Kepastian Tegaknya Kembali Khilafah Dibangun Berdasarkan Nash Syar’i, Bukan Fakta Sejarah

  • Opini

Oleh: Kholishoh Dzikri

Suaramubalighah.com, Ta’bir Afkar – Belum ada peradaban yang bertahan lebih dari 13 abad lamanya kecuali Khilafah Islamiyah. Sejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membangun negara Islam pertama di Madinah dan kemudian dilanjutkan oleh para khalifah, Islam diterapkan di tengah masyarakat yang majemuk. Bukan hanya Umat Islam saja yang menjadi warga negara, penganut agama lain juga banyak yang menjadi warga negara sebagai dzimmah. Beragam budaya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam juga tumbuh dan berkembang dengan baik. Toleransi antar umat beragama berjalan tanpa mencampuradukkan antara yang hak dan batil. Negara Islam Madinah ini menjadi cikal bakal sistem pemerintahan Islam, Khilafah Islamiyah.

Khilafah Islamiyah terbukti telah mampu membangun peradaban Islam gemilang yang menorehkan tinta emas dalam perjalanan kehidupan manusia dalam berbagai bidang. Kemajuan ilmu pengetahuan hingga kesejahteraan masyarakat turut menjadi catatan gemilang.

Rekam jejak emas masa peradaban Islam hingga sekarang masih ada dan bisa ditemukan dalam banyak catatan sejarah. Bahkan para sejarahwan non-muslim telah menuliskan dalam buku-buku mereka. Will Durant seorang sejarahwan Barat, dalam buku yang dia tulis bersama Istrinya Ariel Durant, Story of Civilization, mengatakan, “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka”.

Era Khilafah adalah masa dimana dunia Islam mendapatkan tempat istimewa dari lawan maupun kawan karena keagungan yang dimilikinya. Pernah suatu ketika Raja Spanyol yang Kristen, Ardoun Alfonso pada tahun 351 H berkunjung kepada Khalifah Al-Mustansir. Melihat bagaimana keadaan peradaban Islam pada waktu, tatkala menghadap khalifah, Alfonso merebahkan diri bersujud sesaat kemudian berdiri tegak, lalu maju beberapa langkah dan kembali bersujud. Itu dilakukan berulang-ulang sampai dia berdiri tegak di hadapan khalifah, kemudian membungkukkan lagi untuk mencium tangan khalifah.

Hal ini mengisyaratkan tentang bagaimana kewibawaan peradaban Islam dimata lawan maupun kawan dengan segala keutamaan yang ada padanya.

Non-Muslim yang menjadi warga negara Daulah Khilafah mendapatkan perlakuan sama dengan kaum Muslim, sejalan dengan ketetapan syariah Islam. Hak mereka sebagai warga negara dilindungi dan dijamin oleh Khalifah. Khilafah Islamiyah tidak memaksa non-Muslim masuk Islam. Islam juga tidak memberangus peribadatan-peribadatan mereka. Khilafah membiarkan orang kafir untuk hidup berdampingan dengan kaum Muslim selama tidak memusuhi dan memerangi kaum Muslim. Kafir dzimmi tidak dipaksa meninggalkan agama mereka. Diriwayatkan dari ‘Urwah bin Zubair:

“Rasulullah saw. pernah menulis surat kepada penduduk Yaman: Siapa saja yang tetap memeluk agama Nasrani dan Yahudi, mereka tidak akan dipaksa untuk keluar dari agamanya. Mereka hanya wajib membayar jizyah” (HR Abu ‘Ubaid).

KHILAFAH BASYARIAH

Tidak bisa dipungkiri bahwa sepanjang masa keemasan Khilafah Islamiyah, ada masa di mana kekhilafahan mengalami ujian dan kemunduran baik di masa Umawiyah, Abbasiyah, mapun Ustmaniyah.

