Oleh: Dra. Rivanti Muslimawaty, M. Ag
Suaramubalighah.com, muslimah dan keluarga — mubadalah.id menyatakan ada sembilan simpul moderasi beragama berbasis keluarga, yaitu Islam, tauhid, khilafah, maslahah, wathaniyah, khidmat, sakinah, tarbiyah, akan menjadi muslim yang kafah bila semua itu terpenuhi. Islam bermakna berserah diri kepada Allah, merasa damai, mengusung perdamaian, keamanan, keselamatan jiwa, akal, bahkan tubuh, dan kenyamanan semua pihak.
Tauhid bermakna bahwa Tuhan hanya Allah, yang lain adalah makhluk dan hamba. Sesama hamba tidak boleh ada yang mempertuhankan atau memperbudak. Semuanya bermartabat, setara, yang harus berelasi secara kesalingan dan kerjasama.
Khalifah, berarti bahwa tugas semua manusia, baik laki-laki atau perempuan adalah khalifah fil ardh atau pemimpin di muka bumi. Maslahat diartikan bahwa perspektif kekhalifahan bertumpu pada kemaslahatan yang seluas-luasnya, baik ke dalam secara internal, individu dan keluarga, maupun keluar secara eksternal, masyarakat, publik dunia, dan semesta.
Wathaniyah (visi kebangsaan) adalah realitas yang nyata, tempat berpijak dan bernaung dengan segala keragaman dan kesepakatan sosial yang telah dicapai para pendiri bangsa. Khidmat, ini berarti sebagai hamba kita harus berkhidmat kepada Allah, sehingga kita harus berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moderat (tawassuth), berimbang (tawazun), cinta tanah air, persatuan, dan bahwa ketaatan pada konstitusi adalah bagian integral dari ketaatan pada ayat suci.
Sakinah, merupakan cita-cita semua keluarga. Tarbiyah, untuk memulai keluarga kita perlu belajar ketrampilan sebagai pasangan yang memiliki tujuan hidup sakral, mampu melampaui dinamika hidup, mengelola konflik rumah tangga, kebutuhan dan tantangan, bahkan keuangan keluarga, dengan perspektif keadilan, kesalingan, dan keseimbangan.
Bila delapan hal tersebut telah terpenuhi dalam diri dan keluarga maka berarti sudah menjadi muslim yang kafah. Dengan Sembilan simpul tersebut mubadalah.id menderaskan ide moderasi Islam berbasis keluarga melalui konsep kesalingannya.
Targetnya mewujudkan keluarga moderat di tengah-tengah umat. Dr. K.H. Faqihuddin Abdul Kadir, penulis buku Qira’ah Mubadalah, menjelaskan bahwa keluarga moderat adalah keluarga yang menjalankan prinsip dan nilai mubadalah, yang menjadi pondasi untuk orang-orang moderat dalam menjalankan hidup berelasi, baik relasi rumah tangga secara khusus, maupun relasi sosial secara umum. Inti dari mubadalah adalah kesalingan, kesetaraan, yang satu tidak merendahkan yang lain.
Fakta dalam masyarakat menunjukkan bahwa pemimpin suatu institusi selalu satu orang, bila terjadi dua kepemimpinan maka akan terjadi kebingungan di tengah anggota institusi tersebut. Hal ini berlaku juga dalam keluarga, bila pemimpin keluarga ada dua orang tentu sulit mewujudkan ketentraman dalam keluarga tersebut.
Ide keluarga moderat ini sebenarnya telah merusak tatanan keluarga dalam Islam dan menghancurkannya. Hal ini karena dalam Islam telah jelas bahwa kepemimpinan dalam keluarga diserahkan pada suami (kaum lelaki) seperti yang tercantum dalam QS An-Nisa ayat 34,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ“Laki-laki (suami) adalah pemimpin perempuan (istri)”
Jelaslah bahwa konsep kesetaraan yang diusung ide keluarga moderat bertentangan dengan Islam. Islam telah memberikan tuntunan bagi suami istri agar keluarga yang dibina menjadi keluarga yang sakinah mawadah dan rahmat seperti yang dinyatakan dalam QS Ar-Ruum ayat 21,
وَمِنۡ اٰيٰتِهٖۤ اَنۡ خَلَقَ لَكُمۡ مِّنۡ اَنۡفُسِكُمۡ اَزۡوَاجًا لِّتَسۡكُنُوۡۤا اِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُمۡ مَّوَدَّةً وَّرَحۡمَةً ؕ اِنَّ فِىۡ ذٰ لِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوۡمٍ يَّتَفَكَّرُوۡنَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.“
Islam memposisikan suami sebagai pemimpin keluarga, sementara istri adalah pemimpin rumah suaminya sekaligus anak-anak. Hal ini disampaikan dalam hadist, bahwa Rasulullah Saw bersabda, ”Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang lelaki adalah pemimpin rumah tangga, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya; seorang perempuan adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak-anaknya yang akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari Muslim).
Sebagai pemimpin rumah tangga, hubungan suami dan istri dibangun atas ketaatan kepada syariat Islam dan kasih sayang keduanya bukan maslahah sehingga rumah tangga menjadi sakinah, mawadah, wa rahmah. Suami wajib menafkahi dan melindungi anggota keluarganya. Sementara istri menjalankan peran sebagai ummun wa rabb al-bayt, yang wajib ta’at pada suami selama perintah dan larangan suami tidak menyalahi perintah dan larangan Allah Swt.
Upaya mewujudkan tatanan keluarga sesuai syariat Islam juga merupakan tanggung jawab khilafah. Khilafah memiliki mekanisme agar suami bisa menafkahi keluarga dengan cukup. Caranya negara menyediakan kebutuhan komunal secara gratis seperti pengobatan bagi yang sakit, jaminan pendidikan, dan fasilitas gratis atau murah lainnya sehingga pendapatan suami mencukupi karena hanya untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, dan papan saja.
Khilafah wajib membuat suasana kondusif agar suami istri dapat menjalankan perannya dengan baik, yaitu dengan menerapkan syariat Islam secara kafah, menyeluruh tanpa dipilah dan dipilih. Penerapan syariat Islam ini mencakup bidang ekonomi, pendidikan, sosial budaya, politik, hukum, dan seluruh aspek kehidupan lainnya, termasuk mencegah masuk dan beredarnya ide sesat seperti moderasi beragama.
Sudah sepatutnya kita menjauhi konsep mubadalah dalam kehidupan keluarga, karena sangat jelas bertentangan dengan hukum-hukum Islam. Konsepnya tidak layak diikuti oleh umat Islam. Mari kita senantiasa menjadikan Islam dan syariatnya sebagai panduan dan solusi bagi seluruh permasalahan dalam kehidupan berkeluarga. Menggencarkan dakwah agar umat berpegang teguh pada syariat Islam dan menjadikannya sebagai solusi dalam menghadapi berbagai masalah hidup.
Wallahu a’lam bishshawab