Ulama ialah Role Model, Pewaris Para Nabi

  • Opini

Oleh: Rahmi Ummu Atsilah

 Suaramubalighah.com, Opini — Di tengah persoalan kehidupan yang datang silih berganti, penyelesaian tambal sulam pun telah terjadi, ulama adalah rujukan umat. Mereka hadir sebagai lentera di tengah gelap gulita yang merundung bumi. Rasulullah saw. telah mensifati ulama sebagai sosok yang mewarisi ilmu dan menjadi panutan umat sepeninggal beliau. Dalam sebuah hadits, beliau saw bersabda, “Sungguh ulama adalah pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Akan tetapi mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa yang mengambil ilmu itu, maka ia telah mendapatkan bagian terbanyak (dari warisan para nabi).” (HR. Tirmidzi, 2682)

Ulama berada di dalam salah satu perjuangan yakni untuk membangun generasi penerus yang berkepribadian Islam, membangun corak pendidikan Islam yang khas di dunia pesantren. Dalam tradisi pesantren, prinsip pendidikan dan dakwah yang diterapkan ialah menegakkan maqashid syariah (tujuan-tujuan primer syariat Islam): menjaga agama (hifzh ad-din), menjaga jiwa (hifzh an-nafs), menjaga akal (hifzh al-‘aql), menjaga keturunan (hifzh an-nasl), menjaga harta (hifzh al-mal), dan menjaga kehormatan (hifzh al-ird).

Namun Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) (2022) menuding, menyebutkan bahwa terdapat 198 pesantren yang terafiliasi radikalisme dan terorisme. Dimana hal ini telah ‘memaksa’ mengembalikan khitah moderasi dalam tradisi pesantren. Pun dalam tulisan Mohammad Sholihul Wafi yang menyatakan bahwa figur otoritas atau role model di dunia pesantren yang direpresentasikan oleh seorang kiai haruslah moderat. Tidak radikal dan terkontaminasi teroris. Ulama akan memberikan uswatun hasanah (contoh yang baik) dalam membangun iklim pesantren yang menjunjung tinggi moderasi beragama. Dan pesantren dianggap tempat mencetak insan religius yang menjunjung tinggi harkat kemanusiaan dan semangat kebangsaan. (news.detik.com, 18/02/2022)

Bila kita kembali menengok sejarah perjuangan kemerdekaan, maka tidak dapat dilepaskan dari perjuangan para ulama dan santri. Para ulama menjawab tantangan ekonomi dengan kebangkitan Syarikat Dagang Islam. Para ulama menjawab tantangan diskriminasi pendidikan terhadap penduduk pribumi, dengan optimalisasi pendidikan pesantren hingga lahirlah tokoh KH. Ahmad Dahlan yang mewadahi pendidikan anak bangsa di tengah penjajahan. Mengingkari semua itu hanyalah merupakan upaya deislamisasi perjuangan. Dan tidak akan pernah beruntung sebuah bangsa yang melupakan jasa para pahlawan.

Pun di tengah persoalan keagamaan dan simpang siurnya perpolitikan nasional yang disertai runtuhnya Turki Utsmani hingga menjadi negara sekuler, maka Syekh Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdhatul Ulama pada 13 Januari 1926 M. Sebagai wadah kebangkitan para ulama untuk meneguhkan ajaran ahlussunnah waljama’ah dan membentengi umat dan bangsa dari paham kristenisasi, sekulerisasi, dan liberalisasi. Para ulama ini menjadi penggerak perlawanan terhadap para penjajah di setiap daerah penjuru tanah air yang ditandai dengan Resolusi Jihad NU tanggal 22 Oktober 1945.

Dari sini kita belajar bahwa kiprah ulama sesuai dengan tantangan zaman. Mereka tidak hanya memperdalam dan menguasai khazanah Islam. Lebih dari itu, tugas penting ulama adalah bersama umat berupaya menerapkan akidah Islam dan syariat-syariatnya secara total dalam seluruh aspek kehidupan yakni dalam pemerintahan, pendidikan, sosial, hukum atau peradilan, politik luar negeri, dan sebagainya. Ulama harus selalu terlibat perjuangan untuk mengubah realitas dan pemikiran rusak yang bertentangan dengan warisan Nabi saw., baik oleh penguasa dan yang lainnya. Allah SWT berfirman,

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 123-124)

Barang siapa yang ingin selamat di dunia dan di akhirat, tiada cara lain kecuali berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw.. Rasulullah saw. bersabda,

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
“Aku telah tinggalkan pada kalian dua perkara Kalian tidak akan tersesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik, Baihaqy)

Oleh karenanya, seorang ulama dalam setiap persoalan yang timbul akibat tidak diterapkannya Islam sebagai pengatur seluruh aspek kehidupan, tidak hanya memberikan solusi berdasarkan sudut pandang normatif. Akan tetapi juga berdasarkan pemahamannya terhadap konstelasi politik global dan regional. Hal ini dibangun dari visi politis ideologis ulama yang kuat. Memahami Islam adalah sebuah akidah yang memiliki pula seperangkat sistem aturan yang harus diterapkan secara totalitas (kaffah) di dalam kehidupan. Menolak dan menyangkal setiap ideologi batil dan setiap pemikiran yang lahir darinya.

Ulama yang menjadi role model hari ini adalah ulama yang bersuara lantang menentang segala bentuk penjajahan, baik itu kapitalisme, sekulerisme, sosialis komunis, liberalisme, maupun demokrasi. Ulama yang sudah seyogianya berani menyampaikan kebenaran dan memperjuangkan tegaknya Islam secara kaffah. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]