Muslim Kafah Bukan Muslim Moderat

Oleh Mahganipatra

Suaramubalighah.com, Ta’bir Afkar — Akhir-akhir ini para pegiat moderasi beragama semakin gencar menyebarkan ide moderasi beragama ke tengah-tengah masyarakat. Mereka menganggap bahwa timbulnya konflik horizontal di tengah-tengah masyarakat disebabkan oleh klaim kebenaran dari salah satu agama.

Sehingga muncul beragam kekerasan antar umat beragama atas nama agama, maka untuk menghindari gesekan tersebut harus diciptakan Harmoni beragama dengan menegakkan tiga pilar.  Pertama, membudayakan toleransi, kedua, menguatkan literasi keagamaan, dan ketiga moderasi beragama. 

Dengan ketiga pilar tersebut, para pegiat moderasi beragama yakin bahwa Islam moderat mampu mewujudkan Islam kafah. Karena Islam kafah menurut mereka adalah Islam yang toleran, memiliki komitment kebangsaan yang kuat pada ide nasionalisme dan NKRI, serta Akomodatif terhadap nilai dan kearifan budaya lokal.

Benarkah Islam moderat mampu mewujudkan Islam kafah dan akan mampu menciptakan Harmoni beragama? Lantas bagaimana Islam kafah menurut Al Quran dan AS Sunnah?

Konsep Islam Kafah Menurut Al-Quran dan AS Sunnah

Pandangan para pegiat moderasi yang menganggap bahwa Islam moderat merupakan perwujudan dari konsep Islam Kafah merupakan sebuah kekeliruan, ditinjau dari konsep yang mereka usung, diantaranya adalah:

Pertama,  konsep tentang toleransi. Dalam Islam toleransi dikenal dengan istilah tasamuh, yaitu setiap muslim harus memiliki sikap menerima dan menghargai perbedaan dengan orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama.

Namun menghargai dan menghormati bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda. Dan Islam telah mempraktikkan sikap tasamuh ini.  Umat Islam tidak pernah menghalangi aktivitas ibadah setiap pemeluk agama yang berbeda.

Akan tetapi justru mereka,  para pegiat moderasi beragama yang seringkali menjadikan toleransi sebagai alat untuk menuduh dan menggebuk umat Islam yang menolak melaksanakan toleransi versi mereka. Contohnya, mengucapkan Selamat Hari Raya Natal, umat Islam dipaksa harus  mengucapkan secara terbuka di depan publik sebagai bukti melaksanakan toleransi yang bersifat aktif.

Ketika muncul banyak penolakan dari umat Islam untuk mengucapkan Selamat Hari Raya Natal karena memahami, bahwa ucapan tersebut akan menodai akidahnya. Maka  hal tersebut dianggap sebagai bukti toleransi yang bersifat semu (pseudo tolerance). Karena dalam pandangan mereka toleransi yang aktif itu adalah toleransi yang harus dibuktikan oleh umat Islam dengan memberi ruang bagi kelompok agama yang berbeda.

Untuk menjalankan  ritual keagamaannya dan  mengekspresikan dengan ikut andil melaksanakan perayaan umat beragama yang lain. Apabila terjadi penolakan dari umat Islam, maka dianggap sebagai dikotomi mayoritas-minoritas secara agama maupun budaya yang ditempatkan sebagai subjek yang setara dan otonom.

Kedua, munculnya upaya  penguatan literasi keagamaan yang mendorong umat Islam untuk mempelajari dan memahami ajaran agama secara kritis dan rasional. Tujuannya untuk mengubah paradigma berpikir umat Islam secara kontekstual.  Mencari titik temu antara ajaran agama dengan dimensi kehidupan sosial, politik dan budaya masyarakat.

Sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam syariat Islam akan disesuaikan dan diinterpretasikan dengan kebutuhan zaman. Menurut mereka umat Islam harus menyesuaikan diri dengan zaman dan bertindak sesuai dengan kondisi dan tempat. Mereka menggunakan kaidah yang bukan bagian dari kaidah syara’, yaitu: ” Tidak bisa ditolak adanya perubahan hukum karena adanya perubahan zaman.”

Kaidah ini muncul sejak akhir abad kesembilan belas dan digunakan oleh kafir Barat untuk mendistorsi pemikiran umat Islam. Kaum imprealis Barat melalui agen-agennya terus menerus mencari celah agar umat Islam dituntun untuk melakukan setiap aktivitas berdasarkan realita yang ada dan bertindak sesuai dengan keadaan.

Mereka harus bertindak luwes dan mengikuti perubahan zaman, harus mampu beradaptasi dengan tradisi dan budaya lokal. Sehingga pada akhirnya  umat Islam semakin jauh dari pemahaman Islam yang benar, merobohkan pondasi dan sendi-sendi Islam serta terus berupaya melenyapkan peraturan-peraturan Islam dan syiar-syiarnya. Secara halus dan terstruktur memasukkan paham Islam moderat ke tengah-tengah kaum muslim. Lalu, tanpa disadari oleh umat Islam, mereka mengambil  Islam moderat sebagai jalan untuk menyelesaikan persoalan kehidupan.

Padahal Islam moderat bukan berasal dari Islam yang dibawa oleh Rosulullah Saw tapi Islam buatan AS untuk mendukung dan menyebarkan ide demokrasi, HAM, kesetaraan gender serta kebebasan beragama.  Memaksa umat Islam untuk menghormati dan melaksanakan sumber-sumber hukum dari berbagai agama dan menolak penerapan hukum-hukum syariat Islam.

