Wahai para Pasutri, Waspadai Toxic Relationship

Oleh: Najmah Saiidah

Suaramubalighah.com, muslimah dan keluarga — Toxic relationship atau hubungan beracun masih menjadi perbincangan menarik saat ini, baik kaitannya dengan pasangan suami istri, keluarga, atau pertemanan. Beberapa pihak menilai salah satu pemicu toxic relationship diduga karena di tengah pandemi lebih banyak waktu yang dihabiskan di rumah bersama pasangan atau keluarga.

Di samping itu ada beberapa tekanan yang menimpa keluarga, yakni karena faktor ekonomi ataupun makin beratnya beban para ibu karena anak-anak harus sekolah daring. Hal ini kemudian berpengaruh kepada pola relasi atau komunikasi suami istri dan juga dengan anggota keluarga lainnya.

Jika secara konsep, banyaknya pertemuan seharusnya makin mempererat hubungan. Akan tetapi, yang terjadi malah sebaliknya, hubungan makin renggang. Inilah yang harus keluarga muslim waspadai.

Tanda-Tanda Toxic Relationship

Memang, batas antara hubungan sehat dan tidak sehat tidak mudah untuk diidentifikasi. Bahkan, tanda-tanda hubungan tidak sehat atau beracun (toksik) sering kali tidak kita sadari, tetapi bisa jadi tampak jelas bagi orang lain.

Terkadang, pasutri bisa merasakan kalau hubungan di antara mereka sebenarnya sudah tidak sehat, terasa hambar. Namun, sulit untuk mengidentifikasi kalau relasi di antara mereka mengarah pada hubungan yang beracun.

Oleh karenanya, sering kali toxic relationship ini bertumpuk dahulu sebelum kemudian membuat kolaps hubungan suami istri. Lalu, bagaimana cara mengenali tanda-tandanya?

  1. Interaksi yang tidak seperti biasanya.

Pernikahan mulai dihinggapi hubungan beracun ketika pernikahan mulai kehilangan rasa cinta. Kebiasaan-kebiasaan baik dalam sebuah hubungan yang sudah biasa dilakukan tidak ada dan ini berlangsung tidak sebentar atau insidental.

Kadang, perhatian dan kasih sayang yang biasanya diperlihatkan berubah jadi rutinitas. Misalnya, sarapan pagi atau makan malam yang biasanya diselingi cerita keadaan di tempat kerja dan diisi dengan obrolan santai dan canda, hanya jadi rutinitas untuk memenuhi rasa lapar semata.

  1. Komunikasi yang tidak bersahabat dan perhatian sekadarnya.

Hubungan yang sehat ditandai dengan komunikasi yang baik, saling membantu, dan mendukung satu sama lain. Namun, ketika relasi beracun sudah berjalan, pasangan makin irit berkata-kata, seperlunya saja, dan tidak banyak berkomunikasi. Kalaupun menjawab, singkat saja dan ketika ditanya keadaannya, jawaban yang sering terlontar, “Aku baik-baik saja, kok. Enggak ada apa-apa.”

Bahkan, lebih dari itu, kadang muncul komunikasi yang tidak bersahabat sebagai tanda hubungan toksik dari yang halus hingga kasar. Misalnya, selalu menyalahkan, terus-menerus mengganggu, serta tidak mendengar dan memahami pasangan. Hingga berbicara dengan suara keras, memanggil dengan kurang makruf, bahkan bisa jadi melempar dan menghancurkan barang,

Terkadang pasangan menjadi tidak mau terlibat membantu secara emosional maupun secara fisik saat masalah datang. Mencari berbagai alasan agar dibenarkan tidak terlibat dalam persoalan yang dihadapi pasangan. Ini terjadi karena merasa sudah kehilangan hubungan persahabatan yang sehat.

  1. Sibuk dengan dunia masing-masing.

Toxic relationship membuat masing-masing sibuk dengan agenda sendiri. Mungkin ada suami yang sibuk dengan pekerjaan, hobi, komunitas; atau istri yang juga sibuk dengan komunitas, mengurus anak, atau dengan dunianya sendiri. Intinya, pasangan yang sudah mengidap relasi beracun ini meminimalkan kontak antara mereka. Keduanya sudah saling acuh tidak acuh dan memilih sibuk sendiri.

