Oleh: Siti Murlina, S.Ag
Suaramubalighah.com, Al-Qur’an – Kebahagiaan dalam rumah tangga diawali ketika peran suami sebagai qawwam berjalan dengan baik dan sempurna. Dalam Islam, tanggung jawab sebagai suami sangat besar. Serta pengaruhnya sangat luar biasa, karena qawwam berakibat pada keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga. Keluarga sakinah mawaddah warahmah mudah untuk diwujudkan.
Begitu juga ketika fungsi suami sebagai qawwam diabaikan, maka akan menyebabkan keretakan bahkan berujung pada perceraian. Seyogianya pasangan suami-istri mampu untuk memahami dan mengaplikasikannya secara maksimal, tentang fungsi dan peran strategis qawwam ini dalam mengarungi pernikahan. Di sinilah letak urgensinya pembahasan tersebut, mengembalikannya pada aturan Sang Pencipta dan Pengatur Kehidupan.
Qawwamah suami atas istri adalah ketetapan dari Allah SWT yang didasarkan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bukan berdasarkan kapasitas atau kemampuan kepemimpinan suami, dengan artian jika istri memiliki kemampuan lebih baik dalam ekonomi dan kapasitas kepemimpinan kemudian qawwamah itu beralih kepada istri. Ataupun kepemimpinan keluarga (qawwamah) menjadi tanggung jawab bersama sebagaimana yang dipropagandakan feminisme muslim dengan konsep keluarga maslahah yang mengedepankan kesalingan atau mubadalah.
Nas-nas Al-Qur’an dan As-Sunnah telah menjelaskan hakikat kehidupan suami-istri, hak dan kewajiban, serta sifat interaksi di antara keduanya. Allah SWT telah menetapkan fungsi kepemimpinan suami dalam hubungan suami-istri dengan konsep qawwam agar terlaksana maksimal. Firman Allah SWT,
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri)”. (QS. An-Nisa’: 34)
Kepemimpinan (al-qawamah) di dalam ayat di atas merupakan kepemimpinan yang mengatur dan melayani (ri’ayah), bukan kepemimpinan instruksional dan penguasaan. Menurut bahasa Arab, makna kepemimpinan seorang laki-laki atas perempuan (qawamah ar-rijal ‘ala an-nisa`) adalah al-infaq ‘alayha wa al-qiyam bi ma tahtajuhu yaitu menafkahi istri dan memenuhi apa yang ia butuhkan. Makna literal ini digunakan pula pada makna syar’i dari kata al-qawamah. Atas dasar itu, makna kepemimpinan seorang laki-laki atas perempuan adalah kepemimpinan yang menegakkan urusan-urusan wanita.” (Al Waie.id)
Adapun dalam hal perlakuan dan pergaulan suami-istri yang ditetapkan syariah adalah pergaulan yang penuh dengan persahabatan. Nabi saw. menggauli dan memperlakukan istrinya dengan penuh persahabatan. Beliau tidak memperlakukan mereka layaknya bawahan atau orang yang berada dalam kekuasaan. Di dalam riwayat-riwayat shahih dituturkan bahwa istri-istri beliau pernah memprotes dan mendebat beliau.
Tafsir arrijaalu qawwaamuuna ‘alan nisaa-i (“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita”) dalam QS. An-Nisa’: 34 di atas, menurut Imam Ibnu Katsir yaitu laki-laki adalah pemimpin kaum wanita dalam arti pemimpin, kepala, hakim, dan pendidik wanita jika ia menyimpang (Tafsir Ibnu Katsir juz 3 hal. 397). Menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, Allah SWT telah menetapkan kepemimpinan rumah tangga (qiyadah al-bayt) berada di tangan suami. Dan Allah telah menjadikan suami sebagai qawwam (pemimpin) atas istrinya (Taqiyuddin an Nabhani, Nizham ijtima’i fil Islam, hal.246).
