Oleh : Hj. Padliyati Siregar, ST
Suaramubalighah.com, Al-Qur’an–Isu Islam Radikal seakan-akan tidak akan pernah beranjak dari negeri ini, persoalan bangsa yang kompleks tidak menemukan penyelesaian yang tepat. Untuk menutupi semua kegagalan tersebut maka Islam radikal yang di jadikan kambing hitamnya.
Dengan ‘menyalahkan ‘ Islam kafah dengan sebutan Islam Radikal. Seolah ada adagium: “Apa pun masalahnya, Islam kafah yang salah. Apa pun masalahnya, radikalisme penyebabnya”. Lantas, apakah umat termakan adagium ini? Alhamdulillah umat kian cerdas.
Di bawah bimbingan para ulama yang hanif dan ikhlas, umat mampu membedakan yang hak dan yang batil. Kita perlu jeli melihat persoalan ini, bahwa sebutan yang sekarang di gencarkan akan membuat umat Islam terkotak-kotak dan adu domba di tengah-tengah umat Islam.
Arah tujuan yang ingin dicapai adalah memodernisasikan agama Islam, untuk melawan Islam kafah yang dianggap radikal. Padahal tidak ada satupun ayat Alquran yang menyebutkan kata-kata Islam radikal. Namun sebutan untuk islam kafah ada dalam al Qur’an surat Al Baqarah ayat 208;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada hamba-hambanya yang beriman kepadaNya dan membenarkan RasulNya, hendaklah mereka berpegang kepada tali Islam dan semua syariatnya serta mengamalkan semua perintahnya dan meninggalkan semua laranganNya dengan segala kemampuan yang ada pada mereka.
Imam Ibnu Jarir al-Thabari rahimahullah berkata tentang ayat ini, “Wahai orang-orang Mukmin, kerjakanlah syariah Islam secara keseluruhan. Masuklah kalian dalam membenarkannya, baik dengan perkataan maupun perbuatan, serta tinggalkanlah semua jalan dan langkah-langkah syetan yang telah kalian ikuti.
Sebab, setan adalah musuh yang nyata permusuhannya dengan kalian. Jalan setan yang dilarang untuk mereka ikuti adalah segala yang bertentangan dengan hukum Islam dan syariahnya. Di antaranya adalah merayakan hari Sabtu dan semua ketentuan pemeluk agama-agama lain yang bertentangan dengan agama Islam.” (al-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Tawîl al-Qurân, IV/258).
Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas (2: 208) dengan menyatakan, “Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin dan mempercayai Rasul-Nya, untuk mengambil seluruh ikatan dan syariat Islam, mengerjakan seluruh perintah-Nya serta meninggalkan seluruh larangan-Nya, sesuai kemampan mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir, Juz I, hal. 247).
Imam An-Nasafi, menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah berserah diri dan taat, yakni berserah diri dan taat kepada Allah atau Islam. Menurut Imam Nasafi, kata “kaaffah” adalah haal (penjelasan keadaan) dari dlomir (kata ganti) udkhulu (masuklah kalian) yang bermakna jamii’an (menyeluruh/semuanya, dari kalangan kaum mukminin). Diriwayatkan dari Ikrimah, firman Allah di atas diturunkan pada kasus Tsa’labah, ‘Abdullah bin Salam, dan beberapa orang Yahudi yang lain yang telah masuk Islam. Mereka mengajukan konsensi kepada nabi untuk diijinkan beribadah di hari Sabtu. sebagai hari besar orang Yahudi (hari Sabath). Kemudian dijawab oleh Allah dengan ayat di atas. (Tafsir Al-Nasafi, Madarik al-Tanziil wa Haqaaiq al-Ta`wil, Juz I, hal.112).
Imam Thabari mengutip dari Ikrimah, bahwa takwil ayat di atas adalah seruan kepada orang-orang mukmin untuk menolak semua hal yang bukan dari hukum Islam; melaksanakan seluruh syariat Islam, dan menjauhkan diri dari upaya-upaya untuk melenyapkan sesuatu yang merupakan bagian dari hukum-hukum Islam. (Tafsir al-Thabariy, Jilid II, hal. 337).
Imam Qurthubi menjelaskan bahwa lafaz kaaffah adalah sebagai haal (penjelasan keadaan) dari lafaz al-silmiatau dari dlomir mukminin. Sedangkan pengertian kaaffah adalah jamii’an (menyeluruh) atau ‘aamatan (umum). (Tafsir Qurthubiy, Juz III hal. 18).
Bila kedudukan lafaz kafah sebagai haal dari lafaz al-silmi maka tafsir dari ayat tersebut adalah Allah SWT menuntut orang-orang yang masuk Islam untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan (total). Tanpa ada upaya memilih maupun memilah sebagian hukum Islam untuk tidak diamalkan.
Pemahaman ini diperkuat dengan sababun nuzul (sebab turunnya) ayat tersebut yang mengisahkan ditolaknya dispensasi beberapa orang Yahudi, ketika mereka hendak masuk Islam. Tentunya hal semacam ini bukan hanya untuk orang yang mau masuk Islam saja, akan tetapi juga berlaku untuk orang-orang mukmin sebagaimana penjelasan Ibnu Jarir al-Thabari yang mengutip tafsir (penjelasan) dari Ikrimah di atas. Oleh karena itu, kaum muslimin diperintahkan untuk hanya berserah diri, taat, dan melaksanakan seluruh syariat Nabi Muhammad SAW (yakni Islam), bukan pada aturan-aturan lain.
Islam kafah memiliki makna Islam yang mengatur masalah Aqidah, Ibadah, Akhlak, dan Muamalah yang mencakup hukum – hukum yang mengatur masalah perekonomian, pendidikan, sosial kemasyarakatan, pemerintahan dan politik luar negeri.
Islam kafah memiliki makna bahwa kita harus mengambil syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Keterikatan terhadap syariah Islam adalah bentuk rasa cinta dan keimanan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Sebagaimana firman Allah SWT Surat An Nisa'[4]:60
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ يَزْعُمُوْنَ اَنَّهُمْ اٰمَنُوْا بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيْدُوْنَ اَنْ يَّتَحَاكَمُوْٓا اِلَى الطَّاغُوْتِ وَقَدْ اُمِرُوْٓا اَنْ يَّكْفُرُوْا بِهٖ ۗوَيُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّضِلَّهُمْ ضَلٰلًا ۢ بَعِيْدًا
“Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Tetapi mereka masih menginginkan ketetapan hukum kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) kesesatan yang sejauh-jauhnya”
Jika kita mau jujur, makna radikal yang berkembang saat ini dan dituduhkan oleh sebagian kalangan, terlebih merupakan tuduhan yang tidak berdasar. Ini semua tidak lepas dari upaya musuh-musuh Islam untuk menghadang kebangkitan Islam kafah. Untuk itu sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim mengikatkan dirinya dengan syariat Islam secara kafah dan berjuang untuk menerapkannya dalam bingkai negara. Serta menolak dengan di labeli Islam Radikal, Islam moderat .
Wallahu’alam bishowab