  1. Jadi sering bertengkar.

Tahap lebih berat dari toxic relationship adalah pertengkaran jadi sering terjadi. Masalah yang kecil saja bisa memicu keributan. Hampir sulit menghindari pertengkaran karena tensi emosi hubungan dengan pasangan sudah meninggi. Kalaupun tidak terjadi pertengkaran, hubungan makin terasa dingin. Dalam situasi yang lebih parah, pertengkaran bisa meningkat menjadi kekerasan dalam rumah tangga baik secara verbal maupun fisik.

  1. Muncul Rasa Kurang Percaya terhadap pasangan.

Pasangan adalah seseorang yang selalu kita andalkan dan selalu ada di dekat kita. Tanpa adanya kepercayaan, sebuah hubungan tidak mungkin terjadi. Bukan hanya percaya bahwa pasangan kita akan setia, tetapi percaya bahwa pasangan kita akan berperilaku demi kepentingan terbaik dalam sebuah hubungan. Jika kepercayaan itu hilang, tidak akan ada lagi rasa aman.

  1. Komunikasi yang tidak bersahabat.

Komunikasi yang tidak bagus dapat menyebabkan ketegangan dan menciptakan ketidakpercayaan di antara pasangan. Sebaliknya, hubungan asmara yang sehat bergantung pada komunikasi terbuka, menenangkan, dan rasa hormat. Komunikasi terbuka ini membuka kesempatan untuk saling memberi dan menerima dukungan di antara pasangan.

  1. Sering berbohong.

Kebohongan tidak peduli seberapa kecil, akan mengikis kepercayaan dari waktu ke waktu. Hubungan tanpa kepercayaan bisa berujung kepada hal-hal negatif karena selalu dipenuhi kecurigaan. Jika pasangan sering berbohong kepada kita, artinya ia tidak menghormati kita sebagai pasangan yang pantas mendapatkan kejujuran dan perhatian. Berbohong yang berulang kepada pasangan menjadi pertanda ada sesuatu dalam hubungan kita dengan pasangan. Itulah kenapa kebiasaan buruk ini bisa menjadi salah satu tanda hubungan beracun.

Lalu, apa yang harus dilakukan oleh keluarga muslim untuk mencegah terjadinya situasi ini atau mengatasinya jika tampak muncul tanda-tanda ini?

Mewaspadai Toxic Relationship

Sudah seharusnya setiap pasangan suami istri dan keluarga muslim waspada agar tidak terjebak pada toxic relationship yang bisa mengancam biduk rumah tangganya. Merupakan hal yang baik jika pasutri segera introspeksi perjalanan pernikahan ketika tampak tanda-tanda toxic relationship ini. Bagaimanapun, perjalanan sebuah pernikahan tidak akan pernah luput dari dera ombak atau gelombang masalah. Oleh karenanya, biduk rumah tangga ini harus selalu dijaga.

Lalu, apa yang bisa kita upayakan agar bisa segera mencegah munculnya toxic relationship atau ketika tanda-tanda itu mulai menggejala kita bisa mengantisipasinya?

  1. Menyelami kembali niat dan tujuan kita menikah dan bersabar.

Keluarga yang tegak di atas syariat Islam sesungguhnya akan mampu menciptakan ketenangan, ketenteraman, keadilan, dan rasa aman. Suami istri hidup berdampingan saling asih dan asuh, serta menjalankan bahtera keluarga layaknya dua orang sahabat sejati yang selalu berbagi suka dan duka.

Hanya saja ketika kita menemukan hal yang tidak seperti biasanya dalam kehidupan pernikahan kita, ada hal-hal yang hilang atau terasa hambar, komunikasi juga seadanya, maka ada hal penting yang harus kita ingat.

Bahwa tujuan menikah dengan pasangan kita adalah untuk menggapai rida Allah Swt., maka bersabar dan selalu berupaya memperbaiki keadaan yang masih bisa diperbaiki tentu lebih baik. Kesabaran merupakan langkah utama ketika mulai muncul perselisihan antarpasangan. Dan Allah akan memberikan kebaikan dengan bersabar.

