Akhlak, Buah Penerapan Syariat Islam

Tag:

Oleh : Kholishoh Dzikri.

Suaramubalighah.com, Ta’bir Afkar-Revolusi akhlak menjadi topik hangat yang dibahas oleh banyak pihak selepas kepulangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab. Dalam pidato di hadapan jama’ahnya Habib Rizieq Shihab menyerukan revolusi akhlak. “Mulai hari ini kita revolusi akhlak, yang semula tidak taat menjadi taat, kita ganyang segala kezaliman. Revolusi akhlak akan membawa kita dari sifat bohong ke jujur, revolusi akhlak akan membawa kita ke sifat amanah,”.

Habib Rizieq menegaskan bahwa kewajiban umat Islam dalam setiap aspek kehidupan senantiasa berdiri di atas akhlak, baik dalam konteks ibadah maupun muamalah. Beliau juga menyampaikan bahwa bicara tentang revolusi akhlak berarti bicara tentang suatu revolusi yang berdiri tegak di atas Al-Qur’an dan Sunah Nabi Muhammad saw.

Menurut Habib Rizieq Shihab, istilah revolusi akhlak digunakan karena tidak ada kata yang lebih baik untuk dipilih kecuali kata yang digunakan oleh Nabi Muhammad saw.  Seruan revolusi akhlak menurut Habib Rizieq Shibah dilandaskan pada satu hadis Nabi Muhammad saw berikut,

إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ صَالِحَ اْلأَخْلاَقِ

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (HR. Al-Bukhari, Ahmad, Al-Hakim).

Jika kita cermati, revolusi akhlak yang digaungkan Habib Rizieq merupakan bentuk seruan untuk memperbaiki kondisi negara yang sedang diliputi kezaliman penguasa. Zalim kepada rakyat, zalim kepada para ulama, dan zalim karena telah menistakan agama.

AKHLAK ADALAH BUAH DARI PENERAPAN SYARIAT

Secara bahasa (lughatan), akhlak ( أَخْلاَقٌ) jamak dari “ Khuluqun “ ( خُلُقٌ ). Disebutkan oleh Ibnu Manzhur,  “Yaitu ad din (agama), tabiat, dan perangai.” (Ibnu Manzhur al Mishri, Lisanul ‘Arab, Juz. 10, Hal. 85).

“Berkata Ibnul Arabi ; Al Khuluq artinya muru’ah (kepribadian).” (Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq al Hasani, Tajjul ‘Arusy, Hal. 6292).

Sedangkan, secara istilah (ishtilahan), Hujjatul Islam Imam al Ghazali, mendefinisikan akhlak yang baik sebagai berikut:

Sesungguhnya, yang dimaksudkan dengan akhlak yang indah adalah ilmu, akal, ‘iffah (rasa malu berbuat dosa), keberanian, taqwa, kemuliaan, dan semua perkara yang baik, dan semua sifat-sifat ini tidak hanya ditampilkan oleh panca indera yang lima, tetapi juga oleh cahaya mata hati dan batin.” (Ihya ‘Ulumuddin, Juz. 3, Hal. 393)

Makna akhlak baik secara bahasa maupun istilah yang diterangkan para ulama dan ahli bahasa semua bermuara pada kondisi pola pikir (aqliyah) dan pola jiwa (nafsiyah) manusia yang ditampakkan oleh perbuatan mereka yang didasarkan oleh pemahaman agama dan ketaqwaannya.

AKHLAK DALAM PANDANGAN ISLAM

Al-Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab NIzham Al-Islam, menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT secara langsung berupa aqidah dan ibadah seperti shalat, zakat, puasa, dan ibadah mahdhah lainnya. Islam juga mengatur hubungan manusia dengan manusia lain berupa hukum-hukum muamalah dan uqubat seperti hukum tentang perekonomian, pendidikan, sosial kemasyarakatan, pemerintahan, hubungan antar negara, hukum sanksi, dan hukum-hukum tentang pembuktian. Islam juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri seperti hukum tentang makanan, minuman, dan menutup aurat.

