring dan sama-sama menyudutkan ajaran Islam dan memusuhi umat Islam  yang menyerukan Islam kaffah.

Mereka tahu rahasia sehat dan sakitnya umat Islam ada pada pemikiran (ajaran) Islam yang dimilikinya. Maka mereka berusaha menjauhkan pemikiran Islam dari umat Islam, agar umat lemah dan terus terpuruk dalam masalah tanpa berpegang pada petunjuk hidup terbaik.

Maka dengan tsaqafah (pemikiran) Islam dan memahami informasi kekinian semacam ini, hendaknya santri cerdas dalam menganalisa problematika umat. Kemudian, dengan bekal tsaqafah Islam yang didapat dari mengkaji kitab ulama-ulama salafus shalih, santri mampu membersihkan racun dan virus pemikiran di tengah-tengah umat, menjaga Islam dan berjuang untuk menegakkannya.Selamat hari santri. Saatnya, santri sehat fisik, sehat pemikiran, dan siap menjadi  penerang umat dengan mengajarkan syariat Islam kaffah.

Allahu a’lam wal musta’aan.