Allah Swt. berfirman,

وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS An-Nisa :19)

Tentang ayat ini, Imam al Qurthubi menyatakan, “(Bila kamu tidak menyukai mereka) yakni karena keburukan rupa atau keburukan perangai, tetapi tidak melakukan kekejian (zina) atau kedurhakaan (nusyuz), dalam hal ini dianjurkan bersabar, karena bisa saja hal itu menjadi awal Allah memberinya rezeki dari istri tersebut berupa anak-anak yang saleh.“

  1. Introspeksi diri dan tidak berasumsi.

Adanya sesuatu yang kurang menyenangkan dalam kehidupan pernikahan kita, sesungguhnya merupakan hal yang wajar, asalkan tidak berlarut-larut. Di sinilah saatnya kedua belah pihak baik suami maupun istri melakukan introspeksi diri dan tidak saling menyalahkan.
Di antara sikap yang harus dihindari adalah kerap menyalahkan dan mencari-cari kesalahan pasangan. Firman-Nya,

كَبِيرًا عَلِيًّا كَانَ اللَّهَ إِنَّ سَبِيلًا عَلَيْهِنَّ تَبْغُوا فَلَا أَطَعْنَكُمْ فَإِنْ

“Jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari–cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.“ (QS An-Nisa: 34)

Ketika ada hal yang tidak biasa dilakukan oleh pasangan, kita juga tidak boleh berasumsi. Pada dasarnya, manusia memang sering membuat asumsi. Sebab asumsi dinilai dapat mempercepat keputusan yang mereka ambil.

Padahal, hal ini sangat berbahaya. Bagaimana bila asumsi itu salah? Terlebih, bila keputusan tersebut memengaruhi hubungan dengan pasangan. Alangkah baiknya kita bertanya untuk mengetahui apa duduk permasalahannya.

  1. Jujur dan terbuka terhadap pasangan.

Jujur dan bersikap terbuka kepada pasangan akan menghindarkan rumah tangga dari toxic relationship. Karenanya kita harus berusaha untuk bisa menceritakan hal-hal penting apa pun yang berkaitan dengan rumah tangga kita kepada pasangan.

Ketika menutupi informasi dari pasangan, itu dapat menghancurkan kepercayaan yang telah dibangun dalam pernikahan. Dan ini bisa jadi menjadi awal dari hubungan yang tidak sehat dalam kehidupan pernikahan, nauzubillah.

Selain tidak berbohong, pastikan kita pun tidak menyembunyikan sesuatu apa pun dari pasangan. Membiasakan untuk berdiskusi ketika ada masalah yang menerpa keluarga merupakan hal baik yang harus terus kita jaga sehingga tidak memberi peluang munculnya hubungan yang tidak sehat dengan pasangan.

  1. Saling percaya.

Kepercayaan sangat diperlukan dalam sebuah pernikahan. Dengan saling percaya, biiznillah kita dan pasangan tumbuh lebih kuat bersama dalam suatu hubungan. Kita perlu memiliki kepercayaan sepenuhnya kepada orang yang kita sayangi walau kadang tidak mudah untuk melakukannya.

Saling memberi kepercayaan kepada pasangan akan membuat hubungan pernikahan berjalan indah dan tenteram. Tentu saja hal ini akan terwujud jika keduanya menjadikan hukum syarak sebagai pijakan dalam berlayarnya bahtera rumah tangga yang sama-sama keduanya bawa dalam mengarungi lautan kehidupan.

  1. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasangan.

Komunikasi juga menjadi faktor penting terpeliharanya hubungan yang sehat di antara pasangan. Komunikasi menjadi jembatan pembentuk kepercayaan. Dengan komunikasi, pasangan suami istri akan lebih bisa menentukan langkah ke depan menuju kebahagiaan yang diinginkan. Lebih dari itu, komunikasi menjadi salah satu kunci utama dalam sebuah pernikahan, yang akan membebaskan pasangan dari rasa curiga, pikiran negatif, keraguan, dan kecemasan lainnya.

Sebaliknya, tanpa komunikasi yang baik, maka saling percaya akan sulit terbentuk sehingga ketenteraman dan kebahagiaan dalam keluarga bakal sulit dicapai, yang ada saling menyimpan kegundahan yang satu kepada yang lain. Maka hal ini sangat berbahaya bagi sebuah hubungan.

Khatimah
Setiap pasangan suami istri selalu berharap biduk rumah tangganya mampu mengarungi samudera kehidupan dengan baik, tanpa oleng sedikit pun sehingga memperoleh kebahagiaan dan ketenangan. Namun, dalam perjalanannya, mewujudkan keinginan tersebut bukanlah hal yang mudah.

Dibutuhkan upaya dari kedua belah pihak untuk senantiasa berada dalam hubungan yang sehat dan tidak terjebak pada toxic relationship. Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan selalu intens berkomunikasi dan berdiskusi dengan pasangan. Wallahu a’lam bishshawab.

Sumber: muslimahnews.net