Oleh: Kartinah Taheer
Suaramubalighah.com, Opini — Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI akan kembali menggelar Kompetisi Film Pendek Islami (KFPI). Kompetisi yang dihelat di tingkat Provinsi pada pada Juni hingga Juli 2022 dan tingkat Nasional pada Agustus 2022 ini adalah event yang ketiga kalinya setelah beberapa tahun sebelumnya digelar event serupa. Kali ini KFPI mengusung tema “Ku Syiar Islam dengan Caraku”. Melalui kompetisi ini diharapkan dapat melahirkan para profesional muda di bidang perfilman yang berperan dalam menguatkan moderasi beragama serta menanamkan kecintaan masyarakat kepada agama dan tanah air. (jateng.kemenag.go.id, 04/02/2022)
Tema KFPI “Ku Syiar Islam dengan Caraku” cukup menarik untuk dikritisi. Mengapa? Karena tema KFPI ini seolah membawa pesan seorang da’i/da’iyah “bebas” menentukan cara dakwahnya untuk mensyiarkan Islam. Padahal, Islam telah mengatur tatacara dalam mengemban dakwah (syiar Islam). Bahkan para ulama telah merumuskan tatacara mengemban dakwah atau lebih dikenal dengan Fiqih Dakwah yang digali dari nash-nash syara baik dari Al Qur’an maupun hadits.
Rasulullah saw. sebagai suri teladan terbaik telah mencontohkan cara berdakwah secara detail dan rinci. Allah SWT berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari Kiamat dan dia banyak menyebut Nama Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Seorang da’i/da’iyah ketika mensyiarkan Islam wajib memahami aturan seputar dakwah ini. Tidak dibenarkan mensyiarkan Islam “bebas” menentukan cara dakwahnya. Maka, jika dakwah dengan “caraku” berarti dakwah itu menurut kemauan manusia tidak terikat dengan sunnah Nabi, hal ini akan mendistorsi fiqih dakwah. Dan ini sangat berbahaya bagi kelangsungan Islam itu sendiri.
Dakwah adalah kewajiban dari Allah SWT untuk menyampaikan Islam yang kaffah bukan untuk moderasi beragama, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 208,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”
Sementara dalam juknis pelaksanaan dari KFPI yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI No. 65 tahun 2022, pada latar belakang disebutkan bahwa dengan adanya KFPI ini diharapkan dapat mensosialisasikan moderasi beragama khususnya di kalangan generasi muda dengan kemasan yang mudah diterima oleh mereka. Adapun maksud dan tujuannya adalah mensyiarkan agama Islam yang moderat, melestarikan seni, dan budaya dan menjaga kearifan lokal. Sementara secara realitanya narasi yang diusung oleh Islam moderat banyak bertentangan dengan Islam kaffah.
Dakwah yang dicontohkan Rasulullah saw. untuk menguatkan akidah (tauhid), berpegang teguh dengan syariat Islam yang kaffah. Sementara dakwah yang diusung Islam moderat justru mengikis akidah umat dan menjauhkan umat dari pemahaman syariah Islam yang kaffah, seperti ide pluralisme, sinkretisme, feminisme, kebebasan, demokrasi, dan lainnya. Islam moderat membolehkan mengikuti perayaan agama lain dengan dalih toleransi, tidak boleh mengklaim Islam satu-satunya agama yang benar dengan alasan kebenaran itu relatif, bergandengan tangan “mesra” dengan kaum kufar yang memusuhi Islam dengan alasan bersikap baik terhadap sesama manusia, serta tidak menujukkan sikap marah jika Islam atau Nabi dihina dengan alasan Islam sebagai agama yang lemah lembut dan cinta damai. Pun yang haram jadi boleh dengan dalih tidak eksklusif dan tidak keras/radikal.
Dalam dakwah, Islam juga telah menggariskan ketentuanya. Allah berfirman,
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah manusia kepada jalan Allah dengan hikmah (ilmu) dan nasehat yang baik. Dan debatlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)
Jadi Islam telah menentukan dalam menyampaikan dakwah di tengah umat, yaitu dengan hikmah (ilmu), nasehat yang baik, dan jika dibutuhkan debat maka debatlah dengan cara yang baik. Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’ân Al-Adzhīm terkait QS. An-Nahl ayat 125 menyatakan, bahwa Allah SWT memerintahkan kepada Rasul-Nya (Nabi Muhammad saw.) agar menyeru manusia untuk menyembah Allah SWT dengan cara yang bijaksana.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang diserukan kepada manusia ialah wahyu yang diturunkan kepadanya berupa Al-Qur’an, sunnah, dan pelajaran yang baik, yakni semua yang terkandung di dalamnya berupa larangan-larangan dan kejadian-kejadian yang menimpa manusia (di masa lalu). Pelajaran yang baik itu agar dijadikan peringatan buat mereka akan pembalasan Allah SWT (terhadap mereka yang durhaka). Adapun bantahlah dengan cara yang baik yakni terhadap orang-orang yang dalam rangka menyeru mereka diperlukan perdebatan dan bantahan. Maka hendaklah hal ini dilakukan dengan cara yang baik. Yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik, serta cara yang bijak.
Adapun terkait tatacara dakwah dari ittiba’ Rasulullah saw., maka harus dibedakan antara thariqah (metode ), uslub (cara), dan washilah (sarana dan prasarana). Dengan mendalami aktivitas Nabi saw. dalam berbagai tahapan dakwahnya akan ditemukan apakah suatu aktivitas itu bagian dari thariqah, uslub, atau washilah.
