Peran Strategis Perempuan Menderaskan Islam Kafah dan Khilafah

  • Opini

Oleh: Marni Rosmiati

Suaramubalighah.com, Opini — Arus moderasi beragama semakin deras, menyasar semua kalangan. Bahkan peran strategis perempuan pun digiring menjadi subjek dalam proyek ini. Mereka beranggapan bahwa langkah efektif harus dimulai dari wilayah terkecil yakni rumah tangga.

Dalam rumah tangga perempuan sebagai mitra suami mempunyai kesempatan besar dalam menanamkan nilai-nilai moderat bagi anggota keluarga termasuk anak-anaknya. Bahkan DPW Kemenag pun mengaruskan hal ini, sebagaimana yang disampaikan oleh Eny Yaqut  dalam forum yang bertajuk “Signifikansi Perempuan Sebagai Penggerak Moderasi Beragama”, (kemenag.go.id 28/12/2021).

Aktivis perempuan Alissa Wahid menyebutkan, saat menyampaikan orasi moderasi beragama dalam malam tasyakuran Hari Amal Bhakti (HAB) Ke-76 Kementrian Agama, di Auditorium H.M Rasjidi, kantor Kemenag Jakarta menyatakan “Moderasi beragama bukan sekedar program, tapi adalah perjuangan” (kemenag.go.id, 4/1/2021)

Mereka berpandangan bahwa berbagai persoalan di negeri ini resep solusinya adalah moderasi beragama. Mereka telah terbutakan  bahwa munculnya berbagai persoalan yang menimpa negeri ini akibat diterapkannya sistem  kapitalisme   sekuler.  Salah satu cara menjaga kepentingan para kapitalis ini mereka menawarkan solusi moderasi beragama yang terbuka dengan nilai nilai barat, seperti liberalisme, pluralisme, demokrasi, hak asasi manusia dan kesetaraan gender.

Perempuan Jangan Salah Langkah

Perempuan memiliki peranan amat penting dalam suatu masyarakat dan negara. Bahkan ada ungkapan baik buruknya negara ditentukan dengan baik buruknya perempuan. Perempuan  memiliki peran dalam menentukan kegemilangan suatu bangsa.

Islam menetapkan peran strategis bagi perempuan adalah sebagai  ibu. Ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anak-anaknya (Al Ummun madrasatul ula). Ditangan ibu yang mulialah lahir generasi  tangguh, cerdas, dan gemilang. Terbukti dengan peran optimal  para ibu terbentuk generasi Islam yang cemerlang selama berabad-abad dalam naungan khilafah.

Islam menjaga peran ibu dengan seperangkat aturan yang Kafah (menyeluruh) . Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nidzam Ijtima’i fii Al Islam menyatakan bahwa syariat Islam telah menetapkan perempuan adalah seorang ibu dan pengatur rumah tangga (Ummun Wa Rabbatul Bait).

Syariat Islam telah menetapkan bagi perempuan sejumlah hukum yang berkaitan dengan kehamilan, kelahiran (wiladah), pengasuhan anak (hadanah), penyusuan (radha’ah), ataupun idah. Syariat Islam telah memberikan kepada perempuan tanggung jawab terhadap anaknya sejak masa kehamilan, kelahiran, penyusuhan dan pengasuhan.

Tanggung jawab semacam ini merupakan aktivitas utama dan tugas besar bagi seorang perempuan, yaitu menjadi ibu dan pengatur rumah tangga. Sebab dengan aktivitas inilah kelestarian jenis manusia dapat dipertahankan.

Kunci keberhasilan para ibu di generasi Islam terdahulu adalah mereka mendidik anak-anak  dengan Islam Kafah, mulai dari akidah, syariat Islam yang Kafah hingga dakwah dan jihad. Maka jika ibu sekarang mendidik anak-anaknya dengan dasar moderasi beragama justru akan mengancam generasi.  Generasi Islam akan menjadi generasi yang lebih toleran terhadap nilai-nilai Barat tetapi miskin pemahaman terhadap aqidah dan syariat Islam yang Kafah, bahkan membenci Islam (Islamophobia).

Oleh karena itu para ibu kaum muslimin jangan salah langkah dalam mendidik anak.  Seorang ibu justru harus mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang dilandasi iman dan Islam yang sempurna, serta menjalankannya secara keseluruhan, sesuai firman Allah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ 

 “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (TQS Al Baqarah (2) : 208)

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا 

 “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (TQS. Al Ahzab (33) : 32)

Peran Strategis  Perempuan Memperjuangkan Islam Kafah dan khilafah

Ketika Islam menetapkan peran utama perempuan yang strategis adalah sebagai Ibu dan pengatur rumah tangga, dalam waktu yang sama syariat Islam juga membuka lebar peran perempuan di wilayah publik seperti berkiprah dalam aktivitas ekonomi, pendidikan, industri,  pertanian, kesehatan, peradilan, dakwah, perwakilan (wakalah),  bahkan politik.  Akan tetapi peran publik ini tentunya harus sejalan dengan peran domestiknya dan dilandasi dengan landasan yang sama yaitu aqidah dan syariat Islam bukan menjadi pelaksana ataupun penyeru moderasi.

Untuk mensikapi persoalan saat ini yang diakibatkan oleh sistem kapitalisme sekuler seperti kemiskinan, kebodohan, kekerasan seksual, disharmonisasi keluarga, persoalan generasi dan sebagainya.    Umat Islam membutuhkan syariah Islam yang diterapkan secara Kafah dalam naungan khilafah. 

Sebagai contoh , untuk menyelesaikan kekerasan seksual wajib memahami dan menerapkan syariat Islam terkait kewajiban mengenakan jilbab dan Khimar dalam ranah publik, melarang tabaruj, memerintahkan menjaga pandangan, melarang khalwat, serta disertai mahram ketika bepergian jauh sehari semalam. Dan sanksi  sesuai syariat Islam bagi pelanggarnya.  Dengan aturan-aturan ini, kehormatannya akan selalu terjaga dan terhindar dari tindak kejahatan.

Peran strategis perempuan diranah publik adalah mendakwahkan Islam kafah dan khilafah sebagai solusi bagi persoalan hidup. Sebab kewajiban ini berlaku  bagi seluruh kaum Muslim baik laki-laki maupun perempuan. Berdakwah mengajak kepada yang makruf dan menjauhi yang mungkar. Amar makruf nahi mungkar bermaksud menyeru untuk bertakwa kepada Allah dengan menerapkan seluruh hukum syariat-Nya. Allah Swt berfirman dalam QS Ali-Imran (3):104

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ 

“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”

Inilah kontribusi nyata bagi perempuan dalam mewujudkan kehidupan yang baldatun thoyibatun wa rabbun Ghafur dalam naungan khilafah.

Wallahu a’lam bishawab