Oleh : Wardah Abeedah
Suaramubalighah.com, Opini- Dari Anas bin Malik dari Malik bin Sha’sha’ah dari Nabi ﷺ bahwasannya dia berkata :
“Kemudian kami berangkat hingga sampai di Baitul Maqdis. Maka aku shalat di dalamnya bersama para Nabi dan Rasul (aku) sebagai imam.”
Menurut para ulama, hal ini adalah takriim dan tasyrif atau bentuk pemuliaan terhadap kepemimpinan Rasulullah ﷺ dan penjelasan kepemimpinannya bagi para Nabi di dunia dan akhirat.
Imam as-Sa’di ketika menjelaskan ayat 81 Surat Ali Imran berkata, “Dengan demikian setiap nabi, andai bertemu dengan Nabi Muhammad ﷺ, niscaya diwajibkan mengimani, mengikuti sekaligus menolong beliau. Beliau adalah imam mereka, yang membimbing mereka dan panutan mereka. Dengan demikian ayat yang mulia ini bagian dari keagungan petunjuk atas keluhuran martabat beliau, dan menunjukkan bahwa Rasulullah saw. adalah nabi yang paling utama serta pemimpin bagi mereka.” (As-Sa’di, Taysir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan, 1/136).
Kepemimpinan Rasulullah ﷺ Adalah Kepemimpinan Islam
Ya, Nabi Muhammad ﷺ telah dikaruniai Allah kepemimpinan atas semua kaum. Ketika beliau diutus membawa Islam, maka agama dan syariah yang dibawa Nabi sebelumnya telah terhapus. Semua umat manusia wajib memeluk Islam dan menjalankan syariahnya. Begitupun “agama” atau millah-millah, ideologi-ideologi non Islam yang berkembang saat ini, bahkan diterapkan secara paksa di negeri muslim. Seharusnya dengan penuh kesadaran tunduk kepada kepemimpinan Rasulullah ﷺ dengan menerapkan risalahNya secara kaffah.
Namun anehnya, ketika para nabi bermakmum kepada kepemimpinan Rasulullah ﷺ, tak sedikit dari kaum muslimin saat ini justru mendustakan kepemimpinan beliau. Mereka lebih ridha dipimpin dengan sitem hidup buatan manusia, yang tegak melalui sistem kepemimpinan ala Yunani, montesque, dan filsuf kafir bernama demokrasi. Konsep kepemimpinan yang bertentangan dengan konsep kepemimpinan yang diwariskan Rasulullah ﷺ.
Padahal peristiwa Isra’ Mi’raj sudah mengajarkan kita untuk membenarkan apapun yang disampaikan oleh Rasulullah. Mengajarkan kita untuk hanya menjadikan Rasulullahﷺ sebagai imam dan pemimpin dalam urusan dunia dan akhirat.
Kita juga temui bagaiman sirah mengisahkan, perjuangan beliau setelah Isra’ Mi’raj adalah perjuangan untuk meminta nusrah pada pemimpin kaum untuk berkuasa dalam negara Islam. Hingga tak lama setelah peristiwa itu Allah berikan kekuasaan di Madinah, sebuah negara yang menjadi cikal bakal negara Khilafah Rasyidah. Negara yang asasnya akidah Islam dan menerapkan hukum Allah semata.
Isra’ Mi’raj Bukan Bersemangatkan Moderat
Tentunya hal ini berbeda dengan pernyataan wakil presiden Kyai Ma’ruf Amin. Dalam pidato peringatan Isra’ Mi’raj beliau berpesan,
“Peristiwa tersebut juga mengajarkan perlunya sikap kepemimpinan yang sabar, bijaksana, dan berkeadilan dalam menyampaikan misi dakwah dengan membangun umat lewat sikap moderat.”
Lagi-lagi kita temui statement dan narasi yang menjual ide islam moderat oleh pemimpin kita. Bahkan meski itu di momen peringatan peristiwa yang kaya hikmah bagi kaum muslimin. Padahal jika kita merujuk kepada dokumen RAND Corporation salah satu yang menggagas narasi islam moderat, dijelaskan bahwa karakter Islam moderat adalah mendukung demokrasi, pengakuan terhadap HAM (termasuk kesetaraan jender dan kebebasan beragama), menghormati sumber hukum yang nonsektarian dan menentang terorisme.
Dengan menilik penjelasan Islam Moderat, tentunya wejangan bapak wapres berbeda 180° dengan misi besar Isra’ Mi’raj. Kepemimpinan Nabi yang hanya berlandaskan akidah, dan menerapkan hukum yang bersumber dari wahyu. Sedangkan yang diusung oleh Islam moderat adalah ide-ide yang berasal dari Barat, bukan wahyu. Tentunya ini semakin menjauhkan kaum muslimin terhadap gambaran peradaban Islam yang dimotori sistem pemerintahan warisan nabi ﷺ . Padahal sistem pemerintahan Islam (khilafah) inilah yang akan mendatangkan kehidupan yang diliputi rahmat dan barokah dari Allah sebagaimana peradaban Madinah di masa Rasul dan berlanjut menguasasi dunia selama 13 abad.
Hendaknya kaum muslimin waspada terhadap narasi-narasi menyesatkan seperti ini. Dan lantang menyerukan narasi Islam saja. Allahu a’lam bis shawab