Oleh: Eulis Siti Murnaesih
SuaraMubalighah.com, Opini — Merupakan hal yang alami ketika manusia berkelompok, sekecil apa pun kelompok itu. Manusia akan berkelompok dengan manusia lain yang dirasa saling nyaman untuk bersama dengan berbagai alasan. Merupakan hal yang alami juga ketika masing-masing kelompok merasa kelompoknya paling bagus atau paling benar.
Akhir-akhir ini, muncul kontroversi mengenai pernyataan seorang cendekiawan muslim dari salah satu ormas Islam, yaitu Zuhairi Misrawi. Zuhairi berbicara soal Islam mana yang paling benar, dari Islam NU, Islam Syiah, hingga Islam Muhammadiyah. Dia menyelipkan kata Islam Muhammadiyah, “Udah pasti enggaklah (benar).” (news.detik.com)
Terjadi kontroversi juga terhadap Yaqut dalam pernyataannya dalam menjelaskan Islam Nusantara. “Jadi begini, Islam di Nusantara itu Islam di Nusantara. Apa sih Islam Nusantara itu? Ya itu Islam itu datang untuk menyempurnakan akhlak yang sudah ada. Contoh Sunan Kalijaga berdakwah dengan wayang. Di Islam enggak ada wayang. Tapi apa salahnya Sunan Kalijaga menyebarkan Islam dengan wayang? Dakwah dengan jalur kebudayaan itu lebih penting daripada dakwah dengan cara penaklukan,” kata Gus Yaqut. (semarangku.pikiran-rakyat.com)
Di Indonesia yang jumlah penduduknya terkenal besar, terdapat berbagai kelompok di dalamnya. Pasti masing-masing kelompok tersebut akan merasa paling bagus dan paling benar. Namun demikian, pengakuan paling bagus atau paling benar ini kalau tidak disikapi dengan bijak akan menimbulkan percekcokan di antara kelompok tersebut. Padahal, Islam sangat mengutamakan perdamaian, persaudaraan dan persatuan.
Agar tidak terjadi keretakan dalam persaudaraan sesama muslim, maka perlu kita pahami bersama bagaimana menyikapi perbedaan menurut Islam dan bagaimana agar kaum muslimin bersatu.
Menyikapi Perbedaan menurut Islam
Perbedaan di antara manusia merupakan sebuah keniscayaan. Bahkan, Allah Swt. berfirman,
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِلْعَالِمِين
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu, dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengetahui.” (QS Ar-Rum: 22)
Allah Swt. juga berfirman,
. ۗوَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَآ اٰتٰىكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَۙ
“Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua Kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.” (QS al-Maidah: 48).
Dari kedua ayat tersebut, kita bisa memahami bahwa perbedaan pada manusia adalah sudah ketetapan Allah. Namun demikian, seorang muslim diwajibkan ketika dalam berpegang pada suatu pendapat dan dalam menyampaikan pendapat harus mengacu kepada akidah dan syariat Islam (akhlak Islam). Tidak ada kebolehan di dalam Islam untuk menjatuhkan dan menyakiti orang lain dalam hal perbedaan ini.
Berkaitan dengan akidah, seorang muslim harus yakin secara pasti dan tidak boleh terjadi perbedaan. Adapun dalam masalah syariat atau hukum, masih memungkinkan terjadi perbedaan. Dalam berpegang pada suatu pendapat ini, seseorang yang memegang pendapat harus sampai pada derajat yakin benar dan yang lain salah, tetapi pendapat yang lain masih ada kemungkinan benar.
Menyatukan Kaum Muslimin
Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Hujurat: 10, “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam.” (HR Muslim).
Al-Qur’an dan Hadis menegaskan bahwa umat Islam bersaudara dan satu tubuh. Sejak Daulah Islamiah runtuh pada 3 Maret 1924, umat Islam tidak terasa satu tubuh lagi. Negeri-negeri Islam yang dulunya bersatu di bawah naungan Daulah Islamiah bercerai-berai mendirikan negaranya sendiri-sendiri.
Banyak umat Islam yang tidak tahu apa itu Daulah Islamiah. Pengetahuan tentang Daulah Islamiah dihapuskan dari benak kaum muslimin oleh para kafir penjajah. Daulah Islamiah adalah sebuah institusi negara yang mempraktikkan Islam kafah, yaitu sepenuhnya mempraktikkan akidah dan syariat Islam dalam mengelola kehidupan ini.
Di bawah naungan Daulah Islamiah ini kaum muslimin bersatu. Sistem pemerintahannya disebut Khilafah Islamiah dan pemimpin pemerintahannya disebut Khalifah. Sistem ini dipraktikkan oleh Khulafaurasyidin dan para khalifah berikutnya untuk melangsungkan kehidupan Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw..
Praktik pemerintahan dan kenegaraan yang dilakukan oleh Rasulullah, para Sahabat, dan para khalifah berikutnya ditunjukkan oleh hadis, sirah Rasul dan Sahabat, serta sejarah Islam. Sangat aneh ketika di masa sekarang masih banyak yang menolak sistem kehidupan Khilafah.
Menolaknya sama saja dengan mengingkari Islam, karena dengan sistem pemerintahan Khilafah ini Islam dapat dipraktikkan secara sempurna. Menolak sistem kehidupan Khilafah ini sama saja juga dengan menolak persatuan kaum muslimin.
Kembali pada Islam Kafah
Di tengah-tengah hiruk pikuknya perbedaan pendapat dan gontok-gontokan antarkelompok, seharusnya kaum muslimin menyadari sebetulnya mereka mempunyai PR besar, yaitu mengembalikan kehidupan Islam dan persatuan kaum muslimin.
Kewajiban kaum muslimin sudah lama ditinggalkan. Perintah Allah Swt. sebagaimana dalam Al-Qur’an sudah lama ditinggalkan. Al-Qur’an Surah Al-Baqarah: 208, “Wahai orang-orang beriman, masuklah ke dalam Islam secara sempurna.”
Ancaman Allah terhadap pelalaian Islam ini sangat keras. Di antaranya tertuang dalam QS Al-Maidah: 44, 45, dan 47, yakni barang siapa yang tidak berhukum pada hukum Allah, maka kafir, zalim, dan fasik.
Dengan adanya ayat perintah dan diikuti dengan ayat ancaman bagi yang tidak menunaikannya, ini menunjukkan bahwa perintah tersebut adalah wajib.
Untuk saat ini, seyogianya yang dipikirkan dan diperjuangkan umat Islam adalah mengembalikan kehidupan Islam agar tidak terkena ancaman dosa; kembali mewujudkan Islam kafah sebagaimana dalam Al-Qur’an, bukan Islam dengan embel-embel yang lain.
Umat Islam harus bersatu memperjuangkan Islam tanpa disekat-sekat oleh kepentingan kelompok atau ormas masing-masing. Wallahualam.[]