Mengembalikan Visi Perjuangan Pesantren

  • Opini

Oleh : Hj. Tingting Rohaeti

(PP. Nur Rohman Al-Burhany Purwakarta)

Suaramubalighah.com, Opini-Sejak dicetuskan program pemberdayaan ekonomi pesantren tahun 2019 melalui OPOP (One pesantren one product) yang bertujuan menciptakan kemandirian umat melalui para santri, masyarakat dan pondok pesantren itu sendiri agar mampu mandiri secara ekonomi, sosial dan untuk memacu pengembangan skill, teknologi produksi, distribusi, pemasaran melalui sebuah pendekatan inovatif  dan strategis, visi perjuangan  pesantren  mengalami pergeseran.

Pesantren yang pada awal kemunculannya sangat kental dengan visi pendidikan untuk mencetak santri menjadi faqih fiddin (Paham agama Islam yang kaffah ) yang sangat dekat dengan al Qur’an dan Hadits, penjaga Islam yang terpercaya, ulama yang mampu menjadi cahaya di tengah kegelapan, dan ulama yang terdepan dalam melawan kedzaliman (amar makruf nahi munkar)  Sebagaimana dalam QS.Fatir ayat 28,

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Surat Fathir: 28)

Namun dengan program pemberdayaan ekonomi tersebut pesantren  jadi tersibukan  untuk mencetak santri menjadi entrepreneur demi mewujudkan kemandirian ekonomi umat.

Selain program pemberdayaan ekonomi, pesantren pun disibukkan dengan program-program moderasi Islam , seperti kampanye masif tentang Islam moderat, isu feminisme yang dibalut dengan feminis muslim untuk memperjuangkan kesetaraan gender sebagai konsekuensi dari ratifikasi program Beijing Platform for Action (BPfA) tentang pengarusutamaan kesetaraan gender. Pesantren hari ini dituntut mampu merespon dinamika jaman seiring dengan perkembangan modernisasi dan globalisasi.Strategi untuk mewujudkan pengarusutamaan gender (PUG) di pesantren adalah dengan melakukan perancangan kembali kurikulum berprespektif gender dan implementasi PUG melalui pemangku utama pesantren, seperti Kyai, Nyai, ustadzah dan ustadz.

Sementara pesantren yang masih menjaga visi perjuangannya dalam mencetak ulama dan faqih fiddin sesuai ajaran Islam yang lurus dari kitab kitab turats nya ahlu sunnah wal jamaah, menbentak santri yang aktif amar makruf nahi munkar , mengajarkan jihad dan khilafah dicap pesantren radikal/ pencetak teroris atas nama melawan radikalisme. Sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Umum Gerakan Suluh Kebangsaan (GSK), Mahfud MD, yang menyebut radikalisme sudah mulai mewabah kepesantren. Bahkan BNPT sejak 2 Februari 2016 menyebutkan ada 19 pondok pesantren yang terindikasi menyebarkan radikalisme dan terorisme.Wakil Presiden saat itu, Jusuf Kalla, mengingatkan kembali potensi ancaman tersebut dan meminta para ulama dan pesantren untuk menyebarkan ajaran Islam moderat untuk menangkal radikalisme dan terorisme.Fitnah ini sangat keji ini berlangsung hingga sekarang,bahkan himbauan tersebut terus digaungkan dalam berbagai acara dan kesempatan.

JikaVisi perjuangan pesantren telah bergeser maka sangat membahayakan eksistensi pesantren sebagai  tempat memahami Islam Kaffah dan akan langka ulama, da’i/da’iyah yang lantang mengoreksi kedzaliman dan teguh memperjuangkan kebenaran ( Islam kaaffah). Padahal kita bisa lihat bagaimana  peran ulama / santri hasil didikan pesantren sebelum kemerdekaan, dari  pesantren lahir pejuang pejuang tangguh dengan semangat jihad mampu mengusir penjajah.

Ketika imperialisme dan kolonialisme menjajah negeri ini, para ulama dan santri berada di garda terdepan untuk mengusirnya.Bahkan KH. Hasyim Asy’ari dengan Resolusi Jihad-nya pada tanggal 22 Oktober 1945 menyatakan bahwa membela Indonesia sebagai negeri Muslim dari kaum penjajah adalah kewajiban syar’iy. Peran pesantren menjaga negara dari segala bentuk penjajahan dan upaya menerapkan syariah Islam secara kaffah sangat besar. Kemerdekaan bangsa ini pun tak lepas dari peran ulama dan santri. Kegigihan ulama agar syariah Islam diterapkan ditengah-tengah kehidupan hingga lahir Piagam Jakarta bukti nyata visi perjuangan pesantren dalam menjaga agama Islam sangat kuat.

Saat ini penjajahan gaya baru begitu nyata didepan mata,yakni penjajahan melalui UU dan kebijakan kebijakan yang mensengsarakan rakyat dan Umat Islam. Kedzaliman penguasa melalui UU Omnibus law, UU Minerba, UU P-KS, dll. Penghinaan terhadap Rasulullah SAW, kriminlisasi terhadap ajaran Islam, ulama dan aktivis Islam  terus terjadi,dan masih banyak lagi bentuk kedzaliman akibat dominasi penjajah kafir pengemban kapitalisme demokrasi maupun sosialisme komunis.

Jika pesantren justru sibuk dengan program program arahan penjajah, lalu siapa yang akan mengusir penjajahnya?

Ingatlah ,Pesantren bukan alat rezim jahat yang ingin melanggengkan kekuasaannya, maka suara ulama dan santri harus nyaring dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar.

Sudah saatnya visi perjuangan pesantren fokus pada menghilangkan kedzaliman dan menghapus penjajahan dengan memperjuangkan syariah kaffah dan khilafah. Suara lantang dari ulama dan santri  sangat diharapkan dan dinanti nanti oleh Umat guna menyongsong kemenangan Islam.

Rasulullah SAW bersabda : “Perumpamaan para ulama di bumi adalah seperti bintang-bintang di langit yang bisa dijadikan petunjuk dalam kegelapan di daratan maupun di lautan.” (HR Ahmad).

Sungguh ulama waratsatul anbiya’ akan hebat lahir dari pesantren yang fokus dengan visi perjuangan yang sesungguhnya. Wallahu”alam bi shawab.