Ada dua faktor utama yang menyebabkan kemundurannya. Pertama, buruknya pemahaman Islam karena infiltrasi pemikiran barat di tengah-tengah umat sehingga melahirkan sikap wahn (cinta dunia) pada sebagian penguasa.  Kedua, kesalahan dalam menerapkan Islam. Kuat lemahnya kekhilafahan sangat ditentukan oleh sejauh mana penguasa menerapkan syariat Islam dalam mengurusi negara dan rakyatnya. Dua faktor tersebut menyebabkan pecahnya kesatuan sebagian wilayah khilafah dan munculnya kekuasan-kekuasan kecil, hal ini melemahkan khilafah terlebih ketika ada serangan militer secara mendadak dari kekuatan lain pada masa itu. Kesalahan dalam penerapan Islam melahirkan para Khalifah yang kurang memiliki kapasitas untuk menjadi seorang Khalifah, Penyelewengan harta negara, dan keburukan lainnya.

Buruknya pemahaman Islam dan kesalahan dalam penerapannya sangat mungkin terjadi karena khilafah Islam adalah khilafah basyariyah yakni khalifah dan pejabat khilafah adalah manusia yang tidak mungkin lepas dari salah dan khilaf. Rasulullah Shalaallahu Alaihi Wasallam telah bersabda,

“Seluruh Bani Adam (manusia) banyak melakukan kesalahan (dosa), dan sebaik-baik manusia yang banyak kesalahannya (dosanya) adalah yang banyak bertaubat.” (HR.Tirmidzi).

Namun dalam masa ketika khilafah mengalami berbagai persoalan politik di dalam negerinya, dua hal penting ini tetap tidak berubah yaitu tetap berpegang teguh dengan mabda’ Islam dan hanya menerapkan syariat Islam sebagai hukum resmi negara. Keamanan negara pun tetap berada di tangan kaum Muslimin. Dua hal penting ini yang menjadi penentu bahwa sistem pemerintahan yang berlaku saat itu tetap sebagai sistem pemerintahan Khilafah Islamiyah.

Musuh – musuh Islam dari kalangan Barat dan agen moderasi  senantiasa menjadikan peristiwa kelam pada sebagian masa dalam kekhilafahan akibat buruknya penerapan syariat Islam oleh sebagian khalifah sebagai justifikasi bahwa khilafah adalah sistem buruk, penuh pertumpahan darah sehingga tidak layak ditegakkan kembali bahwa tidak mungkin tegak kembali.

Padahal kalo kita bandingkan dengan sistem demokrasi yang diterapkan di seluruh dunia saat ini maka kita akan menyaksikan betapa kerusakan yang ditimbulkan sangat luar biasa. Jutaan nyawa manusia tak bersalah melayang akibat agresi militer AS ke Iran dan Irak. Kaum Muslimin di Palestina di bombardir tentara Israel yang mendapat dukungan penuh dari AS, belum lagi Muslim Rohingya terusir dari negerinya, dan masih banyak lagi peristiwa memilukan akibat penerapan demokrasi oleh AS dan sekutuny. Belum lagi kemiskinan, pengangguran, kerusakan moral generasi muda, kerapuhan keluarga, pelecehan agama, tumbuh suburnya aliran sesat, dan masih banyak lagi kerusakan yang ditimbulkan sistem pemerintahan demokrasi. Namun sebagian kaum Muslimin menutup mata akan kerusakan sistem Demokrasi dan masih menganggap sistem ini baik dan dipertahankan.

FAKTA SEJARAH BUKAN SUMBER HUKUM

Fakta getirnya khilafah pada sebagian masa berupa beberapa kasus kesalahan dan penyimpangan dalam menerapkan sistem Khilafah, lebih tepat disebut isâ’ah fi tathbîq (kesalahan implementasi). Karena faktor ketidakmaksuman manusia atau human error. Karena itu kesalahan dalam melaksanakan baiat, seperti mewariskan kekuasaan kepada anak, saudara atau keluarga, sejak zaman Bani Umayyah, ‘Abbasiyah hingga ‘Utsmaniyah, bisa dimasukkan dalam konteks isâ’ah fi tathbîq. Demikian juga kesalahan-kesalahan lain. Itu semua bukan karena kesalahan sistem, tetapi kesalahan manusia dalam melaksanakan sistem.

