Ta’dib Suami terhadap Istri (Tafsir QS. An-Nisa’ Ayat 34)

Oleh: Kartinah Taheer

Suaramubalighah.com, Al-Qur’an – Ceramah dari OSD dianggap sebagai bentuk normalisasi KDRT oleh kalangan feminis. Padahal ketika suami memukul istri dengan keras, dalam pandangan Islam adalah suatu kezaliman. Kaum feminis mendiskreditkan ajaran Islam terkait ayat tentang nusyuz menjadi legitimasi bagi suami untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Menurut mereka ini adalah bentuk diskriminasi Islam terhadap perempuan. Padahal ayat-ayat dalam Al-Qur’an adalah ayat yang mulia berasal dari Allah SWT, zat Yang Maha Mulia.

Sesungguhnya Islam sebagai din yang sempurna memiliki konsep yang agung terkait dengan perlakuan terhadap istri yang nusyuz. Islam menjelaskan bagaimana bentuk ta’dib suami terhadap istri yang melakukan nusyuz. Dalam QS. An-Nisa’ ayat 34 Allah SWT berfirman,

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

Dalam tafsir Ibnu Katsir,

وَاللَّاتِي تَخافُونَ نُشُوزَهُنَّ
“Wanita-wanita yang kalian khawatirkan nusyuznya”, yakni wanita-wanita yang kalian khawatirkan bersikap membangkang terhadap suaminya. An-nusyuz artinya الارتفاع (tinggi diri). Wanita yang nusyuz ialah المرتفعة على زوجها (wanita yang bersikap sombong terhadap suaminya), yakni tidak mau melakukan perintah suaminya, berpaling darinya, dan membenci suaminya.

Apabila timbul tanda-tanda nusyuz pada diri istri, maka Islam telah memberikan syariat berupa langkah-langkah yang harus ditempuh. Pertama, adalah menasihati istri. Lafaz فَعِظُوهُن pada ayat ini bermakna “nasihatilah mereka”, yakni hendaklah suami menasihati istri dengan lemah lembut. Mengingatkan bagaimana kewajiban Allah SWT padanya yaitu taat dan tidak menyelisihinya. Memotivasi dengan menyebutkan pahala besar di dalamnya. Wanita yang baik adalah wanita salehah, taat, serta menjaga diri meski saat suami tidak ada. Suami juga hendaknya menasihati istri dengan mengingatkan ancaman Allah SWT bagi wanita yang mendurhakai suami. Jika istri telah menerima nasihat tersebut dan telah berubah, maka selesai. tidak boleh suami menempuh langkah selanjutnya. Karena Allah SWT berfirman,

فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
“Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya” (QS. An Nisa’: 34)

Kedua, memisahkan tempat tidur. Jika dengan cara nasihat tidak berhasil maka ditempuh langkah kedua, yaitu memisahkan tempat tidur.

وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضاجِعِ
”dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka” (An-Nisa’: 34)

Menurut Ali ibnu Abu Thalhah, dari Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah hendaklah si suami tidak menyetubuhinya, tidak pula tidur bersamanya. Jika terpaksa tidur bersama, maka si suami memalingkan punggungnya dari dia.
Mujahid, Asy-Sya’bi, Ibrahim, Muhammad ibnu Ka’b, Miqsam, dan Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-hajru ialah hendaknya si suami tidak menidurinya.

قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي حَرَّةَ الرَّقَاشِيِّ، عَنْ عَمِّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “فَإِن خِفْتُمْ نُشُوزَهُنَّ فَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ” قَالَ حَمَّادٌ: يَعْنِي النِّكَاحَ
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid. dari Abu Murrah Ar-Raqqasyi, dari pamannya, bahwa Nabi saw. pernah bersabda: “Jika kalian merasa khawatir mereka akan nusyuz (membangkang), maka pisahkanlah diri kalian dari tempat tidur mereka.” Hammad mengatakan bahwa yang dimaksud ialah jangan menyetubuhinya.

