Oleh : Qisthi Yetty
Suaramubalighah.com, Opini – Mantra moderasi Islam atau sering disebut juga moderasi beragama sebenarnya sesuatu yang baru. Hari demi hari mantra moderasi Islam ini makin digencarkan oleh penguasa hingga membentuk Rumah Moderasi (toleransi) dengan memberdayakan 50 ribu penyuluh agama sebagai agennya (www.koranpagionline.com/2021/02/11/menag-50-ribu-penyuluh-agama-disiapkan-jadi-agen-moderasi-beragama)
Sebenarnya kemunculan moderasi Islam seiring sejalan dengan agenda kampanye Amerika Serikat tentang Global War On Terorism (GWOT) pasca 11 September 2001.
AS menawarkan Islam moderat dengan alasan untuk melawan radikalisme /ekstrimisme/terorisme. Maka tak heran jika berbicara masalah moderasi Islam pasti akan berbicara radikalisme, ekstrimisme dan terorisme, yang hingga saat ini definisi radikalisme, ekstrimisme dan terorisme itu sendiri tidak jelas (absurd) .
Bahkan istilah ini senantiasa disematkan “hanya” kepada Ajaran Islam dan Umat Islam tidak kepada yang lain. Artinya kampanye Global War on Terorism sendiri sebenarnya upaya Barat menghadang kebangkitan Islam dan kaum muslimin.
Untuk menguatkan argumen nya , para agen moderasi ini menggunakan ayat dalam al-Qur`an sebagai senjatanya. Mereka menyebut moderasi Islam dengan sebutan dengan wasathiyyah, diambil dari kata ummatan wasathan (umat yang moderat) (Qs. 2: 143).
Mereka mencoba membenturkan Islam Radikal yang diidentikkan dengan menyampaikan syariah Islam yang Kaffah, menginginkan syariah sebagai sumber aturan kehidupan diterapkan dalam semua lini kehidupan, dan lain sebagainya dibenturkan (dikontradiktifkan) dengan Islam Moderat yang damai, toleran, dan terbuka.
Mantra moderasi Islam ini sangat membahayakan bagi kehidupan kaum muslimin. Diantara nya;
Pertama, eksistensi syariah Islam yang sebenarnya terancam. Imam Shamsi Ali, imam di Islamic center di New York, Amerika Serikat dan direktur Jamaica Muslim Center, dalam tulisannya di Republika online. Ia menulis pengalamannya bertemu dengan seorang non-muslim dalam perjalanan dari rumah ke kota. Ternyata, bagi non muslim mereka mengatakan moderate are those who live as as anyone else. Dress as others, partying as others, eating and drinking as others, marrying as others” (moderat adalah mereka yang hidup seperti halnya orang lain. Berpakaian seperti orang lain, pergi ke pesta seperti orang lain, makan dan minum seperti orang lain, menikah seperti orang lain). Itu artinya, moderasi dimaknai hidup seperti orang-orang kebanyakan; makan, minum, ke pesta, menikah, dan lain-lain. Moderat adalah hidup seperti orang kebanyakan, tidak aneh-aneh. Artinya standar syariah jadi relatif sesuai selera manusia . Dan ini berpeluang besar akan ada perbedaan disetiap tempat atau ras atau suku atau perbedaan zaman. Jelas ini justru bertentangan dengan konsep Islam rahmatan Lil’alamiin itu sendiri.
Kedua, munculnya perselisihan bahkan perpecahan diantara umat Islam itu sendiri. Adanya klasifikasi umat Islam – Islam Radikal/fundamental, Islam tradisional, dan Islam moderat – sesuai dengan yang diarahkan oleh RAND Corporation (lembaga think tank AS) maka umat Islam satu dengan yang lain nya akan saling curiga, saling melaporkan / memenjarakan, bahkan bermusuhan satu dengan yang lainnya. Padahal Allah SWT dalam surat Al hujurat ayat 10 berfirman : “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. Bahkan Allah SWT mengharamkan saling memata matai (tajasus) sesama muslim dalam surat Al hujurat : 12 , artinya: ” Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah kamu melakukan tajassus (mencari-cari keburukan orang). [Al-Hujurat/49: 12].
Ketiga, para penyuluh agama / mubaligh-ah yang sejati nya adalah mencerdaskan umat dengan menyampaikan syariah Islam yang Kaffah : “Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” (Surat Al-Baqarah ayat 208).
Kemudian, yang sejatinya penyuluh agama itu aktif melakukan amar makruf nahi mungkar, melawan segala bentuk kedzaliman dan penjajahan di muka bumi ini akibat diterapkan nya sistem demokrasi kapitalisme, pada akhirnya justru menjadi agen melanggengkan kedazliman dan penjajahan melalui kampanye moderasi Islam ini.
Maka sudah saatnya, bagi para penyuluh agama, mubaligh/ah, cendekiawan,dll untuk kembali kepada khitoh perjuangan yang telah digariskan oleh Allah SWT dan Rasulullah Saw, yakni meninggikan kalimat laa Ilaha Illa Allah Muhammadur Rasulullah. Yakni menjadikan kemuliaan dan kehormatan umat Islam atas dasar tauhid dengan menerapkan syariat Islam secara Kaffah dalam naungan khilafah.
Wallahu’alam Bi shawwab.