Tidak boleh menjadikan fakta sejarah tersebut sebagai dalil untuk menghukumi bahwa khilafah tidak akan tegak kembali dan tidak visibel untuk diperjuangkan. Sebab dalil syara’ harus bersumber dari Al-Qur’an, As-sunah, dan apa yang merujuk padanya yaitu Ijmak Sahabat, dan Qiyas sebagaimana yang disampaikan oleh Ulama Ahlussunah.  (Al-‘Allamah al-Qadhi Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Dâr al-Ummah, Beirut, cet. V, 1424 H/2003 M, Juz II/23).

Menjadikan fakta sejarah sebagai pemutus perkara (sumber hukum) sangat berbahaya karena hukum akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan sejarah. Terlebih keautentikan sejarah sangat bergantung siapa yang menulis dan untuk kepentingan apa sejarah tersebut ditulis. Oleh karena itu menyimpulkan bahwa khilafah tidak mungkin tegak kembali dan tidak visibel memperjuangkannya berdasarkan fakta sejarah masa lalu karena isâ’ah fi tathbîq (kesalahan implementasi) tidak dibenarkan dan tidak boleh dijadikan sandaran.

KHILAFAH PASTI TEGAK KEMBALI

Ada banyak nash-nash syar’i yang menegaskan bahwa Khilafah pasti tegak kembali dengan izin Allah Subhanaallahu Wa Ta’ala.

Secara  i’tiqâdî  (keyakinan),  seorang Muslim wajib meyakini tegaknya Khilafah Islamiyah. Sebab tegaknya kembali Khilafah adalah janji Allah Subhanaallahu Wa Ta’ala dan kabar gembira (busyra) dari Rasulullah Shalaallahu Alaihi Wasallam.

Janji Allah Subhanaallahu Wa Ta’ala akan tegaknya kembali Khilafah Islamiyah telah termaktub dalam al-Qur’an surat an-Nur ayat 55 berikut,

وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ كَمَا ٱسۡتَخۡلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِم

“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa”. (QS an-Nur  [24]: 55).

Imam al-Qurthubi menyatakan bahwa Ibnu ‘Athiyah berkata:

 “Yang dimaksud dengan واستخلافهم (istikhlâfuhum) adalah menjadikan mereka menguasai bumi dan menjadi penguasanya seperti yang terjadi di Syam, Irak, Khurasan dan Maghrib.” 

Ibnu al-‘Arabi berkata, “Ayat ini merupakan janji umum dalam masalah nubuwwah, Khilafah, tegaknya dakwah, dan berlakunya syariah secara umum.” (Al-Qurthubi, Tafsîr al-Qurthubi, 12/299-202).

Dan sebuah kepastian bahwa janji Allah Subhanaallahu Wa Ta’ala akan terwujud, sesungguhnya Allah innallaha laa yukhliful mii’aad (Sungguh, Allah tidak menyalahi janji).

Rasulullah Shalaallahu Alaihi Wasallam Pun telah mengabarkan bahwa dunia ini akan kembali pada fase Kekhilafahan di atas manhaj kenabian setelah fase mulkan jabriyyan (kekuasaan diktator) dalam hadis shahih riwayat Imam Ahmad berikut,

ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ نُبُوَّةٌ

”Kemudian akan datang masa Khilafah ‘ala minhâj an-nubuwwah…” (HR. Imam Ahmad).

Jelas sudah bahwa tegaknya kembali Khilafah Islamiyah dibangun atas nash-nash syar’i. Keyakinan terhadap kepastian tegaknya kembali Khilafah dibangun berdasarkan nash-nash tersebut bukan fakta sejarah kegemilangannya.Begitu pula sebaliknya, fakta buruk akibat isâ’ah fi tathbîq (kesalahan implementasi) tidak boleh menjadi alasan untuk menolak khilafah dengan melontarkan narasi “ Khilafah tidak mungkin tegak kembali”.  Narasi tersebut sama sekali tidak bisa diterima akal sehat karena sama sekali tidak ada nash syar’i yang menjelaskannya karena itu wajib ditolak.

Waallahu a’lam.