Isu Terorisme Menghadang Tegaknya Islam Kaffah

  • Opini

Oleh : Qisty Yetti Handayani

Suaramubalighah.com, Opini – 11 September dijadikan momen membangkitkan semangat memberantas terorisme, dan sasaran utamanya adalah  “Umat Islam” . Banyak kasus penangkapan pelaku terduga terori dari kalangan umat Islam. Bahkan sekarang sangat mudah sekali rezim menuduh teroris kepada umat Islam dan atau identitas Islam, misalnya Bahasa Arab dituding sebagai ciri teroris, Santri yang menutup telinga (karena musik) pun dibully bahwa nanti jika dewasa menjadi teroris, barang bukti terduga teroris pun sekarang bukan lagi senjata, namun buku yang membahas tentang jihad, dan masih banyak lagi narasi sumbang yang memojokan umat Islam dan Islam sebagai sumber terorisme.

Kondisi seperti ini tidak lepas dari kampanye global  War on terorisme (GWOT) pasca pemboman WTC (World Trade Centre) 11 september 2001. Islamophobia (rasa takut kepada Islam) meningkat pasca tragedi 11/9. Sebuah jajak pendapat Muslim Amerika mengungkapkan bahwa sebanyak 69 persen menyampaikan pengalaman pribadi mereka telah mengalami satu atau lebih insiden kefanatikan atau diskriminasi anti-Muslim sejak peristiwa 9/11. Jajak pendapat ini dilakukan oleh Council on American-Islamic Relations (CAIR).https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/jajak-pendapat-kasus-islamofobia-meningkat-usai-9-11.

Kampanye  perang melawan terorisme sejatinya dimaksudkan untuk mengokohkan penjajahan dan dominasi Barat atas negeri-negeri kaum Muslim. Presiden Gorge W.Bush pasca 11/9 langsung mengumumkan “either you with us or with terorist”—Anda bersama kami atau bersama teroris—. Jika ada negara yang tidak tunduk pada kepentingan AS maka negara tersebut bersama teroris. Ganjarannya mereka akan dihancurkan dan dibombardir (seperti di Iraq, Afghanistan, dan Pakistan). Padahal alasan sesungguhnya AS ingin menghegemoni (menguasasi)negara itu. Inilah topeng AS untuk menutupi kebusukannya sebagai penjajah. Seolah-olah mereka penjaga dan polisi dunia.

Bangsa ini meratifikasi agenda kampanye global war on terorism (GWOT) melalui UU Nomor 5 Tahun 2018 tanggal 21 Juni 2018, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Kemudian, UU tersebut dikuatkan dan diperluas cakupan definisi terorisme melalui Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2021 : Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE) Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024. RAN PE bertujuan untuk meningkatkan pelindungan hak atas rasa aman warga negara dari Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme, sebagai bagian dari pelaksanaan kewajiban negara terhadap HAM dalam rangka memelihara stabilitas keamanan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan dari ini semua adalah menjegal umat Islam mengatur kehidupannya sesuai dengan syariat Islam yang kaffah. Artinya mencegah kebangkitan Islam dengan Islam politiknya yakni Khilafah Islam.

Akhirnya,  serangan dan tuduhan kepada Islam dan Umat Islam sebagai kelompok  radikal dan teroris kian masif. Seolah –olah ancaman nyata nya radikalisme , yang solusinya moderasi Islam (moderasi beragama). Berbagai agenda dan sosialisasi penguatan kebangsaan ditujukan kepada Umat Islam , penceramah, penyuluh agama hingga penghulu. Hal ini menunjukan  seakan –akan Umat Islam yang telah mengoyak nilai kebihnekaan, intoleran, radikal,dll. Rezim ini lupa, bahwasanya ancaman nyata bangsa ini yang menyebabkan kerusakan , ketidaksejahteraan dan ketidakadilan pada masyarakat adalah sistem kapitalisme demokrasi dengan landasan aqidah sekuler yang meyebarkan kebebasan , liberalisme, pluralisme, dll. Mereka(Rezim) para agen Barat yang lempar batu sembunyi tangan.

Untuk itu, Umat Islam tidak boleh terjebak dengan narasi ‘basi’ terorisme dan radikalisme karena itu alat penjajahan menghadang kebangkitan Islam politik (syariah Islam yang Kaffah dan sistem khilafah).

Untuk mengimbangi kampanye tersebut, diperlukan beberapa langkah sebagai berikut;

Pertama, edukasi terkait pemahaman Islam yang benar, terutama masalah kewajiban penerapan syariah kaffah, jihad dan khilafah. Ulama ikut berperan dalam hal ini. Tentunya ulama yang tidak menjual agamanya untuk kepentingan duniawi.

Kedua, perang opini dan perang pemikiran di media massa (elektronik dan cetak) dan sosial media (sosmed) secara masif untuk memenangkan opini dari serangan opini islamophobia dari orang kafir penjajah Barat bersama antek-anteknya. Penjelasan opini mengenai bahaya deradikalisasi, moderasi Islam dan upaya untuk menghalangi umat Islam. Umat dicerdaskan dengan Islam Kaffah.

Ketiga, istiqomah/berpegang teguh pada manhaj Rasulullah dalam berjuang untuk menegakkan Syariah Islam Kaffah dalam naungan Khilafah. Karena pada hakekatnya Islam tidak akan pernah dipisahkan dari umatnya. Hidup dan mati umat ini hanya untuk Islam sebagai konsekuensi syahadat mereka. Dan Khilafah-lah (sebagai negara global untuk umat Islam) akan menghentikan semua makar-makar ini. Allah SWT berfirman, artinya : Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (TQS. Ali Imran , ayat 54)

Wallahu’alam bishawwab