Suaramubalighah.com, Hadis-Kita sering mendengar para penceramah mengatakan, seseorang itu beserta orang yang dicintai. Yang diambil dari hadits Nabi,
عنإبنمسعودرضياللهعنهقال
جَاءَرَجُلٌإِلَىرَسُولِاللَّهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَفَقَالَ : يَارَسُولَاللَّهِ،كَيْفَتَقُولُفِيرَجُلٍأَحَبَّقَوْمًاوَلَمْيَلْحَقْبِهِمْ؟فَقَالَرَسُولُاللَّهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَ: (المَرْءُمَعَمَنْأَحَبَّ
Dari Ibnu Mas’ud ia berkata: “Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah lalu berkata: “Ya Rasulullah, bagaimanakah pendapat Rasul mengenai seorang yang mencintai sesuatu kaum, tetapi tidak pernah menemui kaum itu?” Rasulullah bersabda: “Seorang itu beserta orang yang dicintainya. (Hr. Muttafaqun alaihi).
Dalam penjelasan Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Bari, hlm. 10/555:
قَوْلُهُ : (إِنَّكَمَعَمَنْأَحْبَبْتَ) أَيْ: مُلْحَقٌبِهِمْحَتَّىتَكُونَمِنْزُمْرَتِهِمْ ….
Artinya: Kalimat “Engkau bersama orang yang kau cintai” maksudnya dipertemukan dengan mereka sehingga kamu menjadi golongan mereka…
Oleh karena itu cinta yang didasari pada ideologi dan keyakinan agama. Yakni mencintai seseorang atau kelompok tertentu karena faktor ideologi dan keyakinan. Maka, cinta seperti ini dapat membawanya berkumpul dengan orang yang dicintainya kelak di akhirat. Yang cinta Rasul dan ulama akan bersama Rasul dan para ulama di surga karena melaksanakan dan memperjuangkan tegaknya ideologi Islam yang dibawa oleh Rasul. Begitupun sebaliknya yang mencintai Karl Marx karena menyukai ideologi atheis komunisnya atau Adam smith karena ideologi kapitalis sekulernya akan bersamanya kelak di neraka
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumiddin, hlm. 2/160, menyatakan:
قالالحسن : ياابنآدم ! لايغرنكقولمنيقول : ( المرءمعمنأحب ) فإنكلنتلحقالأبرارإلابأعمالهم،فإناليهودوالنصارىيحبونأنبياءهموليسوامعهم، ”
Artinya: Al-Hasan berkata: Wahai manusia, janganlahterpedaya dengan ucapan: “Seseorang bersama orang yang dia cintai” karena engkau tidak akan bertemu dengan orang-orang baik kecuali dengan amal perbuatan. Karena orang Yahudi dan Nasrani mencintai para Nabi mereka tetapi mereka tidak bersama para Nabinya. Maka bekerjalah sebagaimana orang yang kalian cinta itu bekerja”
Orang -orang Yahudi dan Nasrani, mengatakan cinta kepada Nabi Isa, cinta Nabi Musa, cinta Nabi Daud, pun mereka cinta Nabi Nuh. Tapi cinta hanya dibibir saja. Mereka tidak beriman sesuai iman Nabi-nabi mereka. Mereka pun tidak mengerjakan apa yang dikerjakan Nabi-nabi mereka. Malah mereka menyimpang aturan dan syariat Nabi-nabi mereka.
Adapun bukti cinta orang yang mengaku telah mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah tunduk patuh pada apa yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berupa syariat Islam kaaffah tanpa pilih dan pilah sebagaimana firman Allah Ta’ala
{قُلْإِنْكُنْتُمْتُحِبُّوْنَاللهَفاتَّبِعُونِييُحْبِبْكُمُاللهُويَغْفِرْلَكُمْذُنُوْبَكُمْ،وَاللهُغَفُوْرٌرَحِيْمٌ}
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran:31).
Imam Ibnu Katsir, ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Ayat yang mulia ini merupakan hakim (pemutus perkara) bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah, akan tetapi dia tidak mengikuti jalan (sunnah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka dia adalah orang yang berdusta dalam pengakuan tersebut dalam masalah ini, sampai dia mau mengikuti syariat dan agama (yang dibawa oleh) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaannya”
Jadi orang yang benar-benar mencintai karena berdasarkan ideologi atau keyakinan agama, akan berusaha menunjukkan bukti cintanya dengan patuh dan tunduk kepada orang yang dicintai, melaksanakan semua syariat Islam yang dibawanya dan memperjuangkan tegaknya sistem pemerintahan khilafah warisannya bahkan menjadikan orang yang dicintainya itu sebagai idolanya. Ia akan berusaha bersikap menjaga kemuliaan dan kehormatan idolanya.
Ibnul Qayyim mengatakan, ” bahwa adab tertinggi terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, adalah secara penuh menerima, tunduk patuh kepada perintahnya dan menerima beritanya, membenarkan tanpa ada penentangan dengan khayalan batil yang dinamakan ma’qul (masuk akal), syubhat, keraguan-raguan, atau mendahulukan pendapat para intelektual dan pemikiran mereka. Wajib berhukum dan menerima, tunduk dan taat, hanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. ”
Hadits diatas ” المرأمعمنأحب ” (seseorang itu akan bersama siapa yang ia cintai) secara implisit mengandung unsur motifasi untuk mencintai dan mengidolakan orang shalih, juga peringatan untuk tidak mencintai dan tidak mengidolakan orang durhaka. Di dalamnya terdapat janji sekaligus ancaman. Dan baginya akibat dari yang telah diperbuat.
Mencintai orang yang taat itu sudah mendapat pahala, menyukai mereka dan meniru perbuatan mereka akan membuat kita dikumpulkan di surga bersama mereka.
Dan sebaliknya, menyukai dan meniru perbuatan orang kafir dan fasiq akan mendapat dosa.
Waallahua’lam