Adapun tentang akhlak, Islam tidak menjadikannya sebagai aturan khusus yang terpisah dari Syariat Islam lainnya secara keseluruhan. Meskipun demikian Islam telah mengatur hukum-hukum akhlak berdasarkan pada satu anggapan bahwa akhlak adalah perintah dan larangan Allah SWT tanpa melihat apakah akhlak mesti diberi perhatian khusus yang dapat melebihi hukum-hukum atau ajaran Islam lainnya. Akhlak adalah bagian dari rincian Syariat Islam. Nilai tertentu yang diperintahkan oleh Allah SWT seperti jujur, amanah, malu, dan contoh akhlak baik lainnya hanya akan muncul dari hasil perbuatan menjalankan Syariat Islam. Contoh, sifat amanah pada seorang pemimpin negara akan lahir apabila pemimpin tersebut menjalankan kewajiban melayani rakyatnya dan menjalankan pemerintahan sesuai Syariat Islam.

Syariat Islam telah menjelaskan sifat-sifat yang dianggap sebagai akhlak yang baik dan sifat-sifat yang dianggap sebagai akhlak buruk, seperti berdusta, khianat, dengki, melakukan maksiat, dan semisalnya. Sifat-sifat tersebut dan yang semisalnya dianggap sebagai larangan yang telah ditetapkan Allah SWT.

Jadi akhlak adalah bagian dari syariat Islam. Bagian dari perintah Allah SWT dan laranganNya. Baik dan buruk akhlak seorang muslim sangat bergantung pada keterikatannya dalam menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi laranganNya. Ketika seorang muslim menjalankan perintah Allah SWT maka ia telah berakhlak baik, demikian juga apabila ia menjauhi larangan Allah SWT maka ia telah menghiasi diri dengan akhlak mulia. Namun sebaliknya, apabila melanggar perintah Allah SWT maka Ia telah berakhlak buruk meski dihadapan manusia dianggap memiliki kemuliaan dan kehormatan.

REVOLUSI AKHLAK DENGAN MENERAPKAN SYARIAT ISLAM.

Revolusi akhlak harus diletakkan sebagai bagian dari ketakwaan kita kepada Allah SWT. Karena akhlak adalah buah dari pelaksanaan Syariat Islam, wujud ketaatan kita kepada Allah SWT. Dengan demikian target dari revolusi akhlak adalah menerapkan apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW berupa Syariat Islam kaffah yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunah, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW,

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

“Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, kamu tidak akan tersesat selamanya selama kamu berpegang dengan kedua-duanya, yaitu kitab Allah (Alquran) dan Sunahku.” (HR Al-Hakim)

Revolusi akhlak sebagai tawaran solusi perbaikan kondisi bangsa yang carut-marut akibat diterapkan sistem demokrasi menjadi kurang tepat apabila akhlak dimaknai sebagai sifat moral semata oleh karena itu seruan revolusi akhlak harus dimaknai seruan penegakan Syariat Islam Kaffah dalam institusi Khilafah Islamiyah sebab tidak mungkin ada institusi lain yang mempunyai komitmen untuk menerapkan Syariat Islam Kaffah yang dengannya akan lahir masyarakat yang berakhlak mulia kecuali institusi pemerintahan Khilafah Islamiyah.

MEMBANGUN AKHLAK MASYARAKAT DENGAN KHILAFAH.

Membangun akhlak masyarakat tidak ada jalan lain kecuali dengan mewujudkan perasaan-perasaan Islami dan pemikiran-pemikiran Islam di dalamnya. Ketika dua hal ini terwujud, maka dipastikan pula dua hal tersebut terbentuk dalam diri individu anggota masyarakat. Untuk merealisasikan terwujudnya pemikiran-pemikiran Islam dan perasaan – perasaan islami di tengah-tengah masyarakat tidak dilakukan dengan jalan dakwah kepada akhlak, melainkan harus diterapkan Syariat Islam dalam seluruh bidang kehidupan tanpa pilih dan pilah.

Penerapan Syariat Islam secara kaffah dalam dalam berbagai bidang kehidupan ; ekonomi, pendidikan, sosial kemasyarakat, sanksi hukum,pemerintahan, bahkan politik luar negeri (hubungan antar bangsa) tentu tidak bisa dilakukan oleh individu-individu muslim namun membutuhkan peran negara untuk menerapkannya. Ketika Syariat Islam diterapkan secara kaffah maka ketika itu akhlak masyarakat akan terbentuk dan menjadi mudah untuk mewujudkan akhlak individu muslim karena ia bagian tak terpisahkan dari masyarakat.

Membangun akhlak masyarakat tidak lain dengan jalan membangun sebuah negara yang memiliki komitmen kuat untuk menerapkan Syariat Islam kaffah dalam segala bidang kehidupan tanpa pilih dan pilah. Negara yang memiliki komitmen kuat ini tidak lain adalah Khilafah Islamiyah. Waallahu a’lam bi ash-shawab