Oleh: Kholishoh Dzikri
Suaramubalighah.com, Ta’bir Afkar — Seiring waktu, umat mulai mengenal salah satu simpul ajaran Islam yang telah lama lepas. Sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadits Nabi saw. berikut,
لتُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ، عُرْوَةً عُرْوَةً، فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ، تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا، وَأَوَّلُهُنّ نَقْضًا الْحُكْمُ، وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ
“Sungguh simpul-simpul Islam akan terurai satu persatu, setiap kali satu simpul terlepas manusia akan bergantungan pada simpul berikutnya, dan simpul yang pertama lepas adalah al-hukm (pemerintahan) dan yang terakhir adalah salat.” (HR Ahmad). Ajaran Islam ini tidak lain adalah Khilafah Islamiyah. Sebuah model kepemimpinan politik yang sudah disepakati kalangan ulama ahlusunah waljamaah.
Muncul tuduhan bahwa tidak ada kewajiban menegakkan Khilafah baik dalam Al-Qur’an maupun sunah. Demikian juga anggapan bahwa tidak ada model baku sistem Khilafah dalam Al-Qur’an dan sunah. Atau ungkapan bahwa makna Khilafah yang dimaksudkan Nabi saw. adalah pewaris ilmu bukan pemerintahan. Ini tentu membutuhkan penjelasan secara benar agar umat tidak salah paham terhadap Khilafah, ajaran Islam yang memiliki landasan normatif yang kokoh berdasarkan dalil-dalil syariah. Agar umat Islam juga memahami bahwa Islam telah menentukan model baku sistem kepemimpinan politik yakni sistem Khilafah.
Khilafah, Simpul Umat yang Hilang
Islam adalah sistem kehidupan yang lengkap. Islam memiliki semua aturan yang dibutuhkan manusia untuk menjalani kehidupan dunia selain mengatur hubungan langsung manusia dengan Tuhannya berupa akidah dan ibadah. Allah SWT telah memberitahukan hal ini dalam firman-Nya,
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Dan kami telah menurunkan kepadamu Al-Qur’an sebagai penjelas atas semua perkara, petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi kaum muslim.” (QS. Al-Nahl: 89)
Abdullah ibn Mas’ud ra. menjelaskan, sebagaimana dikutip oleh Al-Hafizh ibn Katsir dalam tafsirnya, sungguh Dia (Allah) telah menjelaskan untuk kita semua ilmu dan semua hal. Ayat ini menegaskan bahwa Allah melalui Al-Qur’an telah menjelaskan semua hal, tentu termasuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Hanya saja, simpul penting pemerintahan Islam justru yang pertama kali lepas. Lepasnya simpul ini tidak terjadi secara tiba-tiba melainkan berlangsung secara bertahap.
Lafaz عُرْوَةً عُرْوَةً dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad tersebut menunjukkan terurainya ajaran Islam itu secara bertahap dan kontinu sebagaimana dinyatakan imam Al-Munawi ketika mengutip dari Abul Baqa’. Adapun maksud kalimat وَأَوَّلُهُنّ نَقْضًا الْحُكْمُ adalah ajaran pertama di dalam Islam yang mengalami penyimpangan hingga akhirnya ditinggalkan oleh kaum muslim yaitu pemerintahan.
Hal ini juga selaras dengan apa yang dijelaskan Imam Al-Shan’ani dalam menjelaskan frasa tersebut, yaitu digantinya hukum-hukum Islam.
Kondisi umat Islam sendiri juga turut mempengaruhi lenyapnya tali simpul ini. Penyakit wahn telah menjangkiti umat Islam karena mereka terlampau cinta akan kehidupan dunia.
Definisi Khalifah dan Khilafah
Al-khalifah (الخليفة) secara bahasa berasal dari kata khalafa, yang secara bahasa bermakna pengganti. Demikian juga yang dijelaskan oleh ulama bahasa seperti Imam Al-Azhari dalam Tahdzib Al-Lughah. Jamak dari kata khalifah adalah khulafa dan khalaif, dan hal itu kita bisa temukan dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Allah SWT berfirman,
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat. ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’.” (QS. Al-Baqarah: 30)
Demikian juga dengan ayat-ayat berikut ini,
وَهُوَ الَّذِي جعلكُمْ خلائف الأَرْض
“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi.” (QS. Al-An’âm: 165)
وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ
“Dan siapa yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah-khalifah di bumi?” (QS. Al-Naml: 62)
Imam aA-Farra berkata ketika menafsirkan QS. Al-Anam ayat 165, umat Muhammad saw. dijadikan khalaif (pengganti) setiap umat-umat. Demikian juga Imam Al-Thabari menjelaskan, dan Dia menjadikan di antara kalian sebagai pemimpin-pemimpin yang hidup setelah masa kepemimpinan pemimpin kalian (sebelumnya) di muka bumi, yang menggantikan mereka.
Adapun makna syari dari istilah khalifah identik dengan Al-Imam Al-Azham (imam yang teragung). Imam Al-Ramli mendefinisikan dengan,
الخليفة هو الإمام الأعظام, القائم بخلافة النبوة, فى حراسة الدين وسياسة الدنيا
“Khalifah itu adalah imam agung yang menduduki jabatan Khilafah nubuwwah dalam melindungi agama serta pengaturan urusan dunia.”
