Hubbul Wathan minal Iman, Bukan Hadis Nabi Muhammad SAW

  • Hadis

Oleh: Hj. Padliyati Siregar, S.T

Suaramubalighah.com, Hadis — Ungkapan حُبُّ الْوطنِ مِنَ الإيمان “Cinta tanah air sebagian dari iman” bukanlah hal yang asing lagi di telinga kaum muslimin. Ini adalah salah satu hadis tentang cinta tanah air yang sangat populer di dunia Islam, termasuk di Indonesia. Hampir setiap muslim di Indonesia mengetahui ungkapan ini sebagai hadis.

Hubbul wathan minal iman bukan hadis Nabi, tapi merupakan pernyataan yang dipopulerkan Butrus Bustani, seorang misionaris Kristen yang sangat terkenal di dunia Arab. Butrus Bustani memperkenalkan slogan hubbul wathan minal iman untuk mempromosikan dan menjadikannya sebagai semboyan perjuangannya di Timur Tengah untuk kebangunan bangsa Arab. Tujuannya adalah untuk menancapkan paham nasionalisme dan patriotisme dengan dalil-dalil agama agar lebih mantap diyakini umat Islam.

“Hubbul wathan minal iman” adalah hadis palsu (maudhu’). Dengan kata lain, ia bukanlah hadis. Demikianlah menurut para ulama ahli hadis yang terpercaya. Mereka yang mendalami hadis, walaupun belum terlalu mendalam dan luas, akan dengan mudah mengetahui kepalsuan hadis tersebut. Lebih-lebih setelah banyaknya kitab-kitab yang secara khusus menjelaskan hadis-hadis dha’if (lemah) dan palsu, misalnya kitab Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits a-Maudhu’ah ‘Ala Sayyid al-Mursalinkarya Syaikh Muhammad bin al-Basyir bin Zhafir al-Azhari asy-Syafi’i (w. 1328 H) (Beirut : Darul Kutub al-Ilmiyah, 1999), hlm. 109; dan kitab Bukan Sabda Nabi! (Laysa min Qaul an-nabiy SAW) karya Muhammad Fuad Syakir, diterjemahkan oleh Ahmad Sunarto, (Semarang : Pustaka Zaman, 2005), hlm. 226.

Para ulama hadis menjelaskan kepalsuan hadis “hubbul wathan minal iman” sebagai berikut, dalam kitab Tahdzirul Muslimin karya Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i hlm. 109 tersebut diterangkan, bahwa “hubbul wathan minal iman” adalah maudhu (palsu). Demikianlah penilaian Imam as-Sakhawi dan Imam ash-Shaghani. Imam as-Sakhawi (w. 902 H) menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya Al-Maqashid al-Hasanah fi Bayani Katsirin min al-Ahadits al-Musytaharah ‘ala Alsinah, halaman 115. Sementara Imam ash-Shaghani (w. 650 H) menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya Al-Maudhu’at, halaman 8.

Ringkasnya, ungkapan “hubbul wathan minal iman” adalah hadis palsu (maudhu’) alias bukanlah hadis Nabi saw. Hadis maudhu’ adalah hadis yang didustakan (al-hadits al-makdzub), atau hadis yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat (al-mukhtalaq al-mashnu) yang dinisbatkan kepada Rasulullah saw.. Artinya, pembuat hadis maudhu sengaja membuat dan mengadakan-adakan hadis yang sebenarnya tidak ada.

Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, meriwayatkan hadis maudhu’ adalah haram hukumnya bagi orang yang mengetahui maudhu’ -nya hadis itu, serta termasuk salah satu dosa besar (kabair). Kecuali disertai penjelasan mengenai statusnya sebagai hadis maudhu’.

Maka dari itu, hendaklah kita sebagai seorang muslimin, agar tidak mengatakan “hubbul wathan minal iman” sebagai hadis Nabi Muhammad saw., sebab beliau faktanya memang tidak pernah mengatakannya. Menisbatkan ungkapan itu kepada Nabi saw. adalah sebuah kedustaan yang nyata dan merupakan dosa besar di sisi Allah SWT. Nabi Muhammad saw. bersabda,

ومن كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار

“Barangsiapa yang berdusta atasku dengan sengaja, hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.” (Hadits Mutawatir)

Terlebih lagi Islam memang tidak pernah mengenal paham nasionalisme atau patriotisme, kecuali setelah adanya perang pemikiran (al-ghazwul fikri) yang dilancarkan kaum penjajah. Kedua paham sesat ini terbukti telah memecah belah kaum muslimin seluruh dunia menjadi terkotak-kotak dalam wadah puluhan negara bangsa (nation state) yang sempit, mencekik, dan membelenggu.

Maka, kaum muslimin yang terpasung itu wajib membebaskan diri dari kerangkeng-kerangkeng palsu bernama negara-negara bangsa itu. Kaum muslimin pun wajib bersatu di bawah kepemimpinan seorang imam (khalifah) yang akan mempersatukan kaum muslimin seluruh dunia, dalam institusi yang satu yakni Khilafah yang mengikuti minhaj nubuwwah. Semoga datangnya pertolongan Allah ini telah dekat kepada kita semua.

Wallahu a’lam bishshawab

[SM/Ah]