Nabi saw. menyampaikan dakwah Islam dengan thariqah tertentu. Yang termasuk thariqah dakwah Nabi saw. adalah menyampaikan Islam dari satu tahapan dakwah ke tahap berikutnya. Beliau menetapi tahapan dakwah tertentu dengan aktivitas yang tidak beliau lakukan pada tahap sebelumnya, disertai dengan kesungguhan dan kesabaran meski hal itu berpotensi mendatangkan bahaya. Maka semua itu menjadi bukti bahwa aktivitas itu adalah wajib dan menjadi bagian dari thariqah.
Sebagai contoh Nabi saw. pada awal dakwahnya melakukan tatsqif /pembinaan terhadap individu baik perorangan maupun kelompok-kelompok seperti pembinaan yang dilakukan di rumah Arqam. Aktivitas ini beliau lakukan selama tiga tahun secara sirr /rahasia. Beliau membina mereka dengan Islam sampai menjadi pribadi yang tangguh dan siap terjun di tengah masyarakat Quraisy masa itu. Beliau lakukan itu dengan sungguh-sungguh dan penuh kesabaran. Dengan demikian aktivitas pembinaan terhadap umat untuk membentuk pribadi yang islami adalah bagian dari thoriqoh yang wajib diikuti.
Pada tahap selanjutnya yaitu sepuluh tahun, beliau mulai menampakkan dakwahnya secara terang-terangan. Beliau membina umat secara jamaah/ tatsqif jama’i. Menyeru masyarakat masuk Islam, mengajak menyembah Allah dan meninggalkan Latta Uzza. Pada tahap ini, beliau mulai mencela kebiasaan orang jahiliyah yang curang dalam timbangan dan mengubur hidup bayi-bayi perempuan. Beliau juga membongkar makar orang-orang kafir. Aktivitas ini tidak dilakukan beliau sebelumnya. Aktivitas ini meski mendatangkan penganiayaan yang luar biasa, beliau tetap dengan sabar menetapinya. Semua itu mengindikasikan bahwa pembinaan secara umum, mengkritisi kebiasaan hukum yang batil dilihat dari sudut pandang Islam, dan membongkar makar jahat orang-orang kafir itu adalah bagian dari thariqah yang harus diikuti.
Beliau juga meminta perlindungan dakwah kepada bani/kabilah yang kuat. Baru pergi ke Thaif tapi kemudian dilempari batu. Beliau mendatangi Bani Kindah, Bani Kalb, tercatat ada lebih dari 40 kabilah beliau datangi. Beliau menetapi langkah itu meski penganiayaan beliau hadapi sampai akhirnya Allah SWT pertemukan dengan suku Aus dan Khajraj. Maka ini menunjukkan aktivitas meminta perlindungan dakwah/ thalab an-nusrah adalah bagian dari thariqah.
Adapun uslub didefinisikan sebagai cara bagaimana suatu kewajiban dilaksanakan. Uslub tidak memiliki pijakan dalil secara khusus tetapi mengikuti hukum dari thariqah. Sebagai contoh ketika Nabi saw. melakukan pembinaan secara umum, beliau lakukan dengan berbagai cara seperti mengundang jamuan makan, menyeru di bukit Shafa, ataupun mendatangi pasar.
Maka cara yang berbeda-beda ini adalah uslub (cabang dari masalah pokoknya yaitu thariqah). Sedang thariqah -nya tetap yaitu pembinaan/ tatsqif itu sendiri. Hari ini uslub boleh berbeda-beda, bisa dengan seminar, tabligh akbar, diskusi, talk show, dan sebagainya. Dalam arti tidak harus mengikuti Nabi saw. Akan tetapi meski demikian uslub tidak boleh melanggar hukum syara. Sehingga tidak diperbolehkan dakwah tetapi ada ikhthilat, eksploitasi perempuan, dan sebagainya.
Adapun washilah adalah sarana fisik yang boleh digunakan dalam melaksanakan aktivitas cabang. Misalnya kertas untuk menulis, media Zoom dalam seminar online, LCD, radio, televisi dan sebagainya. Penggunaan sarana ini kembali pada kaidah ushul,
الأَصْلُ فِي اْلأَشْيَاءِ اْلإِبَاحَةُ مَا لَمْ يَرِدْ دَلِيْلُ التَّحْرِيْمِ
“Asal setiap benda adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkan”
Jadi jelas, dakwah harus mengikuti thariqah Nabi saw.. Sedang uslub dan washilah dibolehkan manusia untuk menggunakan apapun sepanjang tidak melanggar hukum syara. Umat Islam wajib meneladani dakwah Nabi saw.
Syiar Islam melalui film masuk kategori uslub. Maka tidak boleh menyimpang dari pemikiran pokok dan thariqah (metode) dakwah. Harus diperhatikan tentang bermain peran tidak boleh cerita khayalan, adegan dengan lawan jenis yang bukan mahram dilarang, tidak dibolehkan membuka aurat, dan lainnya.
Umat Islam harus senantiasa waspada. Setiap upaya yang berusaha mendistorsi syariat Islam, termasuk tentang dakwah/syiar yang dikemas dalam bentuk apapun seperti kompetisi film pendek Islam. Ingat, bahwa dakwah harus dengan cara Nabi Muhammad saw. bukan dengan cara sendiri sendiri!
Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]