Prof. Muhammad Rawwas Qal’ahji mendefinisikan khalifah sebagai,
الخليفة؛ من ولي الإمامة العامة للمسلمين: الرئيس الاعلى للدولة الاسلامية
“Khalifah adalah seseorang yang memegang kepemimpinan umum bagi kaum muslim, yakni pemimpin tertinggi bagi negara Islam (al-Dawlah al-Islamiyyah).”
Penulis kitab Ajhizah Al-Daulah Al-Khilafah mendefinisikan yang lebih praktis,
الخليفة هو الذي ينوب عن الأمة في الحكم والسلطان، وفي تنفيذ أحكام الشرع
“Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam hukum dan pemerintahan, dan dalam menerapkan hukum-hukum syara’.”
Para ulama mengklasifikasikan kata imam, khalifah, sebagai bentuk sinonim (taraduf). Imam al-Nawawi menyatakan,
يجوز أن يقال للإمام : الخليفة ، والإمام ، وأمير المؤمنين
“Imam boleh juga disebut dengan khalifah, imam, atau amirul mukminin.”
Adapun asal usul kata Khilafah, kembali kepada ragam bentukan kata dari kata kerja khalafa. Jika khalifah adalah sosok subjek pemimpin, maka istilah Khilafah digunakan untuk mewakili konsep kepemimpinannya. Para ulama juga mendefinisikan Khilafah sama dengan Imamah karena keduanya sinonim (taraduf). Imam Al-Mawardi mendefinisikan sebagai,
الإمامة موضوعة لخلافة النبوة في حراسة الدين وسياسة الدنيا به
“Imamah itu menduduki posisi untuk Khilafah nubuwwah dalam menjaga agama serta politik yang sifatnya duniawi.”
Definisi yang jami’ dan mani’ (menyeluruh dan mengeluarkan yang tidak perlu) adalah,
الخلافة هي رئاسة عامة للمسلمين جميعاً في الدنيا لإقامة أحكام الشرع الإسلامي، وحمل الدعوة الإسلامية إلى العالم
“Khilafah adalah kepemimpinan yang sifatnya umum bagi kaum muslim secara keseluruhan di dunia untuk menegakkan hukum syara serta mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.”
Jelaslah, bahwa istilah khalifah, imam, amirul mukminin, Khilafah, dan Imamah memiliki akar normatif dan historis yang sangat kukuh, ia bersumber dari dalil-dalil syariat. Sistem pemerintahan Islam ini telah banyak dibahas diberbagai kitab termasuk kitab-kitab kecil semacam Ghayah wa Al-Taqrib (Matan Abi Syuja). Dalam kitab kecil ini membahas mulai bab taharah, salat, hingga membahas bab jihad, ganimah, jizyah, dan qadha (peradilan) yang itu menjadi bagian dalam pembahasan pemerintahan Islam. Bahkan buku fikih Islam karya KH. Sulaiman Rasyid yang diajarkan di madrasah juga membahas sistem Khilafah ini.
Demikian juga ketika mengkaji hadits, dalam Shahih Bukhari ada kitab Al-Ahkam dan dalam Shahih Muslim ada kitab Al-Imarah, dalam Sunan Abi Dawud ada kitab Al-Aqdhiyyah, dalam Sunan Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah ada kitab Al-Ahkam, serta dalam Sunan Nasa’i ada kitab Al-Bai’ah. Semua kitab-kitab hadits tersebut juga ada pembahasan tentang Khilafah Islamiyah sebagai sistem pemerintahan warisan Nabi Muhammad saw..
Semua ini menunjukkan bahwa pemerintahan Islam yakni Khilafah atau Imamah dan khalifah, imam, atau amirul mukminin menjadi salah satu topik yang senantiasa diajarkan oleh ulama-ulama terdahulu dalam kitab-kitab mereka.
Sistem Pemerintahan Khilafah Dimulai Sejak Masa Khulafaur Rasyidin
Kekhalifahan dimulai seiring dibaiatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai pemimpin umat Islam, tepat setelah meninggalnya Nabi Muhammad saw. pada tahun 632 Masehi. Abu Bakar Ash-Shiddiq terpilih menjadi khalifah perdana pengganti Nabi Muhammad saw. melalui musyawarah yang penuh persaudaraan antara tokoh-tokoh Anshar dan Muhajirin di balai pertemuan Bani Saidah. Beliau melanjutkan kepemimpinan Nabi Muhammad saw. untuk memimpin Daulah Islam Madinah.
Kepemimpinan berikutnya setelah Abu Bakar wafat, kaum muslimin secara aklamasi menunjuk Umar bin Khaththab sebagai khalifah. Demikian terus berlanjut kepemimpinan para khalifah pada masa khulafaur rasyidin yang berlangsung dari tahun 632 –661 M. Kemudian dilanjutkan masa Umayyah selama tahun 661 hingga 750 M. Berikutnya kekhilafahan dilanjutkan pada masa Abbasiyah pada 750-1258 M, 1261–1517 M dan berlanjut pada masa kekhalifahan Ustmaniyyah sampai 1924 M, dan pada tahun itu Musthafa Kemal Attaturk bekerjasama dengan Inggris dan sekutunya membubarkan kekhilafahan yang telah berlangsung 1292 tahun lamanya dengan menorehkan peradaban emas yang gemilang yang diakui oleh musuh-musuhnya.
Will Durant, seorang sejarawan Barat. Dalam buku yang dia tulis bersama Istrinya Ariel Durant, dengan judul Story of Civilization, menyatakan, “Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.”
Lalu atas dasar apa menolak Khilafah?
Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]