Oleh : Rahmi Ummu atsilah
Suaramubalighah.com, Opini- Ahmad Said dalam artikelnya di Jurnal Ibda (Desember 2011) menyebut pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Nusantara. Pesantren didirikan oleh para wali, kyai dan penyebar Agama Islam yang melakukan tafaqquh fi Al-Diin dengan Ikhlas. Istilah pesantren merujuk pada tempat belajar bagi kaum intelektual Muslim yang dinamakan santri. Mereka mewarisi dan memelihara keberlanjutan tradisi keilmuan Islam sehingga sampai kepada dakwah Rasulullah SAW.
Tujuan pendidikan pesantren sama dengan dasar-dasar penetapan tujuan pendidikan Islam. Karena pesantren bagian yang tak terpisahkan atau bentuk lembaga pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam tidak lain adalah tujuan merealisasikan kepribadian Islam. Sedang kepribadian Islami itu hakikatnya adalah mengandung nilai prilaku manusia yang didasari oleh iman dan takwa kepada Allah SWT. sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati. Ketika tujuan hidup manusia adalah ibadah, dalam pengertian pengembangan potensi maka ditemukan pula tujuan menurut Islam yaitu menciptakan manusia abid.
Sepanjang sejarahnya pesantren melahirkan banyak ulama-ulama faqih fiddiin pewaris Nabi. Mereka menjadi mercusuar umat yang memiliki tsaqafah, leadership dan wawasan politik sehingga mampu melakukan amar ma’ruf nahi mungkar dan memimpin umat. Sebagaimana peristiwa bersejarah Resolusi Jihad. KH. Hasyim Asyari yang menjadi pelopor, mengomandani para kiai dan santri untuk melawan penjajah di tanah Jawa. Ini menjadi sebuah pelajaran bagi generasi selanjutnya bahwa Islam dan kaum muslimin berjuang melawan segala bentuk penjajahan di muka bumi.
Keberadaan pesantren pada saat ini sangat dibutuhkan oleh umat. Dari pesantrenlah didapat sebuah proses, generasi umat mendapatkan pemahaman terhadap tsaqafah Islam, lebih banyak dari pada lembaga pendidikan umum. Di pesantren, mereka idealnya diajari menjadi pribadi-pribadi yang memiliki pemahaman Islam secara utuh.
Tsaqafah keislaman pesantren diperoleh dari kitab-kitab kuning yang mengajarkan akidah dan keimanan secara utuh. Juga syariat Islam yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Bukan hanya pembahasan soal ibadah. Akan tetapi juga ekonomi, pendidikan dalam kacamata Islam. Dengan kurikulum yang mampu membentuk kepribadian Islam. Demikian pula sistem sosial yang mengatur pergaulan laki-laki dan perempuan. Visi misi penataan kehidupan berkeluarga. Bahkan bagaimana sistem politik yaitu tata pemerintahan. Diatur sedemikian rinci dalam Islam.
Sejatinya yang membutuhkan pemahaman Islam yang utuh, bukan hanya anak-anak yang mengenyam pendidikan di pesantren. Melainkan juga seluruh anak-anak umat. Dan semua elemen bertanggung jawab untuk mengupayakan terpenuhinya hak mereka untuk mendapatkan pemahaman yang utuh terhadap Islam.
Sementara itu, anak-anak umat ini juga memiliki tangtangan kehidupan masa kini. Mereka membutuhkan penguasaan sains dan teknologi, juga kecakapan istimewa dalam menjalani kehidupan. Hal semacam ini pada kenyataannya lebih banyak diperoleh dalam sekolah umum yang diselenggarakan oleh negara.
Dengan alasan menjawab tantangan jaman, pada Hari Santri 2021 pemerintah mengesahkan Perpres no.82 terkait dengan Pendanaan Pesantren. Yang merupakan turunan dari UU No. 18 tahun 2019 tentang Pesantren. UU ini sendiri masih menyisakan persoalan karena membingkai pesantren dalam kerangka filosofis moderat. Seperti dalam pasal 33, 38 dan 40, yang secara tertulis mendorong pondok-pondok Pesantren untuk mengusung Islam Moderat.
Keberadaan Pasal 6, 27, 42, 48 juga akan membuat pesantren kehilangan independensinya. Karena memungkinkan pemerintah daerah maupun pusat termasuk pihak luar baik dari dalam ataupun luar negeri, akan melakukan intervensi lewat semua program pendanaan pesantren ini. Dan intervensi ini akan mengacu pada kerangka filosofis kenapa dana itu diberikan. Yaitu menjadikan pesantren sebagai corong moderasi.
Istilah Islam Moderat sendiri merupakan salah satu agenda barat dalam Dokumen Rand Corporation yang mengkotak-kotakkan Islam dengan nama dan ciri-ciri berbeda sesuai perspektif mereka. Yaitu Islam fundamentalis, tradisionalis, moderat dan liberal. Kelompok moderat dan liberal ini tidak mengandung acaman yang berarti bagi Barat. Bahkan akan ditumbuh suburkan di semua lini kehidupan kaum muslimin.
Adapun terkait pendanaan pesantren akan meluaskan fungsi pesantren sebagai lembaga yang terdepan dalam pendidikan dan dakwah menuju pemberdayaan masyarakat. Program ini mendapat perhatian penuh dari pemerintah dengan program kemandirian pesantren berupa One Pesantren One Product (OPOP), dan Santripreneur untukmenciptakan yang mampu menggerakkan ekonomi masyarakat. Sehingga santri dan pesantren fokus untuk aktivitas ini.
Islam pernah memiliki pesantren pertama di Bagdad yaitu Pesantren Nizhamiyah pada masa Kekhilafahan Abbasiyah yang dikelola penuh oleh negara. Melahirkan ulama panutan hingga saat ini dan menjadi sentral peradaban Islam.
Kurikulum pendidikan nasional yang menjadikan Akidah Islam menjadi landasannya dan mengajarkan Tsaqafah Islam sebagai pemahaman mendasar. Sekaligus memberikan kemampuan menguasai sains dan teknologi termasuk memiliki kecakapan hidup yang mumpuni. Baik itu pesantren ataupun lembaga pendidikan umum. Negara juga menciptakan lingkungan yang kondusif. Tidak mengakomodir pemikiran dan sikap liberal oleh masyarakat dan juga keluarga.
Inilah yang dibutuhkan oleh generasi dan bangsa ini untuk keluar dari berbagai persoalan kehidupan. Bukan sebagaimana saat ini, yang menjadikan kurikulum pendidikan nasional berlandaskan sekulerisme. Sehingga untuk menguasai ilmu agama, mereka harus masuk ke lembaga pendidikan agama. Sebaliknya kalau masuk lembaga pendidikan umum mereka harus mencukupkan diri dengan pemahaman Islam yang minim.
Wallahu a’lam.