Ketiga, memukul istri dengan pukulan yang tidak melukai dan tidak boleh mengenai wajah. Lafaz وَاضْرِبُوهُنَّ ”dan pukullah mereka”, yakni apabila nasihat tidak bermanfaat dan memisahkan diri dengannya tidak ada hasilnya juga, maka kalian boleh memukulnya dengan pukulan yang tidak melukai. Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim, dari Jabir, dari Nabi saw., bahwa Nabi saw. pernah bersabda dalam haji wada’

واتَّقُوا اللهَ فِي النِّساءِ، فَإِنَّهُنَّ عِنْدَكُمْ عَوَانٌ، وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَلَّا يُوطِئْنَ فُرُشكم أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ، فَإِنْ فَعَلْن فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبا غَيْرَ مُبَرِّح، وَلَهُنَّ رزْقُهنَّ وكِسْوتهن بِالْمَعْرُوفِ”
“Bertakwalah kepada Allah dalam urusan wanita, karena sesungguhnya mereka di sisi kalian merupakan penolong, dan bagi kalian ada hak atas diri mereka, yaitu mereka tidak boleh mempersilakan seseorang yang tidak kalian sukai menginjak hamparan kalian. Dan jika mereka melakukannya, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukakan, dan bagi mereka ada hak mendapat rezeki (nafkah) dan pakaiannya dengan cara yang makruf.”

Selain tidak boleh melukai, pukulan juga tidak boleh di wajah. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ
“Dan janganlah engkau memukul istrimu di wajahnya.” (HR. Abu Daud no. 2142)

Kemudian ‘Aisyah juga menceritakan mengenai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ضَرَبَ خَادِماً لَهُ قَطُّ وَلاَ امْرَأَةً لَهُ قَطُّ وَلاَ ضَرَبَ بِيَدِهِ شَيْئاً قَطُّ إِلاَّ أَنْ يُجَاهِدَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ
“Aku tidaklah pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul pembantu, begitu pula memukul istrinya. Beliau tidaklah pernah memukul sesuatu dengan tangannya kecuali dalam jihad (berperang) di jalan Allah.” (HR. Ahmad)

Langkah yang harus ditempuh oleh suami terhadap istri yang nusyuz harus tertib. Asy-Syuyuti dalam tafsirnya menjelaskan,

أمر الله تعالى بالمروعة الترتيب في التعذيب المرأة
“Allah Ta’ala memerintahkan untuk memperhatikan tertib dalam ta’dib terhadap wanita/istri.”

Maknanya, langkah yang ditempuh adalah sesuai urutan dalam QS. An-Nisa’ ayat 34 tadi.
Pertama adalah menasehati terlebih dahulu. Jika tidak berhasil, baru langkah kedua yaitu memisahkan tempat tidur mereka. Jika langkah inipun tidak membuat istri menyadari kesalahannya, baru langkah yang ketiga yaitu dengan pukulan yang tidak melukai atau ghairu mubarrih, semisal dengan siwak atau satu jari dan juga tidak memukul di wajah. Seorang suami tidak boleh langsung memukul istri sebelum menasihatinya terlebih dahulu dan memisahkan tempat tidur mereka.

Adapun firman Allah SWT,

فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
“Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya” (An-Nisa’: 34)

Artinya, apabila seorang istri sudah taat kepada suaminya maka tidak boleh bagi suami menyusahkan istri atau menzaliminya, tidak boleh pula mengasingkannya.

Firman Allah SWT,

إِنَّ اللَّهَ كانَ عَلِيًّا كَبِيراً
“Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (An-Nisa’: 34)

Mengandung ancaman terhadap kaum laki-laki jika mereka berlaku aniaya terhadap istri-istrinya tanpa sebab, karena sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar yang akan menolong para istri. Dialah yang akan membalas terhadap lelaki (suami) yang berani berbuat aniaya terhadap istrinya.

Jika dikaitkan dengan اَلرِّجَالُ قَوَّامُوۡنَ عَلَى النِّسَآ maka kepemimpinan laki-laki itu tidak boleh sewenang-wenang, tapi dibatasi dengan ketentuan yakni tidak boleh menzalimi Istri atau mencari-cari jalan untuk menyakitinya. Para suami harus takut kepada Allah SWT, zat Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Demikianlah keagungan aturan Islam ketika dalam kehidupan rumah tangga didapati istri yang membangkang atau nusyuz. Pertama adalah dengan lisan yaitu menasihati istri. Jika tidak berhasil baru ditempuh langkah kedua dengan sikap, yakni memisahkan tempat tidur mereka.

Jika istri masih belum sadar akan kesalahannya, baru dengan tindakan, yakni suami boleh memukul istri. Hanya saja pukulan ini ada batasannya, yakni tidak boleh memukul di wajah dan sifat pukulan yang tidak melukai atau ghairu mubarrih. Islam juga menegaskan di akhir ayat bahwa ketika istri sudah taat maka suami tidak boleh menyakiti istri dan mencari-cari kesalahannya. Para suami hendaknya takut kepada Allah SWT Yang Maha Tinggi. Sungguh ini adalah konsep yang luar biasa yang bertolak belakang dengan tuduhan kaum feminis.
Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]