Dengan mengusung Islam moderat lahir identitas baru seorang muslim yaitu muslim moderat yang mengikuti keinginan dan arahan Barat. Mengambil sekularisme sebagai sebuah  sistem yang akan mengatur seluruh aspek kehidupannya, serta menolak syariat-syariat Islam.

Bahkan seorang muslim moderat dengan penuh keberanian  menghalangi kebangkitan umat Islam dengan menyerang syariat Islam dan menjauhkan umat Islam dari pemahaman Islam secara kafah di dalam seluruh asfek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Padahal konsep Islam kafah yang benar dalam Islam telah dijelaskan secara gamblang dalam surat Al Baqarah ayat 208, Allah telah berfirman

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱدۡخُلُواْ فِي ٱلسِّلۡمِ كَآفَّةٗ وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ٠

“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”

Dalam ayat tersebut Allah telah memberikan penjelasan tentang Islam kafah yaitu, Allah telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman dan membenarkan RasulNya. Artinya bahwa setiap muslim wajib terikat secara keseluruhan terhadap Islam. Baik secara akidah dengan tidak mencampuradukkan antara yang hak dan batil dalam keyakinan  serta menjalankan seluruh syariat Islam secara keseluruhan di dalam seluruh aspek kehidupan tanpa memilah atau memilih dari hukum-hukum syara’ yang bersumber dari Al Quran dan As Sunnah.

Sumber hukum syara’ berfungsi untuk memecahkan seluruh problematika kehidupan manusia dan memenuhi seluruh kebutuhannya. Baik kebutuhan yang bersifat naluriah maupun jasmaniahnya. Melalui  sumber hukum Islam ini, seluruh perbuatan manusia diatur dengan tata-aturan yang sempurna. Menggali setiap nash  Al Quran dan As Sunnah atau dari sumber yang telah disahkan oleh keduanya, yakni Ijma Sahabat dan Qiyas. Sifat hukum syara’ ini tetap, tidak berubah karena  perubahan zaman, serta tidak akan berubah karena kondisi  dan tempat.

Allah  berfirman dalam QS Asy-Syura [42]: 10

 وَمَا ٱخۡتَلَفۡتُمۡ فِيهِ مِن شَيۡءٖ فَحُكۡمُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِۚ

:”Dan apa pun yang kamu perselisihkan padanya tentang sesuatu, keputusannya (terserah) kepada Allah.”

Allah juga berfirman QS An-Nisa [4]: 59

فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ

 “Jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur`ān) dan Rasul (sunnahnya),”

 Allah  pun berfirman QS An-Nahl [16]:89

 وَنَزَّلۡنَا عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ تِبۡيَٰنٗا لِّكُلِّ شَيۡءٖ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٗ وَبُشۡرَىٰ لِلۡمُسۡلِمِينَ

“Dan Kami turunkan kitab (Al-Qur`ān) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim).”

Selanjutnya, berdasarkan ayat-ayat tersebut dipahami bahwa tidak ada satu pun persoalan manusia yang tidak dapat diselesaikan oleh syariat Islam. Karena Islam merupakan agama sekaligus ideologi yang bersifat komprehensif  dan solutif.

Islam hadir di tengah-tengah manusia sebagai sebuah sistem yang sempurna. Sistem yang dapat mengatur seluruh aspek kehidupan manusia baik aspek aqidah, ibadah, akhlak dan muamalah. Islam juga mengatur hukum-hukum syariat di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, hukum uqubat (sanksi), dan pemerintahan, sosial kemasyarakatan, politik luar negeri dan lain-lain.

Ketika Islam diterapkan secara kafah dalam sebuah institusi negara, maka Islam akan menciptakan keharmonisan dalam beragama. Hal tersebut pernah terjadi di masa penerapan Islam secara kafah selama 13 abad di masa kejayaan peradaban Islam. Islam pernah diterapkan dalam sebuah institusi negara, yaitu negara Khilafah Islamiyyah.

Profil Muslim Kafah Bukan Muslim Moderat

Islam secara tegas mengajarkan kepada umatnya untuk menerapkan hukum-hukum Islam secara total di seluruh aspek kehidupan.  Meyakini Islam sebagai akidah yang mampu mengeluarkan mereka dari kegelapan (kebatilan) menuju cahaya (kebenaran), dengan mengembalikan setiap perkara kepada Al Quran dan As Sunnah.

Selain itu Islam juga mewajibkan kaum muslim menjunjung tinggi persatuan atas asas akidah Islam. Akidah yang berfungsi sebagai pengikat kaum muslim (ukhuwwah islamiyyah)  dalam institusi kepemimpinan Islam yaitu khilafah. Hal ini tersurat  dan tersirat dalam Al Quran, As Sunnah, dan aqwal para ulama mu’tabar.

Sedangkan Islam moderat dibentuk oleh AS dan sekutunya. Islam moderat berfungsi untuk menghadang kebangkitan Islam di dunia. Islam moderat menolak khilafah dan menolak penerapan syariat Islam.

Kalaupun mereka  mengambil hukum Islam, maka bersifat parsial sesuai dengan kepentingan dan kemaslahatan yang seluas-luasnya. Baik kemaslahatan ke dalam secara internal, individu dan keluarga. Maupun keluar secara eksternal, masyarakat, publik dunia dan semesta. Maka dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa muslim Kafah Bukan Muslim  Moderat.  

Wallahu a’lam bishshawab