Lebih lanjut menurut Taqiyuddin An-Nabhani, seorang suami diberi wewenang untuk memberikan sanksi kepada istrinya jika si istri melakukan perbuatan dosa, karena suami adalah pihak yang bertanggung jawab (qawwam) atas pengaturan dan pemeliharaan urusan rumah tangganya. Akan tetapi, pelanggaran istri di luar perkara yang diperintahkan syariat kepada istri untuk dilakukannya, maka seorang suami tidak boleh mengganggunya sama sekali.
Kehidupan suami-istri adalah kehidupan yang sarat dengan ketenangan, ketenteraman, kasih sayang, dan persahabatan. Interaksi suami-istri tegak di atas prinsip ta’awun (tolong-menolong), saling menopang, bersahabat, harmonis, menyegarkan, tidak kaku, dan formalistik.
Allah SWT pun telah memerintahkan kepada suami agar menggauli istrinya dengan baik,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ
“Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka.” (QS. Al-Baqarah: 228)
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ
“Dan bergaulah dengan mereka secara patut.” (QS. An-Nisa’: 19).
فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ
“Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf.” (QS. Al-Baqarah: 229)
Kehidupan suami-istri sebenarnya adalah kehidupan yang penuh kebahagian. Pergaulan suami-istri adalah pergaulan penuh persahabatan dalam segala hal. Kepemimpinan suami terhadap istri adalah kepemimpinan yang bertanggung jawab, bukan kepemimpinan layaknya seorang penguasa diktator terhadap rakyatnya. Kemudian seorang istri juga diwajibkan taat kepada suami dalam batas-batas yang telah ditetapkan syariat.
Jadi Allah SWT telah memerintahkan agar para suami bersahabat dengan baik kepada istrinya. Ketika membangun ikatan suami-istri agar terjalin dengan sempurna persahabatan dan pergaulan mereka satu sama lain. Sehingga menenteramkan jiwa dan membahagiakan hidup.
Dalam hal ini juga ada kewajiban untuk memenuhi hak-hak istri berupa mahar dan nafkah. Kemudian suami hendaknya senantiasa berlemah lembut dalam tutur kata, tidak bersikap keras dan kasar, serta tidak menampakkan kecenderungannya pada istri yang lain jika dia beristri lebih dari satu. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. mengingatkan para suami,
فَاتَّقُ اللهَ فِى النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوْهُنَّ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ
“Bertakwalah kalian kepada Allah dalam (urusan-urusan) wanita (istri). Sungguh kalian telah mengambil mereka dengan amanah dari Allah dan kalian telah menghalalkan kemaluan-kemaluan mereka dengan kalimat Allah.” (HR. Muslim)
Kemudian hadits dari Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِه وَ أَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي
“Yang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling baik perlakuannya kepada keluarganya. Aku adalah yang terbaik di antara kalian dalam memperlakukan keluargaku.” (HR. At-Tirmidzi)
Juga hadits dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda,
خِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِلنِّسَائِهِمْ
“Yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik kepada istri-istri mereka.” (HR At-Tirmidzi)
Dapat disimpulkan bahwa qawwam adalah kepemimpinan, pengurusan, pendidikan, dan pemberian nafkah seorang suami sebagai kepala keluarga kepada anggota keluarganya terutama istri. Sungguh tugas yang sangat mulia dan strategis yang Allah berikan kepada suami/laki-laki. Maka sudah sepantasnya amanah ini ditunaikan secara total dan maksimal.
Demikianlah syariat Islam telah menjelaskan seorang suami adalah orang pertama yang berkewajiban untuk mengondisikan kehidupan rumah tangganya. Sehingga hak dan kewajiban suami-istri berjalan secara proporsional dan harmonis. Serta terbentuk institusi keluarga yang tegak di atas syariat Islam dan benar-benar mampu menciptakan ketenangan, keadilan, ketentraman, dan keamanan.
Seorang istri senantiasa taat terhadap qawwamah suami, apapun kondisi suami selama tidak mengajak pada maksiat. Pun suami mempunyai kewajiban untuk upgrade diri agar memiliki kemampuan memimpin keluarga dengan baik sehingga tercapai sakinah mawaddah warahmah.
Wallahu a’lam bishshawab
[SM/Ah]