Oleh: Hj. Padliyati Siregar, S.T.
Suaramubalighah.com, Hadis — Sungguh Islam sangat menjaga kehormatan dan akhlak seorang wanita muslimah, serta menjaga masyarakat agat tidak jatuh ke dalam kehinaan. Di antara cara mewujudkan hal tersebut adalah larangan bagi wanita untuk travelling atau safar tanpa mahram yang menyertainya.
Travelling atau safar dalam bahasa Arab berarti menempuh perjalanan. Safar merupakan bagian hidup setiap muslim dalam rangka menjalankan ketaatan kepada Rabb-nya atau untuk meraih kemaslahatan duniawinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan hukum-hukum safar serta mengajarkan adab-adabnya di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw..
Asy-Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Nizhâm al-Ijtima’iy pada bab Tanzhîm ash-Shilâti Bayna ar-Rajuli wa al-Mar`ati (Pengaturan Hubungan antara Laki-Laki dan Perempuan) dinyatakan bahwa Islam melarang wanita untuk melakukan safar dengan perjalanan (masîrah) sehari semalam kecuali bersama mahramnya.
Di antara dalil-dalil syar’i menyatakan hal itu, di antaranya:
Imam Al-Bukhari telah mengeluarkan dari Abu Hurairah ra., ia berkata, “Nabi saw. bersabda,
«لاَ يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ لَيْسَ مَعَهَا حُرْمَةٌ»
“Tidak halal bagi seorang wanita yang mengimani Allah dan hari akhir melakukan safar dengan perjalanan sehari semalam tidak bersamanya hurmah (mahram).”
Imam Muslim telah mengeluarkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda,
«لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، تُسَافِرُ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ عَلَيْهَا» “
“Tidak halal bagi seorang wanita yang mengimani Allah dan hari akhir melakukan safar dengan perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya.”
Imam At-Tirmidzi telah mengeluarkan hadits, ia berkata ini hadits hasan sahih, dari Sa’id bin Abiy Sa’id dari bapaknya dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda,
«لَا تُسَافِرُ امْرَأَةٌ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ» “
“Janganlah seorang wanita melakukan safar dengan perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya.”
Ibnu Hibban telah mengeluarkan di dalam Shahîh -nya dari Sa’id bin Abiy Sa’id Al-Maqburiy dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda,
«لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ مِنْهَا» “
“Tidak halal bagi seorang wanita yang mengimani Allah dan hari akhir melakukan safar dengan perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya.”
Imam Ahmad telah mengeluarkan: telah menceritakan kepada kami Waqi, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abiy Dibin dari Said bin Abiy Said dari bapaknya dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda,
«لَا تُسَافِرْ امْرَأَةٌ مَسِيرَةَ يَوْمٍ تَامٍّ، إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ»
“Janganlah seorang wanita, melakukan safar sehari penuh kecuali bersama mahram.”
Imam Abu Dawud telah mengeluarkan: telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Sa’id ats-Tsaqafi, telah menceritakan kepada kami Al-Laits bin Sa’ad dari Sa’id bin Abiy Sa’id dari bapaknya bahwa Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. bersabda,
«لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ مُسْلِمَةٍ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ لَيْلَةٍ، إِلَّا وَمَعَهَا رَجُلٌ ذُو حُرْمَةٍ مِنْهَا»
“Tidak halal bagi seorang wanita muslimah melakukan safar dengan perjalanan semalam kecuali bersamanya seorang laki-laki mahramnya.”
Dari beberapa hadits tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, adanya taqyîd (pembatasan) untuk safar yaitu yawman kâmilan -satu hari penuh- yakni 24 jam, al-layl wa an-nahâr (sehari semalam). Dan ini berarti bahwa nas-nas menunjukkan atas waktu “yawmun wa laylatun –sehari semalam,” bukan atas jarak.
Seandainya seorang wanita melakukan safar menggunakan pesawat tanpa mahram dengan jarak seribu kilometer dan waktu tempuh beberapa jam saja, tidak sampai 24 jam, maka yang demikian itu boleh untuknya. Adapun seandainya, wanita itu melakukan safar jalan kaki 100 kilometer dan hal itu menghabiskan waktu lebih dari sehari semalam, maka haram baginya tanpa disertai suami atau mahramnya. Jadi patokan dalam safar bagi wanita tanpa disertai suami atau mahram adalah sehari semalam atau 24 jam, berapapun jaraknya.
Kedua, adanya hadits dalam riwayat dari Abu Sa’id al-Khudzri “masîrata yawmayn –perjalanan dua hari-“. Dan dalam riwayat lain dari Abu Sa’id al-Khudzri “tsalâtsata ayyâmin fashâ’idan –tiga hari atau lebih-“. Tetap bisa kita gunakan dengan menghimpun (menggunakan dua nas secara bersamaan), maka diperoleh hukum syariatnya bahwa seorang wanita hendaknya tidak melakukan safar dengan perjalanan yang minimal yaitu yawman wa laylan –sehari semalam-, kecuali bersamanya suaminya atau mahramnya. Terlebih apabila waktu perjalanan yang ditempuh menjadi dua atau tiga hari.
Dari beberapa nas tersebut, wajib diperhatikan beberapa perkara berikut, yakni wanita boleh melakukan safar (travelling) kurang dari sehari semalam tanpa mahram apabila dalam situasi aman dan kehormatannya terjaga.
Wanita boleh melakukan safar (travelling) apabila diizinkan oleh suami atau walinya.
Wanita melakukan safar (travelling) untuk keperluan yang tidak dilarang oleh Islam.
Wanita yang akan melakukan safar (travelling) dengan waktu tempuh menjadi sehari semalam, maka wajib baginya didampingi mahram atau suaminya. Demikianlah syariat Islam telah menetapkan ketentuan safarnya wanita berdasarkan dalil-dalil syara’ bukan karena faktor aman atau tidak aman. Wallahu a’lam bishshawab.[SM/Ah]