Oleh: Ani Ummu Zaza
Suaramubalighah.com, muslimah dan keluarga — Sungguh indah kehidupan suami-istri jika senantiasa takwa kepada Allah SWT. Suami dan istri akan saling menjaga, menyayangi, dan memotivasi beramal saleh untuk meraih ridha Allah. Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 187 disebutkan,
هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ
“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.”
Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Sa’id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, dan Muqatil ibnu Hayyan, makna yang dimaksud ialah ‘mereka adalah ketenangan bagi kalian, dan kalian pun adalah ketenangan bagi mereka’. Menurut Ar-Rabi’ ibnu Anas, maksud ayat ialah ‘mereka adalah selimut bagi kalian dan kalian pun adalah selimut bagi mereka’.
Setelah laki-laki dan perempuan menikah, suami menjadi pakaian istri dan istri menjadi pakaian suami, karena menyatunya antara suami dan istri seperti menyatunya antara pakaian dan orang yang memakainya. Dimana pakaian berfungsi sebagai penutup aurat, hiasan yang memperindah penampilan, dan sebagai kedekatan.
Ayat di atas sungguh menjadi panduan kehidupan suami-istri untuk menjadi pelindung pasangannya. Maka seorang suami tidak akan membiarkan istrinya bermaksiat, karena suami ingin melindungi istrinya dari siksaan api neraka. Begitu juga sang istri, akan menjaga suami untuk bekerja mencari rezeki dengan cara yang halal, karena istrinya ingin melindungi suami dari akibat perbuatannya, baik di dunia maupun akhirat.
Pakaian juga membuat indah penampilan. Suami akan menjaga aib istri agar tidak diketahui orang lain, sehingga nama istri tetap terjaga kehormatannya. Seorang istri pun demikian, akan menjaga aib suami. Istri tidak akan membuka permasalahan keluarganya kepada orang lain. Terutama tentang sikap suaminya. Istri akan memilih bersabar untuk mendapat ridha Allah dan ridha suami.
Menjaga penampilan pasangan ini sangat penting, jika tidak, tersingkaplah rahasia pasangan. Suami-istri sama-sama paham kondisi satu sama lain. Untuk itu suami-istri yang taat kepada Allah akan menjaga lisannya untuk tidak membuka aib pasangan. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَعْظَمِ الْأَمَانَةِ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ، وَتُفْضِي إِلَيْهِ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
“Sesungguhnya (pelanggaran) amanah terbesar di sisi Allah Ta’ala pada hari kiamat adalah seorang lelaki yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, lalu dia menyebarkan rahasia ranjangnya.” (HR. Muslim no. 1437)
Suami-istri boleh menceritakan keadaan pasangannya ketika ada hajat syar’i. Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,
وَإِنْ كَانَ إِلَيْهِ حَاجَة أَوْ تَرَتَّبَ عَلَيْهِ فَائِدَة بِأَنْ يُنْكِر عَلَيْهِ إِعْرَاضه عَنْهَا أَوْ تَدَّعِي عَلَيْهِ الْعَجْز عَنْ الْجِمَاع أَوْ نَحْو ذَلِكَ فَلَا كَرَاهَة فِي ذِكْره كَمَا قَالَ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنِّي لَأَفْعَلَهُ أَنَا وَهَذِهِ ” وَقَالَ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي طَلْحَة : ” أَعْرَسْتُمْ اللَّيْلَة ؟ ” وَقَالَ لِجَابِرٍ : ” الْكَيْس الْكَيْس ” . وَاَللَّه أَعْلَم
“Adapun jika terdapat kebutuhan atau ada faidah dengan menceritakan, misalnya suami mengingkari keengganan istri yang tidak mau melayani suami, atau istri mengklaim bahwa suami lemah, tidak mampu menyetubuhi (istri), atau hal-hal semacam itu, maka hal ini tidaklah makruh menyebutkannya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku melakukannya dan juga ini.” Juga pertanyaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abu Thalhah, “Apakah semalam engkau menjadi pengantin?” Dan juga perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jabir, “Kalau bisa segeralah punya anak, kalau bisa segeralah punya anak wahai Jabir.” Wallahu a’lam.” (Syarh Shahih Muslim, 5: 162)
Kehidupan suami-istri dalam sistem Islam, tentu berbeda dengan kondisi saat ini yang tidak menerapkan syariat Islam secara kaffah. Misalkan pada saat ini ada suami dan istri jika mempunyai masalah keluarga di- posting ke media sosial ataupun curhat kepada orang yang tidak kompeten dan amanah. Bahkan ada yang mengadukan permasalahan keluarga ke pengadilan, hingga berujung perceraian.
Suami-istri yang taat pada Allah, akan mencari solusi permasalahan keluarga sesuai hukum syara’. Bukan mengikuti arus feminisme yang mengumbar aib pasangan ke publik untuk menghilangkan “sakit hati” pada pasangan.
Wahai pasangan suami-istri yang dirahmati Allah, genggam erat ikatan pernikahan yang telah terucap. Jangan sampai ikatan itu rusak karena tidak taat pada syariat Islam. Ingatlah wahai para suami, bahwa istrimu adalah pakaianmu. Ingatlah wahai para istri, suamimu adalah pakaianmu. Suami-istri harus saling melindungi, bukan saling melemahkan. Suami-istri saling memperbaiki, bukan menyakiti. Suami-istri saling berdekatan, bukan berjauhan. Suami-istri bersama-sama menggapai kehidupan yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Wallahu a’lam bishshawab
[SM/Ah]